Yasmina Salsabilla atau yang akrab dengan sapaan Billa ini mengalami ketertinggalan dari teman-temannya yang sudah lebih dulu lulus kuliah disebabkan keterbatasan ekonomi dan membuatnya mengambil kuliah sambil bekerja. Akhirnya Billa dibantu oleh pamannya yang merupakan adik kandung dari almarhum ayahnya.
Dikarenakan mempunyai hutang budi, sang paman pun berniat menjodohkan Billa dengan anak salah satu temannya. Dan tanpa sepengetahuan sang paman, ternyata Billa sudah lebih dulu dilamar oleh Aiman Al Faruq yang tak lain adalah dosen pembimbingnya. Bukan tanpa alasan dosen yang terkenal dingin bak es kutub itu ingin menikahi Billa. Namun karena ia tidak mau mempunyai hubungan dengan sepupunya yang ternyata menaruh hati padanya. Aiman pun memutuskan untuk menikahi Billa agar sepupunya tidak mengganggunya lagi.
Bagaimana kisahnya, apakah Billa menerima lamaran dosennya ataukah menerima perjodohan dari pamannya?
Cerita ini 100% fiksi. Skip bila tidak suka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Daisy Faya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pak, ayo nikah!
Suasana malam ini terasa begitu sejuk, angin pun berhembus dengan lembut membelai daun-daun seakan mengajak menari di bawah temaramnya cahaya bulan malam ini. sementara bintang banyak yang menyembunyikan dirinya di balik awan seolah malu memperlihatkan wujud indahnya. Suara jangkrik menjadi alunan indah malam ini, namun sesekali suara hewan nokturnal itu hilang ditelan deru motor yang melintas di jalanan di depan bangunan ini.
Billa merapatkan jaketnya karena angin malam ini begitu menusuk kulitnya. Sudah hampir dua jam lebih ia menghabiskan waktu di teras depan kostnya ini, coklat panasnya tidak lagi mengeluarkan kepulan asap menandakan minuman itu sudah dingin. Billa sengaja menikmati malamnya di luar ruangan seperti ini, karena ingin sekedar menghilangkan penat di kepalanya, mengingat malam ini ia hanya sendiri di kost karena Ocha sedang ada kegiatan Family Gathering dengan rekan-rekan kerjanya.
Ia kembali teringat dengan kata-kata bunda di telpon beberapa hari yang lalu, ketika ia menceritakan tentang lamaran Aiman, Billa mengungkapkan semuanya kepada bunda, bagaimana ia mengatakan kepada Aiman tentang dirinya yang belum ingin menikah karena belum mewujudkan banyaknya hal yang dia inginkan. Bunda mengatakan jika itu alasannya maka sampai kapanpun dia tidak akan pernah menikah, karena keinginan manusia itu tidak pernah mengenal kata habis dan selesai. Begitu target awal sudah tercapai pasti setelah itu akan muncul, satu, dua atau bahkan seribu keinginan selanjutnya.
Cukup lama Billa merenungi apa yang bundanya ucapkan, dan ia membenarkan apa yang disampaikan oleh sang bunda. Ia bingung untuk melakukan apa saat ini. Haruskah ia memberitahukan kepada Aiman tentang perubahan hatinya. Haruskan ia mengatakan kepada Aiman, jika dia sudah siap untuk diajak menikah. Memikirkannya saja sudah membuat Billa malu setengah mati, mau di letakkan di mana harga dirinya jika ia sampai ia mengatakan hal itu kepada Aiman.
Sudah pukul sembilan malam, namun Billa masih tetap setia memandangi langit malam ini. Berulang kali ia menghela nafas dengan kasar, dengan tujuan ingin mengurangi sedikit beban yang memenuhi dadanya. Diteguknya sisa coklat yang sudah tidak panas lagi hingga tak tersisa, dan meninggalkan sedikit rasa pahit di tenggorokannya.
Mata Billa menyipit melihat sebuah mobil kini berhenti tepat di depan kost, ia menebak sepertinya itu adalah mobil Aiman, untuk apa laki-laki itu datang bertamu malam-malam pikirnya. Aiman terlihat turun dari mobil, penampilannya terlihat begitu santai, dengan kaos lengan pendek berwarna putih, dan celana kargo selutut berwarna hitam, serta sandal jepit yang juga berwarna hitam. Ketampanannya tetap terpancar di bawah temaramnya cahaya bulan.
“Assalamualaikum,” sapa Aiman, begitu jaraknya sudah kurang dari satu meter dari Billa.
“Waalaikumsalam, ngapain bapak malam-malam kesini?” Tanya Billa heran.
“Kebetulan lewat, dan melihat kamu duduk termenung disini makanya saya mampir.” Jawab Aiman santai sambil memilih duduk di kursi sebelah Billa.
“Emangnya bapak mau kemana?” Billa kembali bertanya.
“Sekedar mencari angin, bosan dirumah.” Jawab Aiman asal.
“Aneh banget, untung ganteng.” Batin Billa.
“Oh iya pak, Kemarin saya sudah menceritakan semuanya ke bunda tentang bapak, termasuk masalah uang untuk melunasi hutang ke paman. Bunda sangat berterima kasih sama bapak karena sudah mau membantu, dan juga katanya nanti ketika bunda saya kesini waktu saya wisuda, bunda pengen ketemu bapak dan berterima kasih secara langsung.” Jelas Billa kepada Aiman.
“Padahal saya niatnya mau ketemu bunda kamu sebelum acara wisuda kamu, saya pengennya datang langsung ke rumah kamu.” Aiman mengucapkan kata-kata itu sambil melihat ke arah bulan yang kini sedikit meredup terhalang awan.
“Bukannya saya gak mau atau gak izinin bapak ke rumah saya, tapi saya takut kalau gosip itu nanti semakin heboh.” Ucap Billa pelan, dan ia menutup mulutnya ketika sadar dengar kata-katanya barusan. Dia menyesal kenapa harus mengatakan itu di depan Aiman.
“Gosip apa?” Aiman bertanya dengan kening berkerut.
“Gak ada pak, saya cuma salah ngomong.” Bantah Billa.
“Tolong jujur, apa yang kamu sembunyikan?” Tuntut Aiman dengan muka dinginnya. Dan Billa paling takut jika Aiman sudah berekspresi seperti itu.
“Serius gak ada apa-apa pak, sumpah.” Billa berkelit, sambil mengangkat jari telunjuk dan tengahnya membentuk huruf V.
“Kamu tidak punya bakat berbohong Billa, tolong katakan kepada saya, gosip apa yang kamu maksud tadi, apa ada yang menyebarkan berita yang tidak-tidak tentang kamu?” Desak Aiman agar Billa berkata jujur.
Billa terdiam, bingung harus mengatakan apa kepada Aiman, dia sudah terlanjur melepaskan kata-kata tadi, dan sehebat apapun dia berkilah, pasti Aiman tidak akan mempercayainya.
“Mengenai uang yang saya bayar ke paman saya pak, paman saya dan istrinya menyebarkan rumor kalau saya membayar hutang padanya dengan uang hasil,,,” Billa menggantungkan kalimatnya, begitu malu rasanya harus melanjutkan kata-kata. Namun Aiman tidak menyela, ia tetap menunggu Billa menyelesaikan kalimatnya, walaupun ia sudah tahu kemana arah ucapan Billa tersebut.
“Paman saya menuduh saya jual diri pak, makanya saya bisa dapat uang sebanyak itu,” Billa menunduk dalam setelah berucap.
“Jangan dipikirkan, sebaik apapun kita pasti akan tetap ada orang yang tidak menyukai, hidup bukan hanya untuk mendengarkan omongan orang lain Billa, kamu tidak akan pernah bahagia jika terlalu larut memikirkan omongan orang yang tidak tahu kebenaran tentang hidup kamu. Dan mereka juga pasti tidak akan percaya jika kamu membela diri, jadi pilihan terbaik adalah diam dan abaikan itu.” Ucap Aiman menatap Billa yang tengah menunduk, rasa ingin menarik tubuh gadis itu ke dalam pelukannya tiba-tiba saja muncul, dan berulang kali Aiman menyadarkan diri jika ia tidak boleh melakukan itu.
“Makanya saya gak izinkan bapak untuk datang ke rumah menemui bunda, saya takut omongan mereka semakin menjadi-jadi.” ujar Billa.
“Saya akan tetap memaksa untuk datang menemui bunda kamu, kalau perlu saya juga akan bertemu dengan paman kamu, biar saya yang selesaikan semua permasalahan ini.” Aiman terdengar yakin dengan kata-katanya, membuat Billa tidak dapat membantah apa yang sudah diucapkan oleh Aiman.
“Kamu sekarang sedang tidak ada kesibukan apa-apa kan?” Lanjut Aiman bertanya, dan di sambut gelengan kepala dari Billa.
“Lusa kamu temani saya pulang ke Palembang.” Tukas Aiman dan Billa masih tetap setia dengan diamnya.
“Billa,” panggil Aiman.
“Iya pak,” jawab Billa tanpa menoleh sedikitpun ke arah Aiman.
“Lihat ke saya, saya ingin menyampaikan sesuatu ke kamu, jangan menunduk terus.” Perintah Aiman.
“Saya lagi nangis pak, dan saya gak mau bapak lihat saya dalam mode monyet ragunan seperti ini lagi.” Billa tetaplah Billa, dalam situasi seperti apapun dia akan tetap menjadi makhluk yang aneh dengan semua kata-kata absurdnya.
“Sepertinya saya memang harus membiasakan diri untuk tidak terkejut dengan semua kepribadian kamu ini.” Ucap Aiman. Dan kini Billa sedang menghapus air matanya dan menatap ke arah Aiman.
“Bapak mau ngomong apa?” Tanya Billa dengan suara sedikit serak.
“Dengarkan saya baik-baik dan jangan berubah aneh dulu sebelum kata-kata saya selesai,” ucap Aiman, dan Billa hanya mengangguk menanggapi.
“Kalau memang alasan kamu belum ingin menikah karena belum mewujudkan mimpi kamu untuk membahagiakan bunda kamu, maka izinkan saya ikut campur dalam usaha kamu untuk mewujudkan semua mimpi kamu itu, jangan larang saya untuk ikut membahagiakan bunda kamu, biarkan saya membantu untuk mewujudkan semua yang kamu inginkan.” Ucap Aiman dengan sungguh-sungguh, dan ucapannya itu berhasil membuat Billa kembali meneteskan air matanya.
Namun kali ini adalah air mata terharu dan tidak percaya jika ia akan mendapatkan kata-kata seperti itu dari seorang laki-laki yang bahkan belum lama mengisi hidupnya. Ia terus menangis di depan Aiman, dan tidak peduli lagi jika saat ini ia terlihat seperti monyet ragunan.
“Pak, ayo nikah!”