🏆 Juara 3 YAAW 2024 Periode 2🏆
"Permisi Mas, kalau lagi nggak sibuk, mau jadi pacarku?"
———
Daliya Chandana sudah lama memendam rasa pada sahabatnya, Kevin, selama sepuluh tahun. Sayangnya, Kevin tak menyadari itu dan malah berpacaran dengan Silvi, teman semasa kuliah yang juga musuh bebuyutan Daliya. Silvi yang tidak menyukai kedekatan Daliya dengan Kevin mengajaknya taruhan. Jika Daliya bisa membawa pacarnya saat reuni, ia akan mencium kaki Daliya. Sementara kalau tidak bisa, Daliya harus jadian dengan Rio, mantan pacar Silvi yang masih mengejarnya sampai sekarang. Daliya yang merasa harga dirinya tertantang akhirnya setuju, dan secara random meminta seorang laki-laki tampan menjadi pacarnya. Tak disangka, lelaki yang ia pilih ternyata seorang Direktur baru di perusahaan tempatnya bekerja, Narendra Admaja. Bagaimana kelanjutan kisah mereka?Akankah Daliya berhasil memenangkan taruhan dengan Silvi? Atau malah terjebak dalam cinta segitiga yang lebih rumit?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HANA ADACHI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17. Ulang Tahun Bunda Kevin
"Selamat ulang tahun, Bunda!" Daliya mencium pipi wanita paruh baya itu kanan dan kiri. "Ini hadiah buat Bunda!" ujarnya sambil memberikan sebuah paperbag besar.
"Ya ampun, terimakasih sayang!" Wanita itu, menerima hadiah Daliya dengan wajah terharu. "Ya ampun, ini kan set alat masak yang sudah lama Bunda incar! Aduh, sayang, kamu tahu banget deh apa yang Bunda suka!"
Daliya tersenyum lega. Untung saja Kevin sempat mengingatkan Daliya soal ulang tahun ibunya, kalau tidak pasti Daliya akan merasa bersalah. Kalau tentang hadiah, jujur Daliya hanya membeli secara asal. Dia membeli set alat masak karena ingat kalau ibunya Kevin jago memasak.
Memang, wanita yang sekarang sedang berulang tahun ke 50 itu adalah ibunda dari Kevin, sahabat Daliya. Ibu dari Kevin, atau lebih akrab dipanggil Bunda Maya, adalah seorang single parent yang sudah menjanda sejak Kevin berusia sepuluh tahun. Bunda Maya bekerja keras sendirian untuk menghidupi putranya setelah suaminya meninggal, dan perjuangannya itu berhasil, karena sekarang Kevin sudah tumbuh menjadi seorang lelaki dewasa dengan pekerjaan mapan sebagai seorang fotografer profesional.
Daliya mengenal ibu Kevin di tahun keduanya saat SMA. Kevin mengajak Daliya datang ke rumah untuk menyelesaikan tugas kelompok. Saat itulah Daliya dan Bunda Maya bertemu, dan mereka akrab sampai sekarang. Bunda Maya sudah menganggap Daliya sebagai putrinya sendiri, begitu pun sebaliknya. Bahkan sejak Daliya memutuskan untuk bekerja dan menetap di Jakarta, Bunda Maya adalah orang yang dimintai tolong oleh orang tua Daliya untuk menjaga anak mereka. Ya, sedekat itu memang hubungan mereka sampai kedua keluarga sudah saling mengenal. Sayangnya, hubungan itu mungkin tidak akan bisa lebih jauh lagi karena cinta Daliya yang bertepuk sebelah tangan pada Kevin.
"Daliya," Kevin yang duduk di sebelahnya berbisik, memberi kode. Daliya mengangguk, dia sudah memahami kode itu karena mereka memang sudah membicarakannya sebelumnya.
"Bunda," panggil Daliya dengan lembut. "Daliya boleh minta tolong Bunda tutup mata sebentar?"
"Loh, memangnya kenapa? Oh, kalian mau kasih kejutan buat Bunda, ya? Ya ampun, Bunda jadi terharu...,"
"Iya Bunda, ini kejutan spesial dari Kevin buat Bunda," ujar Kevin sambil menutup kedua mata Bunda Maya dengan tangannya.
"Duh, duh, duh, ada apa ya? Bunda jadi deg-degan!"
Daliya tersenyum getir. Ia kemudian mengangkat tangan, memberi kode pada pelayan. Dalam beberapa saat, lampu restoran berubah redup dan iringan musik berganti menjadi lagu selamat ulang tahun. Bersamaan dengan itu, Silvi muncul sambil membawa sebuah kue tart besar lengkap dengan lilin di atasnya. Daliya berdiri dari duduknya dan memberikan ruang untuk Silvi berdiri di depan Bunda Maya.
"Oke Bunda, kita hitung satu sampai tiga ya," Kevin mengarahkan. "Satu..dua..tiga!"
Kevin melepaskan tangannya, dan kedua mata Bunda Maya terbuka. Tepat di saat itu, Silvi memamerkan senyumnya yang paling manis.
"Selamat ulang tahun Tante!"
"Eh?" Bunda Maya kebingungan karena tidak merasa kenal dengan gadis di depannya itu. "Ini...siapa ya?"
"Halo Tante, perkenalkan, saya Silvi, pacarnya Kevin," Silvi memperkenalkan diri dengan suara yang ia buat selembut mungkin, membuat Daliya yang mendengarnya merasa mual. Pasalnya, dia tahu betul bagaimana nada bicara Silvi yang sebenarnya.
"Apa? Pacar?" Bunda Maya melirik ke arah Kevin dan Daliya secara bergantian. "Bunda kira, kalian berdua—"
"Bunda," Kevin memotong ucapan ibunya. "Tiup lilin dulu. Kasihan Silvi sudah capek pegang kue dari tadi,"
"Oh, iya, ya," Bunda Maya lalu memajukan badan dan meniup lilin di atas kue. Setelah lilin padam, lampu restoran kembali terang benderang.
"Yey! Selamat ulang tahun Tante! Silvi bawa hadiah untuk Tante!" Silvi meletakkan kue di atas meja dan memberikan sebuah paperbag pada Bunda Maya. "Silvi sudah memilih kado spesial buat Tante. Semoga Tante suka, ya!"
"Terimakasih," Bunda Maya menerima hadiah itu dengan canggung. Ia membuka isinya, ternyata sebuah tas dengan merek mahal. "Astaga, ini kan mahal sekali!"
"Iya, Tante! Silvi pesankan tas ini langsung dari Paris! Gimana Tante? Bagus kan?" Silvi bertanya dengan mata berbinar-binar. Terlihat sekali kalau gadis itu ingin diberikan pujian.
"Aduh, maaf Nak Silvi. Tante tidak terbiasa menerima hadiah mahal seperti ini. Ini terlalu berlebihan buat Tante," Bunda Maya meletakkan lagi kotak tas itu ke dalam paperbag. "Lebih baik kamu simpan saja,"
"Apa?" Silvi ternganga, ia tak menyangka hadiahnya akan ditolak begitu saja. "Tapi, Tante—"
"Lagipula Tante nggak pernah pergi-pergi bawa tas, apalagi yang semahal ini. Aduh, Tante takut kalau dibawa nanti malah dijambret orang!" Bunda Maya masih bersikeras mengembalikan hadiah itu pada Silvi.
"Bunda," Daliya akhirnya turun tangan. Ia menyentuh tangan Bunda Maya dengan lembut. "Lebih baik tasnya Bunda simpan saja. Silvi kan sudah memilihkan tas ini khusus buat Bunda,"
"Tapi, Liya, tas ini terlalu mahal. Bunda ngerasa nggak cocok pakai ini!"
"Ya kalau gitu nggak usah dipakai Bunda, Bunda simpan saja. Bunda tahu tidak, tas ini kalau dijual lagi harganya bisa lebih tinggi! Hitung-hitung investasi, kan?" Bujuk Daliya lagi, tentu saja kali ini dengan berbisik-bisik. Bunda Maya tampak ragu sejenak, tapi kemudian ia menganggukkan kepalanya.
"Ya sudah deh, karena sudah dikasih, Bunda simpan saja. Terimakasih ya, Nak Levi...,"
"Saya Silvi, Tante...," Silvi membetulkan.
"Oh iya, Nak Silvi. Terimakasih banyak ya...,"
Daliya menghela napas lega. Akhirnya masalah beres. Ia sempat melirik ke arah Silvi, dan tampak gadis itu menatapnya dengan penuh kebencian. Daliya hanya bisa mengangkat bahu.
Apa? Kenapa menatapku seperti itu? Aku habis membantumu tahu! Begitu kira-kira yang dikatakan Daliya lewat matanya.
Setelah acara tiup lilin, mereka berempat makan malam bersama. Usai makan, Daliya segera berpamitan untuk pulang.
"Loh, kenapa cepet-cepet sih, sayang? Nggak mau pulang bareng Bunda aja?" rayu Bunda Maya yang merasa keberatan.
"Maaf Bunda, besok Liya ada rapat pagi-pagi. Lagian kan rumah Bunda sama kostan Daliya nggak searah, kasihan dong nanti Kevin nganterinnya harus muter,"
"Ya tapi kan kamu itu anak gadis, nggak baik pulang sendiri malem-malem,"
"Tante betul, Daliya. Kenapa nggak minta dijemput pacarmu aja?" imbuh Silvi sambil tersenyum licik.
Daliya langsung melotot mendengar celetukan musuh bebuyutannya itu. Kenapa sih wanita ini selalu mencari gara-gara dengannya?
"Loh, Daliya sudah punya pacar?" Bunda Maya terlihat shock. "Kok Bunda nggak tahu?"
"Pacarannya masih belum lama kok Tante," sambar Silvi sebelum Daliya sempat menjawab. "Silvi sama Kevin udah pernah kok ketemu sama pacarnya. Iya kan, sayang?" Silvi menoleh dan meminta persetujuan dari Kevin. Tapi Kevin hanya diam saja, membuat Silvi langsung merengut kesal.
"Eng, iya Bunda, kita memang baru pacaran sebentar. Tapi nanti lain waktu Daliya kenalin kok," Bohong Daliya. "Yaudah kalau gitu, Daliya pamit dulu ya Bunda. Assalamu'alaikum!" Daliya buru-buru mencium tangan Bunda Maya dan berjalan keluar restoran. Jangan sampai mulut ember Silvi berkata macam-macam lagi dan membuatnya harus berbohong lebih banyak.
Di depan restoran, Daliya berdiri sambil menunggu taksi online-nya datang. Di sela-sela waktu menunggu itu, ia sempatkan membuka aplikasi chat, berharap ada pesan masuk dari Ren. Sayangnya, sampai mobil taksi yang ia tunggu datang pun, tidak ada pesan dari lelaki itu.
Besok aku harus bicara secara langsung dengannya, tekad Daliya dalam hati.
🙏🫶🫶🫶
punya dendam kah sama Ren
Dali ya 🌹
kocak🌹