Caroline Blythe Berasal dari keluarga Broken Home dengan ibu yang harus masuk panti rehabilitasi alkohol. Hidup sebatang kara tidak punya kerjaan dan nyaris Homeless.
Suatu ketika mendapat surat wasiat dari pengacara kakeknya bahwa beliau meninggalkan warisan rumah dan tanah yg luas di pedesaan. Caroline pindah ke rumah itu dan mendapatkan bisikan bisikan misterius yang menyeramkan.
Pada akhirnya bisikan itu mengantarkan dirinya pada Rahasia kelam sang kakek semasa hidup yang mengakibatkan serentetan peristiwa menyeramkan yang dialaminya di sana. Mampukah Caroline bertahan hidup di Rumah tersebut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leona Night, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertolongan di Tengah Hujan
Caroline bergegas meninggalkan rumah Nenek Luisa. Hari sudah mulai gelap dan cuaca mendung. Sepertinya sebentar lagi akan hujan. Kilat menyambar ke sana ke mari
Laap ….laaap …laaap menambah suasana sore menjelang malam itu makin mencekam. Angin berhembus kencang. Untunglah Caroline mengenakan Jaket. Dia merapatkan jaketnya setiap kali ada hembusan angin menerpa tubuhnya yang mungil. Untung tadi dia sudah mengisi perutnya dengan kopi panas dan kue yang disuguhkan Nenek Luisa.
Tiba di jalan yang sepi menuju rumah kakeknya, tiba tiba Petir menyambar dengan kencang diikuti kilat yang berbunyi seperti kembang api. Suaranya seperti jatuh di tengah ladang tebu yang ada di sisi sebelah kiri. Sementara sisi kanan adalah sungai kecil yang mungkin saja airnya akan meluap jika hujan jatuh dengan deras.
Caroline mempercepat langkahnya, dia mulai merasa ketakutan. Angin dingin kembali berhembus kearahnya, kali ini seperti membawa aroma wangi Cedarwood yang sangat kuat. Tiba tiba di depan sana dia melihat ada Motor yang datang ke arahnya, karena silau dengan lampu sorot motor itu, Caroline menyilangkan tangannya kedepan wajahnya untuk menghalangi sinar motor terlalu masuk menusuk matanya.
“Hai Nona, malam malam seperti ini kau mau kemana?” ujar pengendara Motor itu.
“Ehmm aku mau pulang ke rumahku yang ada di ujung jalan ini,”
“Mari aku antar, Namaku Charles, malam ini hujan akan segera turun, sebaiknya kau ikut denganku. Jangan takut, aku bukan orang jahat. Kau aman bersamaku nona,”
Caroline menggeleng ingin menolak ajakan Charles, tetapi tak lama kembali Guntur menggelegar dan petir pun bersahutan serta kilat menyambar Dahan pohon yang ada di dekat mereka.
“Ayolah, ini mau akan ada badai, cepat naik motorku,” teriak Charles,
Dan benar saja, begitu Caroline naik ke Motor Charles, hujan turun dengan derasnya disertai angin yang menderu deru mengeluarkan suara seperti dengungan keras.
Charles segera melaju motornya dan tak berapa lama tibalah mereka di rumah Reginal Ashbourne. Begitu sampai Charles segera memarkir motornya dan mengikuti Caroline masuk ke teras rumah tua itu.
“Woohoo Hujan ini sangat deras nona, lihat banyak ranting pohon patah”
“Mari masuk, jangan di teras saja, ini hujan angin, nanti pakaian mu tambah basah,” ujar Caroline pada Charles.
Sesampainya di dalam rumah, Charles membersihkan air yang membasahi pakaiannya. Sementara Caroline masuk ke dapur membuat teh hangat untuk mereka berdua.
“Minumlah teh hangat ini Charles, “
“Terimakasih, Nona,.....”
“Caroline , panggil aku Caroline,” sahut Caroline dengan gugup
“Terima Kasih nona Caroline,”
Charles menerima tehnya dengan tersenyum lalu meminumnya. Sementara Caroline mencuri pandang memperhatikan Charles.
“Ehemm…kau tinggal di mana Charles?”
“Aku tinggal tak jauh dari sini. Di desa sebelah, aku baru saja pulang dari rumah temanku. Aku mengerjakan ladangnya.”
“Owh ok ok”
Charles berkali kali mengibaskan air dari bajunya. Caroline merasa kasihan lalu menawari baju ganti pada Charles,
“Apakah kau butuh kaos untuk berganti pakaian? Nanti aku ambilkan tungku geser, kau bisa memanaskan bajumu di tungku geser. Sementara kau pakau kaos,”
“Terimakasih Nona Caroline, aku tidak butuh kaos, namun kalau boleh kau bisa bawa tungku geser mu kemari, sehingga aku bisa mengeringkan bajuku,”
“Baiklah,” ujar Caroline.
Caroline membawa tungku geser atau kompor portable yang biasa dia pakai waktu di Apartemennya di london dulu. Diatas kompor itu lalu diberi penutup lempeng seng atau logam sehingga baju bisa dijemur dengan cara digantung diatasnya.
Charles melepas bajunya, sehingga dia hanya mengenakan kaus singlet saja. Lalu menggantung bajunya diatas kompor itu. Caroline terkesima dengan tubuh Charles yang kekar dan atletis. Namun dia segera mengalihkan pandangannya.
Mereka pun duduk berdua dan ngobrol tentang banyak hal.
“Apakah kau sudah berumah tangga Charles?” tanya Caroline
Charles tampak terperangah dengan pertanyaan itu. Lalu dia menjawab, “Tidak, aku belum pernah berumah tangga. Aku masih fokus bekerja. Dulu aku pernah punya pacar, namun kemudian dia pergi meninggalkanku,”
“Kau sendiri bagaimana Nona Caroline?”
“Panggil saja aku Caroline. Aku dulu pernah punya pacar dan hampir menikah. Tetapi kemudian gagal karena ibunya tidak setuju punya menantu miskin seperti diriku.” jawab Caroline dengan senyum pahit.
“Maaf kan aku, aku tidak bermaksud mengingatkanmu pada hal hal yang menyakitkan,”
“ oh Tidak, itu bukan Masalah, aku sudah bisa menerimanya dengan lapang dada,”
“Lalu bagaimana dengan pacarmu itu? Apakah dia meninggalkanmu?”
“Lebih tepatnya aku meninggalkan dia, karena perkataan ibunya menyakiti perasaan ku dan ibuku. Kami berpisah baik baik, tetapi dia masih sering memintaku kembali. Hanya saja aku sudah trauma dan tidak mau sakit untuk kedua kalinya,”
Charles mengangguk, tanda dia paham apa yang caroline ceritakan dan rasakan.
“Kita tampaknya senasib Caroline, sepertinya nasib belum berpihak pada kita masalah perjodohan,”
“Ya sepertinya begitu,”
Hujan diluar bukannya makin reda, tapi makin menjadi, Bahkan kilat pun masih berkali kali menyambar tanpa henti.
“Sepertinya aku harus menerobos hujan ini Caroline. Ini sudah pukul 9 malam dan hujan belum juga reda. Apakah kau punya mantel jas Hujan? Bolehkah aku pinjam? “
Tiba tiba Caroline ingat Jas Hujan Hans yang menggantung di kamar belakang dekat kamar mandi.
“Sepertinya ada, tetapi itu jas hujan tua. Aku tidak tahu apakah masih berfungsi dengan baik atau tidak. Coba aku ambil sebentar.”
Caroline masuk dan mengambil jas hujan itu. Tak lama dia kembali keluar dan memberikan jas hujan itu pada Charles. Untungnya pas.
“Baiklah Caroline, aku pamit dulu. Kunci pintunya begitu aku keluar dan jangan biarkan siapapun masuk. Ok?”
Caroline tersenyum mendengar perkataan Charles. Dia teringat dengan Harry, tapi segera ditepisnya perasaan itu jauh jauh.
Charles segera menyalakan motornya dan melaku meninggalkan Caroline menembus hujan badai yang belum menunjukkan tanda akan reda.
*****
Pagi itu suasana di sekitar rumah tua milik Reginald masih sangat sepi. Matahari menerobos masuk melalui celah jendela di kamar Caroline, meninggalkan semburat cahaya warna warni karena menimpa kaca kecil yang ada diatas meja rias Caroline.
Caroline dengan malas beranjak dari tempat tidurnya. Dia pergi kekamar mandi untuk membersihkan diri. Waktu masih menunjukkan pukul 6 pagi. Caroline menguap lebar dan melirik ke arah jam dinding yang tak jauh dari tempatnya duduk.
“Masih terlalu pagi untuk berangkat ke toko Roti nenek Luisa,” ujarnya dalam hati.
Dia bergegas ke dapur, mencuci semua alat makan dan merapikan meja makan. Setelah itu membersihkan ruang tamu. Aroma Cedarwood yang sangat kuat kembali menyengat hidungnya.
“Hemmm Aneh, selalu saja aroma ini muncul,” ujar Caroline dalam hati.
Lalu dibukanya pintu ruang tamu untuk pergi ke arah teras. Baru saja kakinya akan melangkah, dilihatnya di depan tangga teras depan terlipat rapi Jas hujan yang dipinjam Charles semalam, diatasnya ada tulisan “ Thank You” dan sekuntum mawar merah.
Caroline tersenyum, diambilnya jas hujan, ucapan terimakasih dan mawar merah itu. Lalu caroline menempatkan bunga itu pas vas kecil yang dia miliki dan menaruhnya di meja kecil yang terletak di pojok kamar tamu. Senyum kecil menghiasi bibirnya.
“Andai aku bertemu dengannya lagi, pasti aku akan ajak dia minum teh. Nanti aku siapkan kue yang terbaik dari toko kue Nenek Luisa dan teh jahe hangat sambil mengobrol di teras depan. Hem romatis,” gumam Caroline dalam hati.
Namun segera ditepisnya lamunan itu, “Sudahlah Caroline, kau ini masih dalam masa terapi PTSD, jangan suka ber halusinasi. Benahi dulu hidupmu dan cari kerja untuk bisa mensupport kehidupan mu dan ibumu,”
Caroline pun mengangguk lirih, lalu dia berjanji pada dirinya sendiri, untuk berjuang agar bisa mendapatkan pekerjaan dan menjadi tonggak keluarga, setidaknya untuk dirinya dan ibunya.
*******