PLAK
Dewa menatap kaget campur kesal pada perempuan aneh yang tiba tiba menampar keras pipinya saat keluar dari ruang meeting.
Dia yang buru buru keluar duluan malah dihadiahi tamparan keras dan tatapan garang dari perempuan itu.
"Dasar laki laki genit! Mata keranjang!" makinya sebelum pergi.
Dewa sempat melongo mendengar makian itu. Beberapa staf dan rekan meetingnyaa pun terpaku melihatnya.
Kecuali Seam dan Deva.
"Ngapain dia ada di sini?" tanya Deva sambil melihat ke arah Sean.
"Harusnya kamu, kan, yang dia tampar," tukas Sran tanpa menjawab pertanyaan Deva.
Semoga suka ya... ini lanjutan my angel♡♡
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menyebalkan
"Nona, sudah tiba."
Emily pun mengambil tas punggungnya.
"Oke, duluan, om," ucap Emily saat Om Wira membukakannya pintu mobil.
"Sukses, ya, nona," senyum Om Wira tampak tulus.
"Terima kasih, Om."
"Om tunggu di depan, ya."
"Ya, om."
Om Wira menatap kepergian Emily sampai masuk ke dalam mobil.
"Sukses, ya, nona," gumam Om Wira pelan sambil merapal do'a dalam hati.
Setelah itu baru dia pergi meninggalkan halaman perusahaan yang sudah go public itu.
Emily dengan tenang menemui resepsionis yang mbak mbaknya sudah tersenyum manis padanya.
"Mau ketemu siapa, nona?"
"Saya....," agak terjeda juga ucapannya.
"Saya Emily, mau bertemu Tuan Nathan. Udah janji dengan Tuan Juhandono." Bodoh amat dengan kosa katanya yang berantakan.
"Ooh... Nona putri Tuan Juhandono.... Mari nona, saya antar," ucap salah satu mbak resepsionis dengan lebih santun lagi.
"Iya, mbak." Emily selalu sungkan mengenalkan dirinya sebagai anak papanya.
Sepertinya mbaknya memang sudah menunggunya.
Emily hanya diam saja selama di dalam lift. Begitu juga mbaknya.
Akhirmya mereka tiba di lantai tertinggi.
TOK TOK TOK
"Sebentar, nona," ucap mbaknya setelah membuka pintu.
Emily menganggukkan kepalanya saat mbaknya masuk duluan.
Nggal lama kemudian, mbaknya keluar dari ruangan itu.
"Silakan, nona. Tuan Nathan dan putra kembarnya sudah menunggu di dalam."
"Terimakasih."
"Sama sama, nona.".
Emily mulai melangkahkan kakinya memasuki ruangan degan penuh rasa percaya diri.
Dia tersenyum pada laki laki paruh baya yang seumuran papanya.
Tapi senyumnya surut saat melihat laki laki kurang ajar yang berdiri di samping laki laki paruh baya itu dan juga laki laki yang sedang duduk dengan sebelah tangan yang mengompres pipinya.
MEREKA ADA DUA?
DEG DEG DEG
Emily bergeming dan jantungnya ngga bisa kompromi.
Ucapan mbaknya tadi terngiang kembali di telinganya.
Putra kembarnya?
Tuan Nathan, sih, menatapnya ramah. Tapi kedua laki laki kembar ini, terutama yang sudah dia tampar, menatapnya sangat tajam.
Kelihatan sinar penuh dendam memancar dalam sorotan matannya.
Siapa yang sudah menciumnya? Kini prasangkanya beralih pada si kembar yang satunya lagi.
Spontan Emily merasa kalo dia sudah salah memberikan hukumannya.
'Emily, ya?" ucap Nathan membuat Emily melangkahkan kakinya lagi mendekat.
"Iya, pak."
"Panggil, om, aja."
"Eh, i iya. Om."
Nathan tersenyum.
"Kenalkan ini putra putra, om. Ini Deva, yang ini Dewa."
Emily mengangguk kaku.
"Oh iya. Om mau lihat desainnya."
Emily mengambil beberapa kertas yang merupakan hasil desain yang sudah dia cetak.
"Ini Om."
"Oke." Setelah menerimanya, Nathan mulai mengamatinya.
"Ini flashdisknya om."
"Kasih ke Dewa aja. Biar sekalian dilihat di laptop."
Waduh.
Jantung Emily semakin berdegup keras.
Laki laki yang menatapnya sangat tajam iru menerima flashdisk dari dirinya dengan tangannya yang lain. Karena tangan yang satunya tetap saja memegang kompres di pipinya.
Deva yang sejak awal kaget ngga kepalang melihat kehadiran Emily, saling lirik dengan Dewa.
Bahkan kompresan di tangan Dewa hampir jatuh tadi.
Ketika tatap perempuan itu beralih tajam padanya, dia sadar, dia ngga akan selamat nanti.
Perempuan itu sudah tau, batinnya ngeri. Spontan dia memegang pipinya.
"Kamu kenapa, Deva?" tanya Nathan heran melihat putra tengilnya yang tampak resah.
"Eng.... enggak apa, dad," ucapnya agak gugup
Gara gara tatapan marah Emily membuat daddynya jadi curiga.
"Desainnya bagaimana, Dewa?' tanya Nathan mengalihkan tatapnnya pada putranya yang sudah mulai memeriksa flashdishnya.
Emily jadi deg degan juga menunggu komentar dari laki laki yang dia yakini pasti masih sangat marah padanya.
"Bagus, Dad."
Emily agak terpana mendengarnya. Ngga nyangka kalo.laki laki salah sasarannya ngga menjatuhkan harga diri desainnya di depan daddynya.
"Kalo menurut kamu, Dev? Bagaimana?" tanya Nathan pada putra tengilnya yang tampak aneh gerak geriknya.
"Em...."
Tatap Deva beradu dengan tatap Emily yang seolah siap memotong motongnya jadi irisan irisan kecil.
"Bagus, dad," ucapnya cepat.
Emiliy masih menatapnya sengit walaupun laki laki itu sudah memuji desainnya.
"Daddy juga berpikir begitu," ucap Nathan.
"Terima kasih, Om."
Nathan tersenyum.
"Ohya, Emily, Om bisa minta tolong kamu buatkan desain rumah di pedesaan? Lengkap ada kebunnya, dan juga kandang kuda? Tenang, om bayar dengan harga tinggi," ucap Nathan panjang lebar.
Kedua putranya saling pandang, karena baru dengar tentang rencana ini.
"Daddy beli tanah lagi?" tanya Deva cepat
"Sssttt...., ini masih rahasia. Buat kejutan ulang tahun mami kamu," senyum Nathan melebar.
Huuu.... Daddynya memang bucin akut.
"Desainnya bisa jadi dalam waktu seminggu? Nanti Om kirimkan foto foto tanahnya."
"Bisa, Om."
"Om akan bayar lebih tinggi lagi dari pada desain rest area."
Tanpa disadarinya senyum Emily semakin lebar.
"Tapi, kan, belum tentu desain saya sebagus ekspetasi,Om Nathan. Saya masih belajar, Om."
Dia ngga mau rekan bisnis papanya kecewa.
"Om percaya sama kamu."
Emily sempat terpana mendengarnya. Ada perasaan haru yang memggelitik hatinya.
Dia jadi teringat papanya yang juga sangat percaya dengannya.
"Kalo begitu, dua hari ke.depan saya akan kirimkan konsepnya buat om koreksi."
"Dua hari? Yakin?" Deva menatap Emiliy ngga yakin.
Dewa juga menatap ngga percaya.
Bukannya dia suka ke club? Apa.dia akan menambahkan bar juga dalam desainnya? Kekeh Dewa mengejek dalam hati.
"Saya akan serahkan dalam dua hari ke depan. Kalo Om udah suka konsepnya, saya akan lebih mudah mengembangkannya," jawabnya tanpa peduli.dengan tatapan meremehkan dari kedua laki laki kembar di depannya ini.
"Om suka dengan semangat kamu," kekeh Nathan memuji.
"Om, kalo gitu saya ijin pulang dulu."
"Sebentar."
"Ketikan nomer kamu." Nathan memberikan ponselnya.
Dengan cepat Emily mengetikkan nomernya.
Setelah Nathan menerimanya, Nathan pun mengirimkan foto foto tanah yang akan dieksekusi oleh putri relasinya.
Emiliy dengan cepat memeriksanya begitu ada beberapa notif pesan yang masuk.
"Oke, Om." Entah mengapa hatinya sangat senang melihat lokasi tanah itu.
Pasti adem banget, batinnya.
"Oh ya, kemarin malam kenapa kamu ngga ikut orang tua dan saudara perempuan kamu?"
Lagi clubbing, dad, lapor Deva dalam hati.
"Sa... Saya ada kegiatan dengan teman teman, Om," bohongnya dan dia langsung merasa bodoh dan mangkel melihat reaksi kedua kembaran itu.
"Oooh..... Kegiatan dengan teman teman," komen Dewa tiba tiba bersuara. Tapi tatapnya tetap fokus ke arah layar laptop.
"Kegiatan apa?" tanya Deva seakan akan ngga tau, padahal Emiliy dapat merasakan ejekannya.
Hampir saja dia mendengus saling kesalnya.
Aku laporkan aja, apa ya, kelakuan si kurang ajar ini, batin Emily dengan lirikan kesalnya.
Bahkan laki laki yang udah jadi salah sasaran tamparannya itu juga ikut mengejeknya.
Mau ditampar lagi? Batinnya kesal.
"Kerja kelompok," sahutnya menahan kesal.
"Ooo... Kerja kelompok," sahut Dewa dan Deva berbarengan. Bahkan keduanya pun menampilkan ekspresi menyeringai dan menahan tawa.
Emiliy hampir saja melepas sepatunya untuk dilemparkan pada keduanya.
Sementara Nathan menatap ketiganya bergantian dengan curiga.
Mereka sebenarnya udah saling kenal?
DevaVina sama2 Suka
Om Ocong Vs Mbak Kunti ngasih Iklan
emang. kamu tu aneh Deva...
baru nyadar...????
🤣🤣🤣🤣🤣
Aaron modusin Nagita
Om Ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan