Naomi Tias Widuri menjalani hari-harinya sebagai seorang ibu rumah tangga biasa setelah menikah dengan laki-laki bernama Henda Malik Ahmad. Di persunting oleh Hendra satu tahun yang lalu, kini Naomi dan Hendra akan segera memiliki buah hati.
Naomi yang patuh kepada suami memutuskan untuk meninggalkan pekerjaan nya sebagai seorang Direktur di perusahaan ayahnya, dan lebih banyak menghabiskan waktu di rumah untuk melayani sang suami.
Namun ternyata kepatuhan Naomi terhadap suami tidak membuat Hendra setia terhadapnya, justru Hendra mempunyai wanita lain di saat Naomi hamil di usia tujuh bulan.
Penderitaan yang Naomi alami semakin lengkap setelah mengetahui bahwa selingkuhan suaminya tersebut adalah orang yang sangat ia kenal.
Jika kalian Penasaran siapa selingkuhan Hendra, mari kita simak bersama-sama novel ini.
Happy Reading ❤
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dwi cahya rahma R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 7
Dua kolega Hendra kini sudah keluar dari dalam ruangan. Naomi yang merasa kesal melihat kemesraan suaminya dengan Sindi seketika langsung masuk begitu saja ke dalam ruangan. Hendra dan Sindi yang melihat kehadiran Naomi di dalam ruangan seketika terkejut.
"Sayang.." Hendra yang beranjak berdiri dari tempat duduknya begitu pun dengan Sindi.
Sindi yang melihat kehadiran Naomi secara tiba-tiba menjadi takut.
"Kok kamu datang ke kantor ngga bilang-bilang? udah lama di sini?." tanya Hendra kepada istrinya.
Naomi tidak menjawab pertanyaan dari Hendra ia menatap wajah Sindi dengan tatapan tajam. "Sindi.." panggil Naomi.
"Iya buk.." jawab Sindi.
"Kamu tahu kan bos kamu ini sudah punya istri? dan kamu seharusnya sebagai sekretaris harus tahu posisi." ucap Naomi.
Sindi yang mendengar ucapan Naomi seketika menjadi bingung dan tidak paham. "Maksud ibu apa ya?."
"Kamu masih ngga tahu maksud saya, setelah saya melihat perlakuan kamu kepada suami saya tadi."
Sindi yang mendengar ucapan Naomi seketika paham, Sindi bisa menebak jika Naomi melihat semua adegan dirinya bersama Hendra tadi. "Maaf buk, ibu salah paham, itu tidak seperti yang ibu bayangkan, saya dan pak Hendra hanya sebatas atasan dan bawahan saja." Sindi yang mencoba menjelaskan.
"Kalau kamu tahu sebatas atasan dan bawahan saja kenapa kamu cari perhatian dengan suami saya, biar apa?."
Hendra yang melihat Naomi marah-marah di dalam ruangan mencoba untuk memenangkannya. "Udah sayang.. kamu tidak perlu marah-marah, apa yang di katakan Sindi memang benar, kita tidak ada apa-apa, itu cuman pikiran kamu saja, udah ya, malu di lihat sama karyawan yang lainnya."
"Kamu juga mas!." Naomi yang menunjuk ke arah Hendra. "Kamu itu sudah punya istri, ngapain pake ngusap-ngusap kepala Sindi, seharusnya kamu tahu dong batasannya, kamu itu direktur, harus kasih contoh yang bener buat bawahan kamu." omel Naomi.
"Iya sayang.. aku minta maaf, tadi niat nya cuman mau ngucapin terimakasih sama Sindi karena berkat dia kolega-kolega mau bergabung dengan perusahaan kita."
"Pokoknya aku ngga mau ya kalau kalian bersikap seperti tadi lagi, dan kamu Sindi!." Naomi yang menunjuk ke arah Sindi. "Saya sudah menegur kamu ya, jangan melakukan hal yang senonoh kepada atasan mu sendiri, atau saya kamu pecat dari kantor ini." ancam Naomi.
"Sayang.. seperti nya kamu terlalu berlebihan."Sahut Hendra.
"Berlebihan apa? aku hanya memberi peringatan kepada Sindi agar dia tahu posisinya itu apa di kantor ini, agar tidak macam-macam."
Hendra yang mendengar ucapan-ucapan Naomi hanya bisa mengangguk saja.
"Iya buk, saya minta maaf, saya tidak akan mengulangi kesalahan yang sama."
"Saya maafkan kamu kali ini, tapi kalau lain kali kamu ulangi lagi, saya tidak segan-segan memecat mu."
"Baik mu.." Ucap Sindi sedikit menunduk.
"Kamu tahu kan dulu kamu adalah orang kepercayaan saya, maka dari itu saya percayakan kamu menjadi sekretaris suami saya, jadi jangan mengkhianati kepercayaan saya dengan kamu berperilaku tidak baik terhadap suami saya yang jelas-jelas atasan kamu."
"Maaf kan saya buk.. saya tidak akan mengulanginya lagi."
Setelah Sindi meminta maaf ia pun kembali ke ruangannya untuk mengerjakan pekerjaan nya, sedangkan Hendra dan Naomi kini masih berada di dalam ruang meeting.
"Kenapa tadi kamu ngga pake sepeda roda aja sih sayang, kan kasihan anak kita, kamu pasti juga capek jalan terus." Hendra yang mengusap kepala Naomi.
"Ngga apa-apa mas.. kata dokter, aku juga harus banyak gerak, biar baby nya sehat, aku juga capek kalau tidur terus di rumah, bosen."
"Ya sudah istirahat di ruangan aku aja ya.. kamu bisa duduk-duduk di sana, nanti biar beberapa staf ngirim makanan ke atas."
"Ngga usah mas, nanti malah ganggu pekerjaan kamu, aku lanjut keliling-keliling aja, udah lama ngga lihat-lihat kantor, nanti kalau aku udah bosen di kantor langsung pulang aja."
"Ya sudah terserah kamu aja, tapi ingat jangan capek-capek kasihan baby nya. Terus kalau butuh apa-apa hubungi aku aja ya.."Hendra yang mengecup kening Naomi dengan sangat lembut lalu berjalan pergi keluar dari ruangan meeting.
Naomi kembali berkeliling kantor, banyak karyawan yang memberi hormat kepadanya. Hingga tidak sengaja Naomi bertemu dengan sahabatnya Hilda yang juga bekerja di kantor milik ayahnya sebagai staf administrasi.
Hilda yang lebih dulu melihat Naomi sedang duduk di tepi taman mencoba untuk menemuinya. "Naomi.." Panggil Hilda membuat Naomi sedikit terkejut.
"Hey Hilda.. apa kabar?." Naomi yang langsung memeluk sahabatnya tersebut.
"Baik.. kamu sendiri apa kabar? sudah lama kita tidak bertemu loh."
Hilda dan Naomi adalah teman semasa Sma dan kuliah hingga sekarang, namun sekarang mereka berdua sudah lama tidak bertemu semenjak Naomi hamil karena lebih sering menghabiskan waktunya di rumah. Hanya sesekali telfon dan video call lewat ponsel.
"Aku juga baik.. iya yah kita sudah berbulan-bulan ngga ketemu." Naomi yang melepaskan pelukan Hilda.
Kini Hilda ikut duduk di samping Naomi. "Wah udah besar aja nih dedek utun, udah berapa bulan sih?." tanya Hilda sambil mengusap perut Naomi.
"Udah tujuh bulan kemarin, kamu aku undang tapi ngga dateng."
"Aduh maaf ya Nom.. waktu itu aku sedang keluar kota, ada keluarga aku yang meninggal di sana, jadi aku ngga bisa ikut, maaf juga waktu itu ngga ngabarin kamu kalau ngga bisa datang."
"it's okay.. kamu kan juga ada kepentingan." Naomi yang mengusap tangan Hilda.
"Eh tumben kamu dateng ke kantor sekian purnama ngga pernah dateng ke sini? kenapa?." tanya Hilda.
Naomi yang mendapat pertanyaan dari Hilda seketika diam. Hilda yang melihat ekspresi Naomi berubah seketika menjadi semakin bertanya-tanya.
"Kenapa? ada masalah kah? cerita dong.. udah lama loh kita ngga saling curhat berdua setelah kamu menikah." Hilda yang merindukan kebersamaan saat mereka masih bersama. "Kadang aku kangen tauk, waktu kita masih single dulu, waktu kamu masih jadi bos aku, kita sering makan siang bersama, ngopi di cafe kantor bersama, ketawa-ketawa di ruangan kamu bersama, sekarang jangankan cerita, mau ketemu aja udah susah, kamu udah punya keluarga, aku sibuk kerja." lanjut Hilda.
Naomi yang mendengar ucapan Hilda seketika mengulum senyum. "Sama aku juga kangen sama masa-masa kita berdua dulu."
"Curhat lagi yuk, pasti banyak yang ingin kamu ceritakan dengan ku kan setelah menikah?."
"Banyak.. apa lagi setelah aku merasa mas Hendra berubah." Naomi yang menoleh ke arah Hilda.
"Hendra berubah? berubah gimana?." tanya Hilda. "Apa dia mukul kamu?."
"Tidak.."
next Thor...