Aluna Aurelia Pradipta memimpikan keindahan dalam rumah tangga ketika menikah dengan Hariz Devandra, laki-laki yang amat ia cintai dan mencintainya. Nyatanya keindahan itu hanyalah sebuah asa saat keluarga Hariz campur tangan dengan kehidupan rumah tangganya.
Mampukan Aluna bertahan atau memilih untuk pergi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon echa wartuti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Makan Siang Bersama
Waktu sudah menunjukan pukul 1 siang, Aluna masih di butik. Ia sedang melayani pelanggan saat ia mendapatkan kejutan dari Hariz. Aluna tentu senang mendapatkan kejutan itu. Jarang-jarang pula Sang suami mengajak makan siang bersama.
"Kamu datang?" Aluna menyambut kedatangan Hariz.
"Kebetulan tadi bertemu klien di sini. Jadi aku mampir sekalian. Ayo makan siang sama-sama," ajak Hariz.
"Tentu, ayo. Tunggulah sebentar, aku ambil tas dulu," ucap Aluna senang.
Sambil menunggu kedatangan Aluna, Hariz berjalan melihat sekeliling. Tidak sengaja matanya melihat keberadaan Elgar, dia sedang bicara dengan Aluna. Cemburu, mungkin ada, tetapi Hariz tetap percaya diri. Dirinya tidak mungkin bersaing dengan seorang sopir.
Hariz ingin mendekati Aluna, tetapi sang istri lebih dulu berjalan ke arahnya.
"Maaf membuatmu menunggu," ucap Aluna.
"Elgar di sini?" tanya Hariz memandang Elgar dengan tidak suka.
"Ya, dia juga kadang membantu melayani pelanggan di sini," jawab Aluna. "Oh iya ada yang mau aku bicarakan denganmu," ucap Aluna.
"Ayo kita bicara sambil makan." Hariz merangkul pinggang Aluna secara posesif, tetapi pandangannya masih mengarah pada Elgar.
Aluna memilih restoran yang menyediakan makanan dari negeri sakura. Kedatangan mereka langsung disambut oleh pelayan di cafe tersebut. Aluna meminta tempat duduk di bagian sudut ruangan agar nyaman mengobrol dengan Hariz.
Hariz menarik kursi untuk Aluna lantas menarik kursi untuk dirinya sendiri. Keduanya duduk saling berhadapan di antara meja. Beberapa saat kemudian seorang pelayanan datang dan memberikan buku menu kepada mereka berdua.
"Kamu mau pesan apa?" tanya Hariz pada Aluna.
"Aku mau paket bento saja," jawab Aluna seraya membolak-balikan buku menu. "Untuk minuman aku mau air mineral saja," imbuh Aluna.
"Kamu sendiri, Mas?" tanya Aluna.
"Samakan saja," jawab Hariz.
"Baiklah." Pelayanan di restoran itu mencatat serta menyebut ulang pesanan Hariz dan Aluna. "Ada tambahan?" tanya sang pelayanan.
"Emm, mas boleh aku pesan desert?" tanya Aluna.
"Tentu saja. Pesan saja apa yang kamu mau," jawab Hariz.
"Aku mau es krim macha. Kamu mau?" tawar Aluna.
"Boleh," jawab Hariz.
"Baiklah itu saja." Aluna mengambil buku menu dari Hariz lantas memberikannya kembali pada sang pelayanan begitu juga dengan miliknya.
"Di tunggu pesanannya, Tuan, Nyonya." Pelayanan itu pergi setelahnya.
Sambil menunggu keduanya mulai mengobrol. Aluna menarik tangan Hariz yang ada di atas meja lantas mengenggamnya. Ia mengutarakan pada sang suami kegembiraannya mereka memiliki waktu berdua. Sudah jarang sekali mereka bersama setelah Aluna memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga juga karena konflik di dalam keluarga mereka.
Hariz menanggapi itu dengan senyuman. Laki-laki dengan sikap kaku itu tidak bisa banyak berekspresi. Hanya mengangguk lantas tersenyum. Namun tiba-tiba raut wajah Hariz berubah menjadi tegang saat ponselnya berdering menunjukkan ada notifikasi yang masuk ke dalam ponselnya. Hariz membuka pesan itu, ketegangan makin jelas terlihat di wajah Hariz dan hal itu terlihat oleh Aluna.
"Mas, kamu baik-baik saja ...?" tanya Aluna.
"Hmmm, ya," jawab Hariz gugup.
"Chat dari siapa. Wajahmu berubah tegang?" tanya Aluna lagi.
"Bukan dari siapa-siapa. Ini Dion yang chat. Ada sedikit masalah pekerjaan," jawab Hariz.
"Maaf aku tidak bisa membantumu untuk itu," sesal Aluna.
"Tidak masalah. Jangan terlalu dipikirkan." Hariz menyunggingkan senyumnya lantas meraih tangan Aluna dan mengusap punggung tangan perempuan berstatus sebagai istrinya itu dengan ibu harinya. "Oh iya, Aluna. Kamu tadi mengatakan akan membicarakan sesuatu denganku. Tentang apa?" tanya Hariz.
"Itu nanti saja. Kita bicarakan jika kita ada waktu luang lebih banyak lagi. Sebaiknya kita makan siang dulu." Aluna menarik tangannya yang digenggaman oleh Hariz karena makanan yang mereka pesan sudah datang.
"Pesanannya, Nyonya," ucap sang pelayanan lantas menyajikan makanan ke meja.
"Ya. Terima kasih," balas Aluna. Pandangan Aluna beralih pada Hariz. Ketegangan masih terlihat di wajah sang suami dan Aluna mencoba untuk ketegangan itu. "Ayo makan agar kamu memiliki energi. Aku tahu masalah sebesar apapun kamu pasti bisa menanganinya," ucap Aluna mencoba memberikan semangat untuk Hariz.
Hariz mengangguk dan tersenyum untuk merespon ucapan Aluna. Keduanya makan bersama dalam diam. Sesekali Aluna melihat ke arah sang suami yang terlihat bingung. Sebenarnya Aluna ingin menceritakan kepada Hariz mengenai aset yang diberikan padanya dan juga ide yang Elgar berikan. Namun melihat sang suami sedang ada masalah Aluna menundanya juga sisi hatinya yang lain merasa ragu untuk mengungkapkan aset itu. Apalagi saat Aluna teringat akan Camelia.
Saat Aluna sedang serius memerhatikan Hariz tiba-tiba ponselnya berdering hal itu sedikit mengejutkan dirinya. Aluna menaruh sendok lantas mengambil ponsel yang ada di dalam tasnya Ada nomor tidak dikenal menghubunginya.
"Siapa?" tanya Hariz.
"Nomor baru," jawab Aluna.
"Angkat saja! Barangkali itu penting," saran Hariz.
"Baiklah, sebentar." Aluna menekan tombol panggil lantas menempelkan benda pipih itu ke dekat telinganya. "Halo," sapa Aluna. "Dengan siapa?" tanya Aluna.
"Halo, Aluna. Saya Arleta."
"Tante Arleta."
"Ya, Sayang."
"Ada apa, Tante. Pesanan Tante sedang dalam proses. Aku usahakan secepatnya."
"Jangan pikirkan masalah itu. Bisa kita bertemu. Aku ingin mengobrol saja. Itupun jika kamu sedang tidak sibuk dan tidak keberatan."
Aluna tidak langsung menjawab. Ia berpikir sejenak.
"Baiklah, Tante Arleta kebetulan hari ini aku ada pekerjaan di luar. Kabari saja tempatnya," ucap Aluna.
"Baiklah, terima kasih, Sayang. Sampai ketemu."
Setelah itu panggilan berakhir. Aluna kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas kemudian melanjutkan makan.
"Siapa yang telepon?" tanya Hariz.
"Tante Arleta, Mas," jawab Aluna.
"Saudaramu? Aku tidak tahu kamu punya saudara bernama Arleta," tanya Hariz.
"Bukan, dia pelanggan baruku," jawab Aluna.
Aluna mengunyah kemudian menelan makanan itu dengan cepat. Ia tidak sabar untuk memberitahu siapa Arleta. Setelah Aluna minum, ia membenahi posisi duduknya sedikit mencondongkan tubuhnya agar dekat dengan Hariz.
"Mas, kamu tahu siapa Arleta tadi?" tanya Aluna.
"Memangnya siapa dia?" tanya Hariz biasa saja.
"Dia Nyonya Bramantyo, istri Adrian Bramantyo," jawab Aluna.
"Apa?" Suara Hariz cukup keras sebab terkejut dengan perkataan Aluna.
"Mas, pelankan suaramu. Banyak yang memerhatikan kita," tegur Aluna.
Hariz melihat sekitarnya benar saja beberapa orang melihat ke arah mereka. Bahkan beberapa dari mereka menunjukkan raut wajah sinis. Namun Hariz tidak peduli, ia lebih tertarik dengan cerita Aluna.
"Kamu tidak bercanda, 'kan?" tanya Hariz antusias.
"Ya dia mengajakku bertemu." Aluna menjawab seraya memakan es krim maca yang baru datang beberapa saat yang lalu.
"Aluna … ini mungkin bisa membantu aku menyelesaikan masalah yang sedang terjadi," ucap Hariz senang.
"Maksud, Mas?" tanya Aluna tidak mengerti.
"Aluna, jika aku bisa bekerja sama dengan Bramantyo grup, saham perusahaanku mungkin bisa naik," jelas Hariz. "Aluna tolong pertemuan aku dengan mereka. Mungkin kamu bisa mengatur makan malam untuk kita," pinta Hariz.
"Aku tidak janji. Tapi aku akan mencobanya jika memang itu bisa membantu masalahmu," jawab Aluna ragu. Meskipun begitu dirinya akan mencoba.
"Terima kasih, Sayang. Perasaanku sedikit lega," ucap Hariz seraya menarik napas lega.
Aluna merespon ucapan Hariz dengan senyuman, senyuman yang terkesan dipaksakan.
"Baiklah, aku harus segera kembali ke kantor. Dion juga sudah menungguku di tempat parkir," pamit Hariz.
"Ya, kamu hati-hati di jalan," pesan Aluna dibalas oleh Hariz.
"Baik, Sayang." Hariz mendaratkan kecupan di kening Aluna sebelum pergi dari restoran itu.
Aluna masih berada dan duduk di tempat yang sama setelah Hariz pergi. Dirinya mengirim pesan untuk datang ke tempat itu. Aluna yang merasa bosan memilih beranjak dari tempat duduknya memutuskan untuk menunggu Elgar di depan restoran.
"Maaf, membuatmu menunggu," ucap Elgar.
"Tidak masalah, ayo pergi," ajak Aluna yang langsung dianggukki oleh Elgar.
"Mau ke mana?" tanya Elgar yang berjalan di samping Aluna.
"Nyonya Arleta Bramantyo mengajakku bertemu," jawab Aluna.
"Hah, apa?" Elgar menghentikan langkahnya setelah mendengar nama itu.
Pasti Elgar pemilik hotel itu, dan dia menyukai Aluna. Syukurlah Luna belum punya anak dengan Hariz. Saya yakin setelah terbongkar kebusukan Hariz, perusahaannya akan hancur.
Thoor jika perceraian Aluna dan Hariz, cepet, atas bantuan Elgar, tak kasih nilai 5 bintang