Sequel " SEMERBAK WANGI AZALEA"
Zara Aisyah Damazal masih menempuh pendidikan kedokteran ketika dia harus mengakhiri masa lajangnya. Pernikahan karena sebuah janji membuatnya tidak bisa menolak, namun dia tidak tau jika pria yang sudah menjadi suaminya ternyata memiliki wanita lain yang sangat dia cintai.
" Sesuatu yang di takdirkan untukmu tidak akan pernah menjadi milik orang lain, tapi lepaskan jika sesuatu itu sudah membuatmu menderita dan kau tak sanggup lagi untuk bertahan."
Akankah Zara mempertahankan takdirnya yang dia yakini akan membawanya ke surga ataukah melepas surga yang sebenarnya sangat di cintainya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon farala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 21 : Panggilan baru
Zara menatap wajah Ezar, sebuah senyum yang jarang Zara liat menghiasi bibir pria tampan itu.
Zara tidak menolak ataupun mengiyakan.
Perubahan sikap Ezar yang bak roller coaster masih menjadi bumerang untuk Zara.
Di jawab iya, Zara takut kecewa.
Diamnya Zara membuat Ezar merasa jika gadis itu masih ingin menjaga jarak dengannya.
Tapi dia tidak menyikapinya dengan amarah, sedikit banyak dia paham jika Zara tidak pernah mengenal seorang pria selain Abi dan kakaknya, dan kedua pria itu sangat menyayangi Zara. Karena itu, ketika mereka di satukan dalam ikatan pernikahan terlebih Ezar yang sudah membuat jarak di awal, tentu Zara merasa was was.
" Pelan pelan saja." Ujar Ezar mengusap lembut kepala Zara.
Hati Zara menghangat. Itulah Ezar. Terkadang Ezar menjadikan Zara bunga paling indah, terkadang juga seperti bunga layu yang hampir mati karena tidak tersiram.
Karena itu, pilihan bijak yang Zara ambil dari permintaan Ezar barusan adalah, tetap seperti dulu. Tidak memberikan hatinya pada Ezar sepenuhnya..
" Ayo tidur, besok akan banyak kegiatan yang akan kita lakukan." Ezar menarik tangan Zara.
Mau tidak mau, Zara mengikuti kemauan Ezar, tidur di ranjang yang sama. Tidak ada lagi bantal atau guling yang di jadikan pemisah, bukan karena menginginkan hal itu terjadi, tapi kamar penginapan itu memang tidak menyediakan guling, hanya ada dua bantal kepala dan tidak ada sofa atau kursi panjang yang bisa menjadi alternatif Zara menjauh dari Ezar.
Keduanya berbaring bersebelahan, Zara sangat risih dengan kondisi saat ini. Untuk bernafas saja, dia harus mengaturnya sedemikian rupa agar tidak terdengar oleh Ezar. Begitupun detak jantung, sebisa mungkin dia mencoba mengontrol nya.
Keheningan kembali tercipta, masing masing hanya sibuk memandangi langit langit kamar tanpa satu pun yang berbicara.
Hingga Zara mengubah posisi tidurnya membelakangi Ezar. Ezar pun mengubah posisinya mengikuti Zara. Ezar memandangi punggung Zara. Jujur dia juga deg degan. Tidak ada wanita yang pernah tidur dengannya selain Zara. Berpacaran dengan Ghina bertahun tahun tidak membuat Ezar lupa diri. Ghina bahkan sering memancing Ezar, dengan tubuh tinggi, seksi dan sintal, siapa yang tidak akan tergoda dengan pesonanya? Tidak terkecuali Ezar. Hanya saja, Ezar masih mendahulukan pikiran waras nya.
" Kau sudah tidur?" Tanya Ezar pelan.
Zara tidak menjawab meski memang sulit sekali untuk menutup mata.
" Kau membenciku?"
Sama, Zara tetap tidak memberikan reaksi apapun.
Hening kembali...hingga tiba saat Zara mengajukan pertanyaan pada Ezar.
" Apa dokter sangat mencintainya?"
Deg...
Ezar gelagapan.
Kali ini, dia yang tidak bisa menjawab pertanyaan Zara.
Zara tersenyum. " Saya rasa, dokter sangat mencintainya."
Ezar tetap diam.
" Haruskah aku yang pergi?" Ujar Zara lembut, bahkan nada bicaranya terkesan membujuk.
" Kenapa kau berkata seperti itu?" Tanya Ezar tidak terima. Entahlah, sekarang, berat rasanya untuk berpisah dengan Zara.
" Karena saya tidak bisa hidup dengan pria yang mencintai wanita lain. Saya tau kalau saya ini egois, sesuai perjanjian awal, dokter sudah mengatakan untuk tidak terlalu berharap. Tapi yang saya sesalkan, kenapa dokter tidak mengatakan apapun pada saya jika dokter punya kekasih hati? Andai dokter mengatakannya, saya akan berbicara pada ibu dan ayah. Kalau untuk Abi dan umi, saya bisa jelaskan pada mereka."
" Mereka tau, maksudku ibu dan ayah. Mereka mengenal Ghina dengan baik." Ujar Ezar jujur.
Zara berbalik, memposisikan tubuhnya menghadap Ezar. Pengakuan Ezar membuatnya kaget. Jika mertuanya tau, kenapa masih menginginkan Zara untuk menjadi menantu mereka? Padahal ada dokter Ghina yang jauh lebih sempurna darinya.
" Lalu kenapa dokter tidak menikah dengan dokter Ghina? Kalian sudah menjalin kasih cukup lama, dan ibu serta ayah juga merestui nya."
" Aku hanya bilang mereka tau, tapi tidak pernah mengatakan kalau mereka merestui hubungan ku dengan Ghina."
Ezar menarik nafas panjang, lalu merubah posisinya menjadi telentang. Kembali menatap langit langit kamar.
" Aku pertama kali bertemu dengan Ghina di salah satu rumah sakit di london. Saat itu aku baru saja menyelesaikan pendidikan residensi ku dan dia adalah salah satu dokter umum di sana. Kami menjalin kasih. Beberapa bulan kemudian, aku membawanya ke mansion, aku mengenalkannya pada oma Afya dan opa Erwin. Tapi aku sungguh tidak menyangka dengan sambutan keduanya. Begitu melihat Ghina, opa langsung pergi dengan alasan pekerjaan, sementara oma tidak begitu respek meski masih menemani Ghina berbicara. Aku maklum, ini pertama kalinya aku membawa seorang wanita dan mungkin itu yang membuat oma dan opa kaget. Begitupun saat aku pindah, tidak lama Ghina juga menyusul, itu karena kedua orangtuanya di pindahkan ke sini. Dan ketika aku mempertemukan Ghina dengn ibu dan ayah, respon mereka lebih parah dari opa dan oma. Bahkan Faiz adikku pun sama."
Ezar kembali ke posisi semula, menatap Zara yang masih betah melihat ke arahnya.
" Tapi itu berbeda begitu mereka bertemu dengan mu. Kau bisa bayangkan, Opa Erwin dan oma Afya hanya melihatmu melalui gambar yang di kirim opa Lukman, tapi apa tanggapan mereka? Dia langsung menyukaimu. Bahkan mereka tidak pernah secara langsung berbicara dengan mu, namun, mereka sudah seperti kenal dekat dengan mu. Jangan tanya bagaimana sikap ayah dan ibu, karena aku yakin kamu pasti merasakan sendiri limpahan kasih sayang dari mereka." kata Ezar tersenyum.
Benar, Zara tidak menampik itu.
Atau mungkinkah mereka berpacaran selama itu karena berusaha mendapatkan restu dari keluarga besar Pradipta?
" Dan setelah mereka tidak merestui, masihkah dokter ingin mempertahankan hubungan dokter dengan nya?"
" Entahlah, kalau di tanya apa aku masih mencintainya, aku bingung mau menjawab apa. Karena aku sudah tau bagaimana nasib ku ke depannya jika tetap nekat menikahi Ghina. Pernikahan tanpa restu tidak akan mendatangkan kebahagiaan."
" Jadi sekarang bagaimana? Pernikahan ini, apa dokter merasa bahagia?"
Deg....
Pertanyaan Zara sungguh di luar dugaan.
" Apa yang ingin kamu dengar?"
" Kejujuran."
" Ya, aku bahagia." Kata Ezar menatap lekat wajah Zara.
Dan pengakuan itu membuat Zara terkesiap. Jawaban Ezar barusan adalah jawaban yang sebenarnya tidak di harapkan Zara. Karena dengan mengatakan jika Ezar bahagia, tentu Zara harus mencoba berlapang dada menerima permintaan Ezar. Permintaan yang sangat berat untuk dia kabulkan. Bukan karena Zara membenci Ezar, hanya saja dia takut terluka.
Melihat ekspresi Zara yang datar membuat ezar mengernyit. " Kenapa? Kau tidak percaya padaku?"
Dengan cepat Zara menggeleng. " Bukan seperti itu." Ujarnya tidak enak hati.
Ezar tertawa renyah.
" Baiklah, mengenai permintaan ku tadi, ku anggap kau menyetujuinya." Ezar terlihat sangat antusias. " Jadi kita akan mulai dari panggilan dulu."
" Panggilan?"
" Ya, jujur aku muak dengan kau yang terus memanggilku, dokter, dokter dan dokter." Ezar sengaja memasang wajah kesal.
" Tapi saya rasa itu panggilan yang sangat cocok."
" Cocok dari mana, kalau yang memanggil teman mu atau residen, itu baru cocok. Tapi kamu?"
Zara menggigit bibir bawahnya dan terlihat mulai berpikir keras. Sialnya, aksi Zara yang menggigit bibir itu justru terlihat seksi di mata Ezar. Dia bahkan memfokuskan netranya di bibir indah itu. Takut bablas, Ezar memalingkan wajahnya ke arah lain.
" Lalu saya harus memanggil apa? " Tanyanya bingung.
" Sebagai suami, apa pernah kamu mendengar umi Aza memanggil abi dengan panggilan dokter..Tidak kan?"
" Jadi maksud dokter, saya panggil abi begitu? Kayak panggil abi Adam saja, rasanya aneh." Protes Zara.
Ezar menghela nafas panjang. " Bukan abi juga Zara." dengusnya." Bagaimana kalau mas, sama seperti saat kamu memanggil Zayn. Ku rasa itu panggilan yang sangat sesuai."
" Mas?"
" Iya."
" Bagaimana?"
" Baiklah."
" Coba kau panggil aku." Pinta ezar tidak sabaran.
" Ma....s Ezar...."
...****************...
stadium akhir 😩
kasian ghina
zara ank msih bayi knp la langsg lanjut pendidikn ny. fokus di rs, urus ank2 dn urus suami dulu knp. sayang x momen ny bnyak melewat kn tumbuh kembang si kembar. toh zara gk kekurangn materi tujuh turunan😁