Dalam hidup, cinta dan dendam sering kali berdampingan, membentuk benang merah yang rumit. Lagu Dendam dan Cinta adalah sebuah novel yang menggali kedalaman perasaan manusia melalui kisah Amara, seseorang yang menyamar menjadi pengasuh anak di sebuah keluarga yang telah membuatnya kehilangan ayahnya.
Sebagai misi balas dendamnya, ia pun berhasil menikah dengan pewaris keluarga Laurent. Namun ia sendiri terjebak dalam dilema antara cinta sejati dan dendam yang terpatri.
Melalui kisah ini, pembaca akan diajak merasakan bagaimana perjalanan emosional yang penuh liku dapat membentuk identitas seseorang, serta bagaimana cinta sejati dapat mengubah arah hidup meskipun di tengah kegelapan.
Novel ini mengajak pembaca untuk merenungkan arti sebenarnya dari cinta dan dampaknya terhadap kehidupan. Seiring dengan alunan suara biola Amara yang membuat pewaris keluarga Laurent jatuh hati, mari kita melangkah bersama ke dalam dunia yang pennuh dengan cinta, pengorbanan, dan kesempatan kedua.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susri Yunita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 7. Peringatan Untuk Dante
Setibanya di depan sebuah pintu besar yang tampak tua, Dante berhenti sejenak, meletakkan tangannya di gagang pintu yang terlihat usang namun kokoh. Ia menoleh pada Amara, tatapannya yang dalam membuat Amara merasa terperangkap. “Aku ingin kau melihat sesuatu,” katanya pelan, sebelum mendorong pintu tersebut perlahan, membuatnya terbuka dengan suara berderit dengan berat.
Di dalam ruangan itu, bayangan samar dari cahaya yang menyelinap melalui celah jendela menyinari beberapa benda antik yang tertata rapi. Amara menggigit bibirnya, mencoba menahan kegugupannya. Apa yang Dante inginkan? Dan mengapa ia membawanya ke tempat yang terasa asing ini?
Dante berjalan ke salah satu sisi ruangan, mengeluarkan sebuah kotak kayu kecil yang tampak kuno. “Aku jarang membawa orang ke sini. Ini tempat yang penuh kenangan,” bisiknya, sembari mengusap lembut kotak kayu tersebut, matanya sedikit melunak saat menatap kotak itu. “Tapi entah kenapa, aku ingin kau melihatnya.”
Amara merasa beban berat di dadanya, berbagai pertanyaan berputar di benaknya. Apa maksud Dante? Dan kenangan apa yang tersimpan di tempat ini?
Dante menggiring Amara ke sudut ruangan, tempat sebuah biola antik tersimpan dalam kotaknya yang usang. Biola itu tampak elegan namun penuh kenangan, dan Amara bisa merasakan adanya cerita yang dalam di balik instrumen tersebut. Tanpa berkata-kata, Dante mengambil biola itu dan mengulurkannya pada Amara, isyarat halus yang memintanya untuk memainkan sebuah lagu.
"Mainkan sesuatu untukku," bisik Dante, suaranya lembut namun sarat makna. Ada keinginan mendalam di sorot matanya, dan Amara dapat melihat ketulusan yang tersembunyi di balik keteduhan itu. Awalnya, ia ragu. Momen ini begitu personal, begitu intim, namun ia tak bisa menolak permintaannya.
Dengan perlahan, Amara menerima biola itu. Ia menyesuaikan posisinya, menekan dagunya di atas sandaran biola, dan dengan hati-hati, ia mulai menggesek dawai pertama. Suara lembut meluncur memenuhi ruangan, mengalun dengan ritme yang lambat namun menggetarkan. Amara memilih melodi lembut, melodi yang mampu menggugah hati tanpa kata-kata.
Dante tak pernah melepaskan pandangannya dari istrinya tersebut. Setiap nada yang dihasilkan Amara seolah merasuk ke dalam dirinya, membuat dunianya berhenti sejenak. Dalam ruang yang penuh dengan barang-barang bersejarah dan kenangan masa lalu, Amara adalah satu-satunya hal yang nyata di hadapannya. Ia terpaku, terpesona oleh ketulusan yang tersirat dalam setiap gesekan senar biola tersebut.
Ketika lagu mencapai klimaksnya, Amara menutup matanya, membiarkan emosinya mengalir sepenuhnya melalui permainan itu. Ia lupa pada dendam yang ia bawa, pada misinya yang belum terselesaikan. Yang tersisa hanyalah perasaan damai dan indah di ruangan itu, seolah hanya ada dia dan Dante.
Begitu lagu usai, Amara membuka matanya perlahan, dan melihat Dante menatapnya dengan tatapan yang lembut dan penuh penghargaan. "Amara," Dante berkata, suaranya serak oleh emosi yang tak bisa ia sembunyikan, "kau tak hanya memainkan musik... kau menyentuh hati orang."
Amara tersenyum tipis, "Aku tidak tahu bahwa biola itu sangat berarti bagimu," kata Amara pelan, mencoba mengalihkan perasaan aneh yang membuncah di dadanya.
Dante mengangguk, menatap biola yang sekarang berada di tangannya. "Ini adalah biola ibu. Ia selalu bermain untukku saat kecil, semua barang di sini miliknya. Setelah kepergian ibu, ini kali pertama aku berani melihat biola kesayangnya ini lagi."
Mendengar itu, Amara merasa ada sesuatu yang pecah di dalam hatinya. Dendam yang ia bawa terasa seperti beban yang sedikit melunak. Kenangan Dante yang tersisa di ruangan ini adalah sesuatu yang begitu pribadi, sesuatu yang membuatnya melihat sisi yang lebih dalam dari pria yang selalu terlihat keras dan tak tergoyahkan itu.
"Terima kasih karena sudah mempercayakan ini padaku," bisik Amara, masih terpesona oleh keheningan mendalam yang tercipta di antara mereka.
“Lain kali, kau boleh berkunjung ke sini kapanpun kau mau,” Dante menawarinya dengan tulus.
Dante terdiam sejenak, tatapannya intens namun penuh rasa ingin tahu. Saat ia mendekat, atmosfer di antara mereka terasa berubah—penuh ketegangan, namun juga kehangatan. Dante tampak seperti akan mengatakan sesuatu yang penting, tetapi seakan ragu-ragu, bibirnya terkatup kembali.
Ketegangan itu membangun rasa penasaran di dalam diri Amara, namun sebelum Dante sempat melanjutkan, langkah kaki terdengar dari luar ruangan. Dante langsung berbalik, tatapannya berubah tajam, dan Amara dengan cepat mengembalikan biola ke kotak kayu, ia khawatir itu adalah Nyonya Lurent.
Pintu terbuka sedikit, dan suara pelayan terdengar, memberitahu bahwa Nyonya Laurent mencari Dante.Situasi mendadak berubah, dari tenang dan penuh keintiman menjadi sebuah ketegangan oleh pesan mendesak tersebut. Ekspresi di wajah pelayan itu pun menambah kesan bahwa sesuatu yang besar sedang terjadi, membuat Amara dan Dante merasa bahwa ada hal serius yang menanti mereka.
Dante menggenggam tangan Amara, memberi isyarat agar istrinya tersebut tetap tenang. "tunggu aku di sini," bisiknya lembut.
Dante lalu meninggalkan ruangan dengan raut tak sepenuhnya tenang, ia meninggalkan Amara yang masih di dalam bayangan nada-nada biola yang baru saja ia mainkan. Pikirannya campur aduk antara perasaannya terhadap Dante dan rasa penasarannya tentang apa yang ingin disampaikan oleh Nyonya Laurent.
Dante melangkah perlahan menuju ruang kerja Nyonya Laurent, dinding-dinding besar penuh lukisan nenek moyang Laurent yang menatapnya dengan dingin seakan ingin mengingatkannya akan tanggung jawab yang ia pikul sebagai pewaris keluarga. Sesampainya di depan pintu, ia menarik napas dalam, mengetuk pelan, dan masuk setelah mendengar suara Nyonya Laurent yang tegas mengizinkan.
Di dalam, Nyonya Laurent duduk di kursi berlapis beludru yang tinggi, dengan tatapan tajam yang tak memberikan ruang bagi bantahan apapun.
"Dante," suaranya lembut namun penuh kendali. "Aku memperhatikan kedekatanmu dengan Amara belakangan ini, dan aku ingin mengingatkanmu bahwa pernikahanmu dengannya adalah untuk kepentingan Nico dan Alessia. Ingat, ini hanya sementara."
Dante menatap neneknya, rahangnya mengeras. "Sementara? Nenek, aku..."
Nyonya Laurent memotongnya. "Ya, sampai Nico cukup mandiri dan Alessia pulih sepenuhnya. Setelah itu, kau akan menjalankan kewajibanmu dengan menikahi wanita yang telah kupilihkan. Seseorang yang sesuai dengan kedudukan dan reputasi keluarga Laurent."
“Nenek…?!”
“Kau masih ingat dengan Mia, bukan? Teman masa kecilmu? Minggu depan dia pulang dari Amerika dan memimpin Perusahaan Iskandar” Nyonya Laurent memotong ucapan Dante yang mencoba meninggikan suaranya.
Hati Dante berdebar, merasa seperti semua keputusan hidupnya telah dikendalikan dan diatur tanpa pertimbangan perasaannya. Meski awalnya ia menerima pernikahan dengan Amara demi keluarga, kini perasaan lain mulai tumbuh, yang tidak bisa ia abaikan begitu saja.
"Dante, aku tak ingin melihatmu terjebak perasaan yang seharusnya tidak ada. Ingatlah posisimu dan semua yang telah kita bangun untuk masa depan keluarga ini," lanjut Nyonya Laurent, pandangannya dingin. "Amara mungkin cocok untuk Nico saat ini, tetapi dia bukan pasangan yang pantas untukmu di masa depan."
Dante terdiam, seolah menyembunyikan sebuah rencana besar...