Assalamu'alaikum. Wr. Wb.
Ini novel ketigaku.
Novel ini kelanjutan "Ternyata Ada Cinta"
Baca dulu "Ternyata Ada Cinta" biar nyambung...
Setelah kepergian Fariz, dunia terasa gelap gulita. Cahaya yang selama ini selalu menyinari hari serta hati Zafira padam dalam sekejap mata. Meninggalkan kegelapan serta kesunyian yang teramat menyiksa. Ternyata kehilangan seorang sahabat sekaligus suami seperti Fariz jauh lebih menyakitkan dari apapun.
Perjuangan Cinta Zafira untuk menemukan Fariz dan membawa kembali pria itu ke pelukannya tidaklah main-main. Setiap hari Zafira berjuang keras kesana kemari mencari keberadaan Fariz sampai mengorbankan keselamatannya sendiri. Namun perjuangannya tidak menemukan titik terang yang membuatnya ingin menyerah.
Hingga di titik lelah perjuangan Zafira mencari Fariz, penyakit lama Zafira kembali kambuh. Akankah Fariz sempat menyelamatkan Zafira atau justru gadis itu meregang nyawa membawa pergi cintanya yang belum terucap?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rara RD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7 - Benda Kesayangan
Berada dalam dekapan mama Tina, Zafira dapat merasakan kehangatan dari sentuhan yang diberikan sang mertua, mengisyaratkan betapa tulus hati Ibu mertuanya. Pantas saja Fariz terlahir serta tumbuh menjadi pria yang begitu tulus kepadanya menurun dari darah serta sifat sang Ibu.
"Mama tidak tahu kemana Fariz. Mama baru tahu darimu kalau Fariz pergi dari rumah. Tidak biasa-biasanya anak itu seperti ini. Mungkin saat ini dia sedang butuh sendiri," ucap mama Tina sedikit cemas meskipun dia yakin jika anaknya tidak akan melakukan hal-hal yang buruk tetapi sebagai seorang Ibu kecemasan tidak akan mampu dihilangkan begitu saja dari hatinya.
Mama Laras, papa Arga yang berdiri di sana, hanya terdiam penuh rasa haru melihat sang anak sangat nyaman berada dalam dekapan mertuanya. Jauh di lubuk hati, mama Laras sangat bersyukur Zafira menikah dengan Fariz dan mendapatkan mertua seperti mama Tina.
Dan satu hal lagi dia sama sekali tidak menyesali kalau dirinya-lah yang sedikit memaksa Zafira agar menyetujui pernikahan tanpa rencana dengan Fariz. Nyatanya, sedikit pemaksaan tersebut membuahkan hasil yang indah. Zafira sangat disayangi oleh sang mertua, sangat dipuja serta diberi cinta besar oleh sang suami. Itu membuat hati mama Laras sangat bahagia Zafira berada dan jatuh pada keluarga yang tepat.
"Maafkan Zafira ma... Ini semua salah Zafira..." isak Zafira masih menenggelamkan wajah di pelukan mertuanya.
"Tidak sayang.., Kamu tidak bersalah. Hanya terjadi kesalahpahaman antara kalian berdua. Ronald yang salah. Mama heran, mengapa dia tidak pernah berhenti mengganggumu padahal dia sudah tahu kalau kamu sekarang sudah menjadi istri orang," mama Tina tampak kesal. Ingin meluapkan emosi percuma, tidak akan menyelesaikan masalah.
Zafira bungkam. Benar juga yang dikatakan mertuanya. Seharusnya Ronald berhenti mengganggunya mengingat sekarang dirinya sudah menjadi istri pria lain. Tetapi Zafira tahu, Ronald pasti masih menyimpan sakit hati, lebih tepatnya masih dendam karena dirinya lebih memilih Fariz untuk menjadi suaminya dan menolaknya di saat hari pernikahan mereka. Padahal kenyataan awalnya, Zafira pun tidak pernah menyetujui pernikahan dengan Fariz. Hanya karena paksaan keluarga, mau tidak mau dia harus menurut dan dengan setengah hati menjalani pernikahan tersebut.
Setelah dua jam di rumah mama Tina, Zafira beserta keluarganya pun undur diri.
"Apa kamu tidak ingin menginap di sini saja?," mama Tina menawarkan kepada Zafira sembari membenarkan anak rambut yang menutupi wajah cantik menantunya.
"Tidak ma. Zafira akan pulang ke rumah. Zafira ingin ada di rumah saat Fariz pulang. Sekali lagi Zafira minta maaf karena Zafira, Fariz jadi pergi dari rumah," Zafira tertunduk sedih.
"Bukan salahmu nak. Bersabarlah, Fariz pasti pulang. Mama yakin tidak ada yang dapat dia lakukan di luar sana selain memikirkanmu. Kamu harus pulang dan istirahat," hibur mama Tina yang disambut senyum kecil dari bibir Zafira.
Hati gadis itu sedikit terhibur mendengar perkataan mama Tina, meski di sebagian hati lagi ada kecemasan mendalam. Bagaimana jika perkataan sang mertua tidak terwujud menjadi kenyataan? Bagaimana kalau Fariz lebih memilih wanita lain untuk menggantikan posisinya?
Enyah! Dia mengenyahkan semua fikiran buruk di kepala. Sesegera mungkin gadis itu menepis kecemasan berlebih yang menguasai diri. Dia harus tetap membangun harapan bahwa malam ini Fariz akan kembali ke rumah karena itu dia harus tetap pulang ke rumah.
Sepulang dari rumah mertuanya, Zafira kembali ke rumah mama Laras sekedar beristirahat sebentar setelahnya pulang ke rumahnya.
Ruang tamu serta tengah tampak kosong dan hening. Kedua orang tuanya serta Zafran sudah menuju ke kamar masing-masing.
Gadis itu langsung menuju ke kamarnya. Duduk di kursi rias sambil memandangi wajahnya di cermin. Tatapannya kosong menatap pantulan wajahnya sendiri. Wajah yang kini kehilangan senyum serta cahaya.
Dia menoleh ke arah tempat tidur, memandangi kasur king size yang tampak rapi. Beberapa hari lalu dia dan Fariz sempat menginap di sini. Tidur bersama dengan segala perasaan yang tersimpan di hati masing-masing bahkan Fariz sempat tidur di pangkuannya. Zafira tersenyum tipis mengingat moment kebersamaan mereka tidur di satu ranjang.
Kepala Zafira berputar ke sekeliling ruangan dan pandangannya jatuh pada sebuah benda yang membuat hatinya bergetar.
Lama tercenung memandangi benda tersebut. Hingga akhirnya Zafira beranjak lalu berjalan ke lemari kaca transparan yang menyimpan beberapa boneka serta benda kesayangannya.
Zafira menatap sendu benda berwarna pink dari luar lemari. Dipandanginya dengan perasaan sedih benda kenangan tersebut. Masih tampak mengkilap dan terurus. Memang jarang dipakai tetapi selalu di-lap dua kali dalam satu bulan oleh pekerja di rumah. Sesekali Zafira meminta pekerja rumah untuk me-laundry-nya.
Dibukanya lemari lalu mengambil helm pink yang sengaja ditaruh di antara boneka serta barang kesayangan lainnya karena baginya helm tersebut memiliki kenangan tersendiri.
Zafira duduk di sisi tempat tidur. Menaruh helm di atas pangkuan. Matanya menatap nanar benda kesayangannya sambil mengusapnya berulang-ulang.
Masih lekat di benak Zafira, pertama kali Fariz membelikan helm pink beberapa tahun lalu saat masih di bangku kelas dua Sekolah Menengah Atas.
Kala itu dia dan Ronald pergi ke mall. Karena sesuatu yang penting, Ronald terpaksa pulang lebih dulu, membuat Zafira harus naik taxi pulang ke rumah. Untung pada saat itu ada Fariz yang bersedia mengantarkannya pulang dan terlebih dahulu mampir ke toko membelikan helm pink untuknya.
Zafira kembali menangis mengingat moment tersebut. Buliran bening menetes kembali dari kedua sudut mata.
"Andai kamu mau mendengar penjelasanku dan sedikit saja mempercayaiku, kita tidak akan seperti ini. Apa ini bentuk balas dendammu kepadaku karena selama puluhan tahun aku telah mengabaikan perasaanmu? Jika itu benar, aku rela menerimanya. Tapi aku mohon jangan terlalu lama meninggalkanku. Aku merindukanmu. Beri aku kesempatan untuk mengungkapkan perasaanku dan membuktikan betapa besar rasa cintaku padamu. Kamu begitu berarti dalam hidupku, Fariz. Aku mohon pulanglah" Zafira bergumam dengan suara terisak.
Zafira terus mengelus helm tersebut. Moment manis bersama Fariz terus berkelebat di fikirannya semakin mengalir-lah tangisan di ujung matanya.
Sementara di luar kamar, dua orang yang tadi mengendap-endap berjalan ke kamar Zafira lalu berdiri di balik pintu terus mengawasi gerak gerik Zafira. Gadis di dalam kamar masih saja terlihat sedih.
"Mas, bagaimana? Aku jadi bingung melihat keadaan Zafira. Apa kita bicara dengan Zafran untuk membujuk Fariz agar lekas kembali ke rumah? Aku kasihan melihat anak kita seperti itu. Dia sangat terpukul dan selalu bersedih," ucap mama Laras sambil terus memandang cemas pada Zafira yang sedang memeluk helm pemberian Fariz sambil terus bergumam pelan, yang entah mengucapkan apa.
...*****...