Separuh Jiwaku Pergi

Setelah berpisah dari Jayden dan Anita melakukan perawatan tubuh, Anita tidak melihat batang hidung Jayden lagi sampai dia menutup mata. Bahkan Anita juga mematikan ponselnya agar kakak dan ibunya tidak menghubunginya. Hanya sebuah pesan yang dikirimkan Anita kepada sang kakak.

"Jangan mencariku Mas, aku baik-baik aja. Aku akan datang besok. Sampaikan kepada ibu, jangan mengkhawatirkan aku. "

Itulah isi pesan yang di kirim Anita kepada kakaknya sebelum dia mematikan ponselnya.

Di rumah sakit, Bu Laksmi merasa bahagia karena pada akhirnya anak laki-laki nya datang. Dia akan merasa aman jika anak laki-lakinya ada disana. Karena akan ada yang menjaganya dan Anita.

"Kamu dari mana aja, Ndri? ayahmu–." Bu Laksmi sudah tak sanggup lagi menjelaskan apa yang terjadi pada suaminya.

"Sudah, nggak apa-apa bu. Aku ada disini." Kata Andri memeluk ibunya.

"Dimana adikmu? kok kamu pulang sendiri? " tanya bu Laksmi saat menyadari tidak ada anak perempuannya disana.

"Aku nggak tau, bu. Tadi saat aku telpon katanya dia sedang di suatu tempat. Dan kita tidak perlu khawatir. " ujar Andri menyembunyikan rasa khawatirnya

"Gimana, nggak khawatir. Adikmu perempuan, ini sudah malam. Ibu takut dia kenapa-napa. "

Saat mereka berbincang barulah Andri mendapatkan pesan dari adiknya, yang mengatakan agar mereka tidak perlu khawatir. Namun saat Andri menelpon balik, nomor ponsel Anita sudah tidak bisa di hubungi lagi.

"Bagaimana? " tanya bu Laksmi semakin khawatir.

"Nggak nyambung bu. Kita tunggu besok saja ya. Kata Anita dia besok akan kemari. Jadi ibu tidak perlu khawatir. " kata Andri mencoba menghilang rasa khawatir ibunya.

"Tapi–, "

"Kita coba percaya pada Anita ya, bu. Dia sudah besar dan aku rasa dia sudah bisa menjaga dirinya. Dia bilang kalau dia baik-baik saja. itu artinya dia baik. Sekarang ibu istirahat dulu, pakai selimutnya ini sudah malam. Aku akan menjaga ibu. " ujar Andri mencoba membujuk ibunya.

Bu Laksmi pun menurut dan mulai merebahkan kapalnya di pangkuan sang anak, mencoba memejamkan mata dan menghilang perasaan khawatirnya terhadap si bungsu, walau rasa itu tidak sepenuhnya hilang.

Keesokan harinya di rumah Jayden, pria tampan itu sudah turun dengan pakaian jas rapi, tapi kali ini ada yang berbeda. Entah apa yang membuatnya berbeda.

"Bibi Elly, apa Anita sudah sarapan? " tanya Jayden kepada kepala kepala pelayan.

"Sudah, Tuan. Sebelum dirias, saa sudah meminta nona Anita untuk dirias terlebih dulu. Agar nanti malem upnya tidak luntur." ujar Bibi Elly.

"Bagus, lalu apa dia sudah siap? " tanya Jayden lagi.

"Tinggal sedikit lagi Tuan. Semua persiapan akan selesai. "

"Bagus."

Jayden pun memulai sarapannya dengan tenang dan sesekali memeriksa pesan di ponselnya. Karena dia juga menunggu pesan dari asistennya tentang persiapan pernikahannya yang akan berlangsung nanti.

"Semua beres, Tuan. Saya sudah mendaftarkan pernikahan anda dengan Nona Anita. Hanya kita memerlukan wali dan saksi dari pihak Nona Anita. seorang penghulu akan ikut sebagai saksi. Dan surat pernikahan kalian akan jadi dalam beberapa hari lagi. " ujar Adam asisten Jayden.

Sebuah senyuman tersungging indah di wajah Jayden, senyuman yang tidak pernah dilihat siapapun. Bahkan Elly sendiri baru pertama kali melihat senyuman itu setelah dua puluh tahun menjaga tuan muda itu.

"Bagus, bagus sekali. " gumam Jayden lalu menutup ponselnya dan kembali fokus menghabiskan sarapannya.

Setelah makanannya habis Jayden kembali membuka ponselnya dan menghubungi Adam untuk memberikan perintah selanjutnya kepada asistennya itu.

"Ada apa, Tuan. "

"Kau jemput kakak Anita di rumah sakit. Dia harus menjadi wali dari Anita. " perintahnya kepada Adam

"Baik, saya akan ke sana. "

Setelah panggilan di tutup Jayden berniat untuk melihat persiapan Anita. Tapi belum juga sampai di kamar Anita dia sudah melihat wanita itu keluar dengan balutan kebaya putih yang sangat pas di tubuhnya.

Tubuh Jayden diam mematung saat melihat wanita yang akan dia nikahi dalam beberapa jam lagi itu terlihat sangat cantik. Tanpa make up saja wajah Anita terlihat cantik, apalagi saat ini dia dibalut dengan make up natural yang menghiasi wajahnya. Anita terlihat lebih cantik dan segar.

"Tuan, tugas kami sudah selesai. Kami permisi. " ujar MUA yang merias Anita.

"Ah, iya. kalian boleh pergi. Terima kasih atas kerja kerasnya." ujar Jayden yang tersadar dari lamunannya.

Jayden perlahan mendekati Anita yang terdiam dengan gugup. Entah apa yang dirasakan oleh Anita saat ini. Antara malu, gugup dan entah apa lagi yang dia rasakan.

"Cantik sekali, seperti inilah istri seorang Jayden seharusnya. " ucap Jayden saat berhenti tepat di hadapan Anita.

Anita hanya terdiam dengan mengepalkan tangannya memegangi kebaya yang dia pakai. Ingin marah pun dia tidak bisa, mau mundur apa lagi. Yang ada dia harus maju dan menikah dengan pria dihadapannya saat ini.

"Apa kakakku akan datang? " tanya Anita gugup.

"Tentu saja, aku sudah menyuruh asistenku untuk menjemputnya. Tanpa kakakmu mana mungkin kita bisa menikah. " ucap Jayden dengan senyuman miringnya, senyuman yang selalu dia tunjukkan kepada semua orang.

"Ayo, kita berangkat. Semua orang sudah menunggu kita." Jayden langsung menggamit tangan Anita dan membawanya keluar dari rumah dan masuk ke dalam mobil.

Mereka berdua segera menuju ke tempat pernikahan tempat mereka melakukan akad yang sudah di siapkan oleh Adam. Hanya membutuhkan waktu lima belas menit saja mereka berdua sudah sampai di tempat tujuan.

Anita sangat terkejut saat mereka berhenti di sebuah masjid, bukan di Kantor Urusan Agama seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang ingin menikah dadakan.

Mereka juga sudah di tunggu oleh beberapa orang berdasi. Entah siapa, Anita tidak mengenal mereka sama sekali. Yang dia tau disana hanya Jayden yang saat ini sedang menggenggam erat tangannya.

"Selamat datang Tuan. " ujar mereka bersamaan dengan begitu hormat, walau Jayden lebih muda dari mereka.

"Apa semua persiapan sudah selesai?" tanya Jayden.

"Sudah, Tuan. Ada kejutan di dalam sana untuk anda. Anda pasti akan merasa senang dan kebahagiaan anda hari ini akan semakin sempurna."

"Benarkah,aku tidak sabar menunggu kejutanku. Baiklah, ayo kita masuk. "

Setelah melepas alas kakinya, Jayden yang masih menggenggam tangan Anita segera membawanya masuk kedalam masjid mewah yang baru pertama kali ini Anita menginjak kakinya disana.

Sebelumnya dia tidak pernah tau ada masjid mewah ini di daerah sana. Dan baru kali pertama ini Anita masuk kedalamnya. Sungguh mewah, bahkan interiornya sangat berkelas. Entah berapa biaya yang dikeluarkan untuk membangun masjid itu.

Saat langkah mereka semakin dekat, mata Anita dan juga Jayden sama-sama membulat saat mengetahui orang-orang yang ada disana.

"Kakek–"

"Kakak, ibu– "