Kisah seorang gadis pembenci geng motor yang tiba-tiba ditolong oleh ketua geng motor terkenal akibat dikejar para preman.
Tak hanya tentang dunia anak jalanan, si gadis tersebut pun selain terjebak friendzone di masa lalu, kini juga tertimbun hubungan HTS (Hanya Teman Saja).
Katanya sih mereka dijodohkan, tetapi entah bagaimana kelanjutannya. Maka dari itu, ikuti terus kisah mereka. Akankah mereka berjodoh atau akan tetap bertahan pada lingkaran HTRS (Hubungan Tanpa Rasa Suka).
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zennatyas21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16. Perasaan
Pagi hari Zidan dan Salsha bersama-sama menjenguk keadaan Erlangga yang semalam sakit. Tak hanya mereka saja, anak-anak Geoxsa Andaran pun turut bergiliran berkunjung ke rumah wakil ketua Andaran tersebut.
"Gimana keadaan lo? Udah mendingan belum?" tanya Zidan pelan.
Salsha berdiri di samping Zidan.
"Alhamdulillah, udah, Zid. Lumayan masih lemes sedikit sih, btw anak-anak beneran mau kesini?"
"Iya ... Katanya sih gitu, tapi gak tau gue beneran atau gak."
Erlangga mencoba untuk duduk di atas brankar nya, Zidan yang melihat seketika membantu sahabatnya itu.
Salsha berdiri sambil menatap layar ponselnya. Lalu, ia menatap Erlangga. "Lo udah sarapan belum?" tanya Salsha.
Keduanya tampak bersamaan menatap ke Salsha. Yang ditatap pun segera berdehem pelan. Zidan merasa Salsha berubah sejak semalam. Perempuan itu agak sedikit seperti perempuan tomboy.
Dari raut wajahnya saja sudah terlihat, Salsha bukan lagi sosok yang sangat perempuan. Penampilannya yang pagi ini memakai celana panjang serta sweater warna biru menambah kecantikan pada dirinya.
"Udah sih, barusan. Emang kenapa lo tumben nanya gitu?" tanya Erlan balik.
Salsha memutar matanya kemudian mengembuskan nafas panjang. "Si Meisya mau kesini, dia bawain bubur katanya buat lo."
"Ohh ... Ya, gak papa. Pasti bakal gue makan kok, yakali aja nolak rezeki dari orang-orang yang jenguk gue." jawab Erlan.
"Yaudah. Zid, lo belum tidur kan dari semalem?" tanya Salsha.
Zidan tersenyum tipis. "Emang keliatan banget dari mata gue ya? Gue belum bisa tidur, mungkin karena di rumah sakit. Kayaknya gue juga gak lama, Lan. Soalnya gue harus istirahat dulu," kata Zidan lalu beranjak berdiri.
"Gue ikut ke rumah lo ya, takut lo kenapa-napa," ucap Salsha sedikit khawatir.
Senyuman manis terbentuk di bibir Zidan.
"Yaudah ayo,"
Beberapa menit kemudian Meisya datang ke ruangan Erlan dirawat. Zidan dan Salsha sudah pulang lebih dulu meninggalkan Erlan sendirian.
"Gimana kabarnya?" tanya Meisya, sambil meletakkan satu paper bag berisi bubur dan buah-buahan.
Setelah Meisya duduk, Erlan berusaha mendudukkan diri di atas brankar.
"Alhamdulillah baik, eh, maksudnya udah lumayan." jawab Erlan.
Meisya masih saja cuek kepada Erlan, padahal lelaki itu sejak tadi menatapnya. Perempuan seorang temannya Salsha tersebut malah sibuk dengan ponselnya. Sementara Erlan memilih sholawatan sendiri.
Suara Erlan yang sedikit keras membuat Meisya risih karena bukannya lelaki itu beristirahat justru berisik sendiri.
"Jangan keras-keras bisa gak sih! Pasien sebelah lagi istirahat tuh,"
Ketika Erlan diam, tiba-tiba ponsel di atas nakas berdering. Dengan segera ia mengambil ponsel miliknya lalu mengangkat telepon dari ibunya.
"Assalamualaikum, iya, halo, Bu? Kenapa?"
Begitu terdengar sedang mengobrol, Meisya diam-diam memperhatikan Erlan.
"Gak papa kok, Bu. Itu suara Mita kenapa? Kok nangis? Mita mimpi? Mimpi apa, Bu? Astaghfirullah ... Yaa bilangin ke Mita buat jangan terlalu dipikirin, Mas di sini gak papa kok. Halo, Mita, ini Mas Erlan. Ingat ya, Dek, mimpi kamu itu hanya bunga tidur. Gak papa udah jangan nangis," kata Erlan berusaha menenangkan adiknya.
Meisya terus menatap Erlan yang sibuk dengan ponselnya. Tak sadar lelaki itu memencet tombol loudspeaker, yang membuat Meisya dapat mendengar obrolan bersama ibu dan adiknya.
"Mita mimpi Mas Erlangga meninggal ... Mita kaget, aku gak mau itu terjadi, Mas." Suara adik perempuan Erlan didengar oleh Meisya.
"Udah ya, Dek, Mas mau istirahat dulu. Kirim salam buat ibu yaa, assalamualaikum." Erlan terpaksa mengakhiri teleponnya karena tidak ingin membuat keluarganya khawatir.
"Huft, ya Allah ... Semoga firasatku gak bener, mana Mita sampai dapat mimpi aku gak ada, lagi. Kalau pun nanti aku dijemput sebenarnya udah ikhlas, tapi gimana perasaan ibu, ayah sama Mita?"
Meisya mendongak menatap Erlangga yang menyimpan ponselnya ke atas nakas. Terlihat lelaki itu mengambil bubur pemberian darinya.
"Em, Sya, ini boleh dimakan sekarang gak? Soalnya gue laper lagi, hehe." kata Erlan baru mengambil bubur belum sampai dibuka.
Bibir Erlan sangat pucat, Meisya pun jadi sedikit merasa tidak enak. "Ya boleh, makan aja, daripada basi kalo kelamaan." jawabnya.
Meisya mulai memasukkan ponselnya ke dalam tas nya, lalu ia fokus memperhatikan Erlangga yang tengah memakan bubur.
"Lo mau buburnya gak? Atau mau gue suapin?" tanya Erlan, sedetik kemudian ia memejamkan matanya.
"Aduh, maaf, Sya. Bukan maksud gimana-gimana, maksud gue kalo lo mau makan ya ini kan di plastik masih ada satu lagi, gitu. Maaf, bukannya modus atau gimana ke lo," lanjutnya merasa tidak enak pada Meisya.
"Gue udah kenyang." jawab Meisya cuek.
Erlangga mengangguk.
"Kalo gue ada salah sama lo, gue minta maaf ya, Sya. Atau kayak soal perasaan gue ke lo itu cukup lo lupain aja, anggap gue gak pernah suka ke lo. Lo itu cantik, lo harus bisa bahagia sama laki-laki yang baik. Yang dewasa, baik dan gak suka ngomong sama main kasar ke lo. Jangan terlalu kasar sama laki-laki, karena gak semua laki-laki itu sabar dan gak berani main kasar ke lo. Gue cuma takut aja nanti lo salah pasangan, ya bukan maksud gue sok ngatur atau gimana ya. Tapi, gue sebagai laki-laki tahu apa yang mereka pikirkan ketika ketemu sama cewek judes sama suka ngomong kasar." Nasehat Erlangga diterima oleh Meisya.
Perempuan yang duduk di kursi sebelah brankar mengangguk. Kemudian ia menatap wajah Erlan yang masih pucat.
"Lo kenapa gak cari cewek lain selain gue?" tanya Meisya.
Erlangga justru tersenyum tipis. "Gue sakit-sakitan gini masa cari cewek. Nanti yang ada gue malah ngrepotin, orang suka sama lo aja jadi bikin lo di sini nemenin gue. Padahal gue bisa dan berani sendiri di sini." jawabnya menanggapi pertanyaan Meisya.
"Eh, kenapa sih? Gue gak masalah kali, lagian gue seneng kok bisa jagain lo di sini." kata Meisya tersenyum senang.
Lelaki yang masih duduk di atas brankar mengerutkan keningnya. "Hah? Sejak kapan lo kayak gini ke gue? Gak salah ... Nih?"
Meisya malah cekikikan lalu berdiri mendekat ke Erlan dan menggenggam tangan lelaki itu.
"Gue sayang sama lo, Lan. Dan gue yakin ini bukan rasa kasian. Tapi, karena gue udah terlalu nyaman ribut sama lo, bikin lo repot, dan ngambek ke lo. Setelah lo masuk rumah sakit, gue baru sadar kalo lo itu ternyata tulus banget. Apalagi ucapan lo yang suruh gue buat punya cowok baik, gue kira sih gak ada yang lebih baik dari lo, Erlangga." Ucapan Meisya sungguh membuat Erlangga tersenyum.
"Gak perlu terlalu memuji gue segitunya, Sya. Gak papa kalo lo gak sayang sama gue, karena ya ... Gue gak mau ngerepotin lo aja sih. Jangan karena gue lagi begini, lo jadi kasihan atau nerima gue apa adanya dengan keadaan kayak gini."
Meisya langsung beranjak berdiri, lalu menggenggam tangan Erlangga.
"Gue sayang sama lo, Lan."
"Gue juga sayang sama lo,"