Seorang gadis cantik, jenius dan berbakat yang bernama Kara Danvers bekerja sebagai agen ganda harus mati di karena dikhianati oleh rekannya.
Namun, alih-alih ke alam baka. Kara malah bertransmigrasi ke tubuh bocah perempuan cantik dan imut berusia 3 tahun, dimana keluarga bocah itu sedang di landa kehancuran karena kedatangan orang ketiga bersama dengan putrinya.
"Aku bertransmigrasi ke raga bocil?" Kara Danvers terkejut bukan main.
"Wah! Ada pelakor nih! Sepertinya bagus di beri pelajaran!" ucap Kara Danvers menyeringai dalam tubuh bocah cilik itu.
Apa yang yang akan dilakukan sang agen ganda saat di tubuh gadis cilik itu dan menggemaskan itu. Yuk mari baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keluar Dari Rumah sakit
Keesokan paginya, Vara terlihat sangat bosan di brankar rumah sakit. Apalagi sang ibu juga melarangnya.
Bosan banget aku cuk! Mana tidak di bolehin jalan-jalan lagi! gerutu Vara
Tiba-tiba Vara merasa aneh dengan pakaian dalam miliknya, bocah perempuan itu kemudian baru sadar jika mengenakan popok bayi.
Astaga! Masak aku pakai popok, anjir! teriak Vara merasa syok.
Selvira yang melihat tingkah putrinya aneh, segera menghampiri gadis kecil cantik nan imut itu.
“Vara kenapa sayang?” tanya Vira lembut.
Vara mendongak, menatap sang ibu. “Mama … kenapa Vala pakai popok?” tanya Vara dengan terkejut.
Selvira terkekeh geli, lalu menjawab, “Bukannya Vara memang pakai popok, sayang! Vara ‘kan, masih belum bisa tahan kalau mau pipis dan mau ke toilet!” jawab ibu satu anak itu.
Anjir! Masa aku harus pakai popok terus sih! Gak bisa di biarkan ini mah! batin Vara syok.
“Mama!” panggil Vara
“Hmm … ada apa sayang?” tanya Vira.
“Vala cudah gak mau pakai popok lagi! Aku mau buka ya!” mata bocah perempuan cantik itu memelas, membuat Selvira menghela nafas.
Semenjak sadar dari koma, sikap putrinya sangat berbeda. Vara yang dulu selalu penurut, hanya merengek jika ingin minum susu. Sekarang, Vara sudah pintar protes membuat wanita berusia 27 tahun itu sedikit terkejut.
“Ya, sudah! Ayo ke toilet!” sahut Selvira lembut. “Tapi Vara yakin, gak pipis di celana lagi?” tanya Selvira memastikan.
Vara mengangguk dengan wajah serius, tapi terlihat sangat imut. “Vala yakin, Mama!” sahut gadis kecil itu.
“Baiklah! Ayo turun!”
Saat Vara akan turun dari brankar, tiba-tiba dirinya sangat terkejut. Dan berteriak, membuat Selvira kaget.
“Aaaaa … mana kaki ku? Ciapa yang cudah potong kedua kaki ku?” terlihat wajah bocah itu sangat panik.
“Sayang! Gak ada yang memotong kaki kamu!” sahut Selvira mengeryit heran, mengelus dadanya karena terkejut.
“Tapi kenapa kaki ku, gak belpijak ke bawah lantai?” tanya Vara yang masih syok.
Selvira akhirnya terkekeh, membuat Vara mengeryit heran. Sepertinya dia melupakan sesuatu.
“Vara sayang! Kaki Vara belum berpijak, karena Vara ‘kan masih kecil. Jadi, kakinya belum sampai ke lantai seperti orang dewasa,” jelas Selvira dengan sabar.
Mata Vara berkedip-kedip polos, sepertinya dia lupa berada di tubuh seorang bocah perempuan. Kemudian, gadis kecil itu menarik celana panjangnya ke atas.
Ternyata kakinya memang masih ada dan utuh, dia mengira jika kakinya sudah buntung. Makanya dia sangat panik.
Astaga! Susah bener, jadi bocil lagi! batin Vara menggerutu.
“Vala lupa, kalau Vala masih kecil. Ma!” sahut Vara terkekeh geli.
Selvira menggeleng pelan, baru kali ini ada anak lupa kalau dia masih kecil dan itu adalah putrinya, pikir Selvira.
“Ayo, Mama bantu ke toilet!” ucap Selvira menggendong tubuh gembul sang putri.
“Terimakasih Mama!”
****
Setelah seminggu dirawat inap, kini Vara telah diperbolehkan untuk pulang. Tentu, sang agen jenius itu merasa sangat bahagia.
Selama dirawat, Amara tidak pernah lagi mengunjunginya. Hanya Selvira, orang tua Arvin serta orang tua Selvira sendiri.
Akhirnya! Aku pulang cuy! batin Vara bersorak gembira.
“Vara senang tidak, kita akan pulang?” tanya Selvira tersenyum manis menatap sang putri.
Bocah perempuan cantik itu mengangguk. “Benal Mama, Vala cenang cekali!” sahutnya tersenyum memperlihatkan gigi rapinya.
Jadi penasaran! Bagaimana orang-orang disekitar bocah perempuan ini?! batin Vara
Eh! Terus, kalau aku disini. Dimana jiwa anak ini yah? Apa di tubuhku atau udah ke surga? batin Vara menerka-nerka.
Pintu kamar rawat inap terbuka, terlihat supir serta pembantu keluarga Mahardika yang datang untuk membantu majikan mereka.
“Lho! Bapak, mana Bi Asih?” tanya Selvira mengerutkan keningnya.
Wajah wanita parubaya itu terlihat tidak enak. “Hmm … itu Nya, tuan Arvin ke sekolah nona Lunaira bersama nyonya Amara,” jawab bi Asih merasa tidak enak.
Wajah Selvira berubah murung, tapi dia mencoba menutupinya dengan senyuman. Dia tak ingin sang putri bersedih karena dirinya. Namun, Vara bukanlah orang bodoh.
Mungkin jika Vara asli, pasti tidak mengerti sedangkan dirinya. Tentu dia paham, apa yang dirasakan oleh wanita cantik di depannya itu.
“Ya, udah. Gak apa-apa! Ayo sayang, kita pulang sama Bi Asih!” ucap Selvira tersenyum lembut pada sang putri.
Vara mengangguk polos, sang supir segera menghampiri dan mengangkat barang-barang untuk dibawa ke mobil.
“Vala bica jalan cendili, Ma!” tolak Vara ketika ingin di gendong.
“Baiklah! Bilang sama Mama, kalau udah capek!” sahut Selvira.
Terlihat bi Asih terkekeh, melihat nona kecilnya menolak. Biasanya bocah perempuan itu selalu ingin di gendong oleh sang ibu.
Kini, Vara dan ibunya di dalam mobil mewah. Vara tak henti-hentinya menatap gedung-gedung pencakar langit, dulu dia hanya fokus dengan pekerjaannya. Sekarang, dia menjadi seorang bocah.
Tiba-tiba Vara mengingat rekening miliknya yang tersimpan di bank dunia. Tempat itu adalah tempat teraman, nanti dia akan mengecek rekening miliknya.
Tak berselang lama, mobil berbelok dan masuk ke sebuah kawasan mewah. Rumah-rumah mewah berjejeran serta mobil mewah.
Ini kawasan para sultan ini! batin Vara
Kini mobil mewah itu berhenti di sebuah mansion mewah milik keluarga Mahardika. Dengan cepat, sang supir membuka pintu untuk sang majikan.
“Ayo sayang! Kita turun,” ujar Selvira.
“Baik Mama!” Vara terlihat sangat kesusahan saat turun, bagaimana tidak, tubuhnya yang gembul membuatnya terhalang.
Ya ampun! Susah bener nih, nih bocah kagak diet apa yak? Tubuhnya gembul sekali, aku sampai susah ini! gerutu Vara
Selvira terkekeh kecil melihat sang putri kesusahan untuk turun dari mobil, dengan cepat wanita cantik itu membantu sang putri.
“Nah, sudah!”
Keduanya segera berjalan masuk mansion, di belakangnya ada bi Asih serta sang supir yang membawakan barangnya.
Ketika Vara memasuki mansion itu, terlihat para pelayan berlalu lalang tanpa memperdulikan Selvira ataupun Vara. Bocah perempuan itu terlihat mengeryit heran.
Nih para pelayan, kagak ada sopan-sopannya sama nyonya rumah disini! batin Vara
“Ayo sayang! Kita langsung beristirahat di kamar Vara, yah!” sahut Selvira seolah sudah terbiasa dengan sikap para pelayan itu.
Ini juga emaknya Vara! Kenapa gak minta cerai aja sih, dari si buaya kadal empang itu! batin Vara menggerutu.
Dirinya memang menganggap jika ibu Vara itu terlalu bodoh, dia cantik dan masih muda. Apalagi keluarga Prameswari juga kaya.
Saat berada di lantai tiga, terlihat mengernyit heran saat melihat kamar sang putri terlihat berbeda.
“Bi, kenapa kamar Vara, ada barang-barang Lunaira?” tanya Selvira.
Dia memang jarang menginap di mansion, setelah sang anak koma. Terhitung, Vara di rumah sakit itu selama tiga minggu.
“Itu … Nya. Hmm … “ bi Asih terlihat tidak enak.
“Kamar itu sekarang milik nona Lunaira!” celetuk seseorang dari arah belakang Selvira.