Narendra sang pengusaha sukses terjebak dalam situasi yang mengharuskan dirinya untuk bertanggung jawab untuk menikahi Arania, putri dari korban yang ia tabrak hingga akhirnya meninggal. Karena rasa bersalahnya kepada Ayah Arania akhirnya Rendra bersedia menikahinya sesuai wasiat Ayah Arania sebelum meninggal. Akan tetapi kini dilema membayangi hidupnya karena sebenarnya statusnya telah menikah dengan Gladis. Maka dari itu Rendra menikahi Arania secara siri.
Akankah kehidupan pernikahan mereka akan bahagia? Mari kita ikuti ceritanya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rose Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertama Kalinya
"Arania, lihatlah!" ujar Rendra sambil membuka pintu besar yang mengarah pada sebuah ruangan luas.
Cahaya orange matahari sore yang menyinari ruangan itu, menciptakan suasana hangat yang menenangkan. Dinding-dinding kamar dicat dengan warna pastel lembut, perabotan kayu jati terlihat klasik namun elegan, dan sebuah jendela besar menghadap ke taman belakang yang asri. Sedangkan terasnya persis menghadap kolam renang pribadi yang cukup luas namun terkesan tertutup.
Arania tertegun akan pemandangan yang menurutnya sangat menakjubkan. Matanya terus melotot dan mulutnya menganga seiring perasaannya yang membuncah seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini. Karena memang baru pertama kalinya gadis desa ini dapat langsung bisa menyaksikan kemegahan sebuah rumah mewah. Bahkan tak tanggung-tanggung bangunan megah ini tak lain adalah milik suminya yang benar-benar seorang y crazy rich.
"Waahh.. aku tak percaya ada sebuah kolam renang besar di dalam rumah. Ini seolah seperti khayalan. Namun ini sungguh luar biasa. Ini benar-benar sangat-sangat Indah, Mas." Ujarnya dengan nada kekaguman yang memuncak.
"Kamu suka berenang? Kamu tempat ini?"
"Tentu aku sangat menyukai tempat ini. Aku sedikit bisa berenang, karena dikampung aku sering berenang juga di sungai."
Arania terus menyunggingkan senyum manisnya. Rendra terpaku melihat keindahan itu. Bukan hanya cantik gadis inipun sangat menarik dan terlihat menggemaskan bagi Rendra.
"Baik nanti kita akan sering-sering berenang di sini."
"Apa? Kita berenang? Bersama?"
Rendra menganggukkan kepalanya. "Ya memangnya kenapa kalau kita berenang bersama?" Pandangan Rendra menelisik tajam pada gadis yang merona merah itu seraya mengangkat satu alisnya.
Arania yang sangat gugup tak mampu menjawab pertanyaan Rendra hingga tiba-tiba Rendra menarik pinggang Arania sehingga jarak diantara mereka lebih dekat dan intim.
"Kita suami istri, bukan?" Ucap Rendra sedikit berbisik sensual di telinga Arania. Arania seketika tercekat saat menelan salivanya yang terasa seret di kerongkongan.
"Kamu suka dengan kamar kita ini, Arania." Ujar Rendra tanpa melepaskan tangannya yang melingkar di pinggang gadis itu. Arania yang terus tersipu menjadi daya tarik bagi Rendra untuk terus memandangi wajah cantik alami itu tanpa merasa bosan.
Arania yang bertubuh mungil dengan tinggi badannya hanya sebatas dada Rendra, kini mendongakkan kepalanya ke arah suaminya untuk mencari kebenaran dengan perkataan yang baru saja terlontar.
"I-ini ka-kamar kita? Sungguh?" Ucap Arania dengan mata yang berkaca-kaca penuh keharuan dan ketidak-percayaan. Rendra dengan senyum yang semringah membelai kepala Arania yang tertutup hijab manis itu.
"Tentu. Ini tadinya memang ruangan favorit ku untuk bersantai. Tapi sekarang, ini jadi milikmu. Milik kita, Arania."
"Apakah ini tidak berlebihan untukku, Mas? Masalahnya aku hanya is_."
Rendra seketika membungkam mulut Arania dengan kecupan hangat bibir tebalnya. Arania sontak membulatkan matanya dengan sentuhan yang tiba-tiba itu.
"Kamu juga istriku, Arania. Kamu berhak atas apapun yang aku milik, termasuk ruangan dan seisi rumah ini." Ucap Rendra setengah melepaskan bibirnya pada bibir Arania. Suara Rendra yang setengah berbisik terdengar berat di telinga gadis lugu itu. "Sekarang aku juga akan meminta hak ku sebagai suami kepadamu, istriku Arania Febriana."
Bluusshh...
Seketika wajah cantik Arania bertambah rona merah berkali-kali lipat disertai desiran kegugupan pada momen yang dirasa sangat intim ini.
"Berikah aku seorang bayi mungil yang lucu serta imut seperti mu, Arania."
Tangan besar Rendra menangkup kedua pipi chubby gadis itu. Memandang manik mata jelita nan jernih itu. "Bolehkah aku mulai sekarang?"
Arania yang tersipu malu hanya bisa menganggukkan kepalanya dengan lirih. Mendapat persetujuan dari sang istri Rendra tanpa ragu mulai mengecup kening Arania terlebih dahulu. Namun ia hampir melupakan sesuatu karena hasratnya yang mulai akan bangkit.
"Kita lakukan shalat sunah dulu, sebelum itu." Ajak Rendra.
Arania menganggukkan kepalanya tanpa bersuara. Kemudian Rendra menuntun sang istri siri itu ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu.
Setelah selesai mengerjakan shalat sunnah malam pengantin. Rendra menarik tangan Arania menuju ranjang empuk dan besar di kamar itu. Mereka duduk di tepiannya. Pandangan mata Rendra seolah penuh damba menatap wajah cantik alami Arania. Arania terus saja tersipu malu dengan tatapan yang menggelitik sanubarinya itu.
"Kamu cantik, Arania."
Arania membalas tatapan penuh damba suaminya.
"Bolehkah aku melepas hijabmu sekarang?" Arania kambali tersenyum malu-malu kemudian menganggukkan kepalanya.
Sreett...
Hijabpun terlepas dari kepala Arania yang menutupi rambutnya oleh tangan besar yang terlihat tenang itu. Rendra yang telah berpengalaman pasti bisa mengontrol emosinya pada momen-momen yang seperti ini. Sebab ini bukan pertama kalinya untuk dirinya. Berbeda dengan Arania yang baru saja merasakan sentuhan seorang laki-laki tentu terdapat kegugupan serta ketakutan di dalam hatinya.
"Rambutmu indah dan wangi." Rendra menciumi helaian rambut panjang gadis itu. "Jika sedang bersama suamimu perlihatkan rambut indah ini." Ucapnya.
"Ya Mas. Aku akan melepasnya saat hanya bersama Mas."
Rendra mulai menciumi pipi mulus Arania menyapu ke seluruh bagian wajahnya. Tak lama bibir tebal dan basahnya mengambil ciuman pertama gadis Itu. Rendra memagut lembut bibir tipis Arania.
Arania meresakan ada desiran aneh yang tiba-tiba melesat di tubuhnya. Tangannya mencengkram kuat roknya menahan gejolak itu.
"Manis." Ujar Rendra sebelum kemudian kembali mencium serta memagutnya lebih dalam serta penuh hasrat. Arania yang belum berpengalaman hanya bisa menerima serta menikmati setiap sentuhan Rendra. Tangan yang semula mencengkeram roknya kini beralih melingkar di leher Rendra, dia pasrah pada apa yang akan dilakukan oleh suaminya. Tak ada penolakan karena ia menyadari memang itu salah satu kewajibannya sebagai istri untuk melayani sang suami.
"Pertama kali Ini pasti akan terasa sakit, Arania. Tapi kedua atau selebihnya pasti akan sangat menyenangkan. Walaupun demikian, Mas janji sakitnya akan sebentar kemudian kamu akan merasakan nikmatnya."
"Walaupun sakit, Aku akan menahannya, Mas."
Tak lama terasa ada benda besar yang keras serta panjang berusaha menerobos inti Arania.
"Aakhh... Mas. Sangat sa-kit." Rintih gadis cantik itu.
"Tahanlah sebentar, Mas akan mulai lagi."
Tangan mungil Arania mencengkeram kuat seprei di sampingnya. Rendra menghentakkannya kembali dengan kuat. Hingga...
"Aakkhhh..." Lolongan panjang Arania tanpa terasa terlepas dari bibirnya.
Rendra yang dahinya basah penuh peluh karena usahanya yang begitu keras menerobos dinding pertahanan Arania, kini tersenyum puas melihat wajah cantik yang terlihat seksi dimatanya.
"Terimakasih, kamu telah mempersembahkan mahkota mu untuk suamimu. Sekarang Mas akan mulai bergerak perlahan, sayang. Bertahanlah sebentar lagi." Ucap Rendra dengan mata yang mulai berkabut penuh hasrat yang membara.
Mereka berhasil melakukan penyatuan dengan gelora yang membuncah hingga bibit-bibit unggul Rendra menyirami rahim Arania. Jujur saja Rendra merasakan hal lain pada penyatuan pertamanya dengan Arania yang penuh gelora kenikmatan, dibandingkan saat pertama kali menyentuh Gladys yang terasa hambar saat itu.
Arania benar-benar terasa nikmat dan legit. Sedangkan Gladys hanya cukup mengikat kepuasannya saja tanpa kenikmatan sama sekali. Rendra kini bisa tau rasanya seorang perawan pada diri istri sirinya, karena Gladys memang saat menikah dengan Rendra memang sudah tidak lagi perawan karena lingkup pergaulan bebasnya sebelum menjadi artis papan atas. Karena Gladys saat itu memang mengakuinya bahwa dirinya tidak suci lagi saat akan menikah dengan Rendra karena perjodohan. Namun Rendra tak mempermasalahkan hal itu. Karena saat itu dia langsung jatuh cinta pada pesona sang artis saat pertama kali bertemu.
Rendra membelai lembut pipi gadis yang kini telah tertidur pulas di sampingnya, "Terimakasih cantik." Ujarnya sebelum kembali mengecup puncak kepala Arania. Ada rasa bahagia dan rasa puas yang lain yang tiba-tiba saja melanda jiwa Rendra. Rendra tersenyum dan menggelengkan kepalanya untuk menepis itu semua.
"Aku harus segera bersiap-siap untuk dinner dengan klien." Rendra menatap kembali wajah lembut Arania. "Kapan-kapan Mas akan mengajak mu, sayang." Ujarnya sendiri tanpa terdengar Arania.
Rendra bangkit kemudian menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya meninggalkan Arania yang terlihat keletihan di wajahnya.
Beberapa waktu kemudian, Rendra yang duduk di teras yang menghadap kolam renang seraya menikmati kopi yang telah dingin itu melihat pergerakan istri kecilnya yang mulai terbangun. Rendra menghampiri sisi ranjang itu.
"Selamat sore, sayang." Ujarnya seraya membelai lembut wajah Arania yang sudah tak gadis lagi.
Arania mengerjapkan matanya, "Mas.." ucapnya dengan suara yang serak. "Jam berapa sekarang?" Tanyanya.
"Jam setengah lima sore." Ujar Rendra.
"Astaghfirullah... Aku belum shalat ashar. Mas sudah shalat?"
"Sudah barusan. Mas tidak tega membangunkan mu yang masih terlihat pulas."
Arania bergegas bangkit, namun saat mulai melangkahkan kakinya ia merasakan perih yang teramat sangat di bagian inti bunganya yang tadi baru saja dihisap madunya oleh kumbang sang suami.
"Ada apa, sayang? Apa masih terasa sakit?" Ujar Rendra dengan wajah panik yang penuh penyesalan saat melihat ekspresi wajah Arania yang sedikit meringis dan tidak nyaman.
Arania yang tersipu malu menganggukkan kepalanya. Kemudian tanpa aba-aba Rendra membopong tubuh Arania ala bridal ke kamar mandi.
"Kamu sanggup mandi sendiri? Atau Mas yang mandikan?" Ujarnya dengan pikiran mesumnya.
"Tidak perlu. Aku bisa sendiri. Mas diluar saja."
Rendra mengangkat bahunya, kemudian berjalan keluar kamar mandi itu.
Arania kemudian bergegas membersihkan dirinya dari najis dan hadast besarnya dengan mandi junub. Setelah itu ia menunaikan kewajiban shalatnya sebagai seorang muslim yang taat.
Setelah shalat, Arania membersihkan sisa-sisa kekacauan di ranjang bekas pertempuan tadi dengan suaminya. Terlihat bercak merah di seprei itu. Arania tersipu malu, saat bayangkan kegiatan panas tadi terlintas dipikirannya.
Rendra yang juga tau ada bercak merah di seprei itu hanya bisa tersenyum canggung pada Arania.
"Sayang, nanti sehabis Maghrib Mas akan keluar. Ada urusan bisnis dengan klien. Malam ini mulailah tinggal di kamar ini. Mulai sekarang saat jam 11 malam masuklah ke kamar ini melalui tangga belakang, supaya tidak ada yang curiga dengan hubungan kita ini."
"Baiklah Mas."
***