Tiga tahun lalu, Agnia dan Langit nyaris menikah. Namun karena kecelakaan lalu lintas, selain Agnia berakhir amnesia, Langit juga divonis lumpuh dan mengalami kerusakan fatal di wajah kanannya. Itu kenapa, Agnia tak sudi bersanding dengan Langit. Meski tanpa diketahui siapa pun, penolakan yang terus Agnia lakukan justru membuat Langit mengalami gangguan mental parah. Langit kesulitan mengontrol emosi sekaligus kecemburuannya.
Demi menghindari pernikahan dengan Langit, Agnia sengaja menyuruh Dita—anak dari pembantunya yang tengah terlilit biaya pengobatan sang ibu, menggantikannya. Padahal sebenarnya Langit hanya pura-pura lumpuh dan buruk rupa karena desakan keluarga yang meragukan ketulusan Agnia.
Ketika Langit mengetahui penyamaran Dita, KDRT dan talak menjadi hal yang kerap Langit lakukan. Sejak itu juga, cinta sekaligus benci mengungkung Dita dan Langit dalam hubungan toxic. Namun apa pun yang terjadi, Dita terus berusaha bertahan menyembuhkan luka mental suaminya dengan tulus.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7. Dita yang Jadi Agresif
Dita berpikir, jika dirinya juga keras atau malah mau-mau saja ditindas, pernikahan yang ia harapkan menjadi bagian dari ibadahnya, pasti kandas.
Kemudian, di tengah renungan cepat yang dilakukan, Dita juga ingat apa yang ibu Azzura katakan. Bahwa semenjak kecelakaan lalu lintas fatal tiga tahun lalu bersama Agnia. Kecelakaan yang mengakibatkan Agnia mengalami amnesia, kondisi emosi Langit jadi kacau. Langit yang divonis lumpuh sekaligus b u r u k rupa, mendadak menjelma menjadi pribadi sangat emosional. Setiap saat yang dimiliki, Langit habiskan dengan emosi. Hingga dirinya tak ubahnya monster hidup.
Kini, seiring waktunya yang seolah menjadi berputar lebih lambat, Dita berangsur agak berdiri. Ia menyamakan wajahnya dengan wajah bertopeng di hadapannya. Kedua jemari tangannya berangsur membingkai kedua rahang Langit. Dalam hitungan detik, Dita membuat wajah mereka tak berjarak hingga bibirnya dengan sangat mudah menguasai bibir Langit.
Kedua bibir Langit memang tak membalas. Namun, Langit membiarkan Dita berulah. Langit hanya kebingungan menatap Dita setelah wanita itu menyudahi bibirnya menguasai bibirnya.
“Dosa z i n a n y a ditanggung Mas karena Mas yang bikin aku dapat talak. Namun karena talak dari Mas juga, aku punya kesempatan buat berbakti ke ibuku. Karena operasi dan pasca-nya. Apalagi itu kanker, ... sepertinya perlu perhatian khusus,” ucap Dita sesaat setelah kedua tangannya meraih kedua jemari tangan Langit, kemudian menggenggamnya lembut. Selain itu, kedua matanya juga menatap kedua mata Langit penuh cinta.
“Awas saja, kalau Mas sampai enggak kuat nahan rindu ke aku!” ucap Dita sambil tersenyum ceria kepada Langit.
“Rindu apaan? N a j i s hukumnya bagiku merindukan wanita seperti kamu!” bengis Langit, tapi Dita membalasnya dengan tatapan menyepelekan sambil memanyunkan bibir bawah.
“Ya ... n a j is, kan yang Mas mau langsung ketemu biar enggak rindu!” balas Dita yang kemudian menegaskan, “Aku enggak akan sembarangan pergi karena di sini ada mertuaku. Besok juga aku baru akan pergi buat urus ibuku. Nanti aku tinggali nomor hape sekaligus alamatku biar meski gengsi, Mas tetap bisa mendatangiku. Sekarang, ayo kita istirahat!”
Yang membuat Langit sebal, Dita tipikal ngeyel. Padahal bagi Langit, orang m i s k i n dan hanya anak pembantu, takut. Harusnya Dita bermental lemah dan hanya bisa menangis. Terlebih kondisinya yang sedang butuh biaya pengobatan operasi yang ibu dan pastinya tidak sedikit. Harusnya Dita itu bentar-bentar nangis sambil memohon-mohon. Namun ini, Dita tetap mengurusnya.
Dita tetap membuat Langit berbaring di kasur. Meski Langit terus menolak dan tak segan kembali melakukan KDRT. Baik yang berbentuk kata kasar maupun p u k u l a n fisik. Dita tetap memaksa Langit istirahat total. Di lain sisi, ketika kepada Agnia, Langit selalu ingin tampil sempurna, tidak jika kepada Dita. Langit tetap ingin menjadi pria lumpuh sekaligus b u r u k rupa. Hingga karena itu juga, Langit tidak bisa melarikan diri dari Dita.
Usaha membaringkan Langit yang penuh perjuangan karena Langit terus menolak. Baik menolak disentuh atau sekadar berurusan dengan Langit. Berakhir dengan mereka yang sama-sama berbaring di tempat tidur.
“Sepertinya aku wajib kompres tanda cinta dari Mas yang berupa KDRT. Mas khawatir enggak, ke aku? Mas pasti nyesel kan, sudah melakukannya ke aku? Pasti jejaknya lebam memar. Kulit putihku yang cantik, pasti bakalan bertato. Hayo, ... Mas pasti langsung kepikiran!” lirih Dita sengaja bersikap agresif kepada Langit.
“Eh, ... apaan, sih?!” kecam Langit. Ingin langsung minggat, ia tak mungkin melakukannya. Kini saja, ia nyaris kebablasan mengangkat kakinya yang memang baik-baik saja.
Dita memilih merengkuh punggung sekaligus dada Langit. Ia merebahkan kepalanya di dada bidang milik sang suami. Ketika Langit merasa sangat tersiksa dengan ulah agresif Dita, tidak dengan Dita yang tetap bisa menikmati kebersamaan mereka. Sebab dari awal pun, Dita sudah niat menjalani pernikahan dengan Langit, untuk ibadah.
“Mas, ... tadi kaki kanan Mas tendang aku. Itu spontan, apa memang sudah ada kemajuan?” ucap Dita yang sudah mulai lelap. Namun, Dita tak lupa jika tadi saat menendangnya, kaki sang suami tampak layaknya kak normal pada kebanyakan.
Sisa beberapa jam menuju waktu subuh, terasa sangat lama bagi Langit hanya karena ia harus diam membiarkan tubuhnya didekap Dita.
“Lelap banget, mana ngorok pula tidurnya. Hih! Bisa-bisanya aku kenal bahkan menikah dengan dia! Jika jodoh ibarat cerminan diri, kenapa aku bisa berurusan dengan wanita seperti ini!” batin Langit tetap tidak bisa tidur.
Sampai akhirnya subuh tiba dan mereka melangsungkan shalat subuh bersama, Dita sengaja pamit untuk mengurus sang ibu. Orang tua Langit memberi dukungan penuh. Keduanya juga tak segan menyuruh Langit untuk ikut serta. Namun dengan cepat, Langit yang jadi bengis, menolak.
Sekitar pukul enam pagi, Dita pamit dan diantar hingg ruang keluarga oleh sang suami. Langit terpaksa ikut mengantar karena terus dimarahi orang tuanya.
Dita diantar oleh sopir keluarga Langit menggunakan mobil sedan warna hitam.
“Ma ... titip Mas Langit. Aku sudah tulis nomor hape sekaligus alamatku ke dia. Biar kalau dia kangen tapi gengsi, bisa pura-pura salah telepon, apa salah kirim emoji hati, apa malah diam-diam datang buat ngintip aku!” lantang Dita dari jendela pintu tengah, kepada ibu Azzura.
Ibu Azzura yang mengantar hingga depan gerbang rumah, tidak bisa untuk tidak tertawa. Untungnya, ia memakai cadar hingga ia tak perlu menutupi mulutnya agar selain giginya tidak kelihatan, tentunya suara tawanya juga tak sampai terdengar.
Di dalam rumah, Langit yang menaiki anak tangga, melangkah cepat dan perlahan jadi agak berlari. Langit masuk ke dalam kamarnya. Baru menginjakkan kaki di sana saja, sudah ada selembar kertas yang terinjak olehnya. Langit tatap dengan saksama, sebab kertas tersebut tak hanya ada satu dua. Ada kertas yang sama di beberapa bagian tempat tidur. Di meja kanan kiri tempat tidur. Di sofa berikut bantalnya. Di cermin rias, di beberapa pintu lemari pakaian. Jumlahnya sangat banyak dan sangat mengganggu. Hingga Langit yang masih dongkol kepada Dita, sengaja mengumpulkannya kemudian m e r e m a snya sekuat tenaga menjadi bulatan tak beraturan. Langit membuang semua itu ke tong s a m p a h stainless di sudut ruang tidurnya.
Langit pikir, semuanya sudah selesai. Ia tak perlu membersihkan kertas berisi tulisan tangan nomor ponsel sekaligus alamat Dita yang dipenuhi emoji hati bertinta hitam. Namun ketika Langit masuk kamar mandi, di sana juga masih bertebaran.
“Dasar wanita g i l a. Dia pikir aku akan menyerah kemudian menghubunginya?!” kecam Langit sambil buru-buru mengumpulkan belasan kertas yang ia yakini sengaja Dita sebar.
Setelah kembali m e r e m a s nya menjadi bulatan tak beraturan, Langit melemparnya ke kloset di hadapannya. Dengan cepat kedua tangan Langit membuat kloset tersebut melakukan pembuangan isi hingga terdengar gemuruh berisik dari prosesnya.
Puas, itulah yang Langit rasakan setelah semua jejak Dita di sana, ia singkirkan. Meski tiba-tiba saja, ingatan Langit malah dihiasi kata-kata Dita yang membahas rindu.
“Awas saja kalau Mas sampai enggak kuat nahan rindu ke aku!” ucap Dita sambil tersenyum ceria kepada Langit, dini hari tadi.
“Sttttt! S i a l! Dasar wanita s i n t i n g!” kecam Langit sambil menepuk-nepuk kepalanya menggunakan kedua tangan. Berharap, dengan begitu, ingatannya juga tak lagi dihiasi jejak Dita, walau hanya suara atau setidaknya bayang-bayang wajah Dita.
🌹🌹🌹🌹
Pembaca : Yakin bakalan tetap aman kalau ngadepin cewek cengil modelan Dita, Mas? 🤣🤣🤣🤣
Ramaikan ya. Aku mau nulis keliling dulu di beberapa 🙏. Tengok kanan kiri, mana tahu ada yang biasa m e r u s a k r et ensi novelku dan bikin kita patah hati bersama. emang dia atau mereka enggak capek apa ya. Ya Allah.
Mudah²an pas Haris tau klo Langit yg jd suami Dita, Haris bs legowo..
Jangan biarkan Agnia sukses merusak kebahagiaan kalian