"Assalamualaikum, ini pak Ahmad. Bapak, anak anda sedang tidak baik-baik saja. Bila anda mau bertemu langsung, dengan anak anda... Serahkan kepada saya 1M secepatnya, jangan banyak alasan. Ketemu di depan gedung Serbaguna"
"Apa! Apa maksud mu! Siapa kau!! "
....
Ahmad Friko, pengusaha sukses setelah ia mengadopsi anak panti asuhan, yang diberi nama Rara, pak Ahmad bekerja dengan serius sampai terkadang lupa dengan kewajibannya untuk mengurus anak. Hingga saat ia bangkrut, ia mendapat pesan dari seseorang bahwa anaknya sedang di sekap, ditawan dan dimintai uang satu milliar, yang jumlahnya tak biasa. Apa yang akan dilakukan Ahmad setelah ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bu Alisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18-Putriku, ditawan preman satu milliar
Selamat membaca kawan-kawan(人•͈ᴗ•͈)
Bab 18
"Maafkan aku bu Fitri"
Anjani bersenandung dengan earphone di kedua telinga, bersama semangkok bubur ayam yang ibu Fitri beli di depan rumah yang tumben lewat. Anjani di suruh memberikan sarapan pada mbak Eve yang dikiranya tidur di kamar itu, saat dibuka kini Anjani tak bisa membuka matanya secara lebar karena remaja itu sudah tidak ada di kamar.
Segera Anjani menaruh mangkok di atas laci, mencari-cari sampai mengangkat selimut dan ranjang. "Mbak Eve?! " serunya memanggil. Gadis itu sampai naik ke atas ranjang, dan melihat kaca kamar ini yang mengarah ke rumah belakang terbuka lebar, seperti ada seseorang yang keluar melewati celah sempit ini.
Anjani langsung berteriak keras memanggil ibuk nya yang sedang mencuci baju di kamar mandi, "IBUK!!! MBAK EVE HILANG BUK!!! " teriak Anjani bagai suara sirene.
****
"Hosh-Hosh-Hosh-"
Dirinya menepis keringat bintik-bintik yang muncul dari sela pelipis. Tak hanya itu juga, seragam yang juga di cuci bu Fitri dia bawa ke sekolah. Eve itu lah dia sekarang, disini keberadaannya. Di pinggir jalan, dengan padatnya kendaraan di pagi jam 08.00 ini.
"Apa yang gue lakukan... "
"Gak... Kalo gue cuma diem aja gue bakal ngerepotin bu Fitri sama anaknya, "
"Gue juga udah cukup sembuh, "
"Sudah dua hari di sana. " katanya, sedikit melirik ke arah jalanan. Gadis itu menelan ludah kecil, berjalan ke arah toilet umum untuknya bisa berganti baju, lalu tanpa membawa tas dan perlengkapan sekolah lainnya. Dirinya yang memiliki pandangan buram, minus setengah sedikit menyipitkan mata saat akan menyebrang ke sisi jalan.
Suasana kelas SMA BungKaraya sangat ramai, Anak-anak berlari kesana-kemari di jam kosong ini. Yah hanya terkecuali para cewek yang mementingkan penampilan dan rupa mereka, dirasa tak cocok. Mereka langsung memakai make up di sekolah, sebagian tak peduli pada keributan itu.
Mereka saling menatap, apalagi pada bangku kosong di ujung sana. "Ck, kemana dia? "
"Gak masuk lagi? "
"Sial, dia jadi pemalas... "
Kata mereka, merapikan kuku-kuku mereka yang sedikit jelek, di hiasi dengan pitek warna yang harganya sangatlah mahal. Salah satu di antara mereka, yang paling berkuasa dan sok memiliki kekayaan di antara mereka semua karena dia adalah anak dari kepala sekolah adalah Catarina, bersama enam cewek lain, mereka berkumpul menjadi geng circle komplotan pembully.
Sudah banyak yang mereka tindas disini, termasuk salah satunya satu perempuan bertubuh gendut di sana. Sering di jadikan kepuasan mereka tuk bermain, dan di rampas uang nya. Karena tak ada si culun, atau yang selalu juara ranking kelas tak masuk. Catarina sedikit jengah, "Dimana sih dia?! "
"Sabar pasti dia bentar lagi masuk. "
"Tuh culun kan gak bisa bolos lebih sehari" lalu benar lah ucapan cewek ini, terlihat dari kaca jendela kelas yang mengarahkan ke ujung gerbang, terlihat Eve dengan seragam putih, abu-abu pendek nya yang berlari tuk berangkat sekolah, walau dirinya terlambat masuk.
"Kan... Panjang umur... " kata temen Catarina. Juga cewek bibir tebal yaitu Catarina itu sendiri, memegang kaca dan bergaya solek. "Hm... Menarik, ayo guys kita keluar. Buat dia get out, telah bolos dari kita dan gak izin sama sekali... "
Ucap Catarina, cewek itu berjalan seksoy, bak model. Jalannya yang slay diikuti teman-teman nya di belakang. Di depan gerbang, Eve berusaha membenarkan kerah nya dia di cegat satpam.
"Siapa nama kamu! Kenapa kamu baru datang sekarang?! "
Eve menatap sekeliling seolah khawatir akan sesuatu, perempuan itu menggigit bibir pecah nya ke dalam. "Pak tolong biarkan saya masuk, nama saya Eve saya anak kelas sepuluh IPS satu saya mengakui telah terlambat datang masuk sekolah, tapi saya mohon sekali biarkan saya masuk... "
Pak satpam sekolah yang memiliki perut gendut itu menyesap kopi pelan sambil berdiri, mengayun-ayunkan tongkat satpam ke Eve. "Berdiri di luar! kamu tidak saya perbolehkan masuk kalau guru kelas mu belum mengizinkan.. "
"Pak saya mohon... "
"Tidak! "
Ucap pak Satpam tak bisa dibantah, Eve merucut bibir tak boleh di izinkan masuk ke dalam rasanya sangat tak adil. Catarina, pembully nya anak kepala sekolah ini yang setiap hari atau kadang datang jam 9 pagi selalu di perbolehkan masuk, bahkan di sambut guru-guru.
Gadis remaja itu menatap ke depan tajam, saat golongan circle Catarina salah satunya mendatangi pak Satpam. "Pak give her certain, biarkan dia masuk, " kata teman dekat Catarina. Eve melihat ke sekitar tubuh temannya Catarina itu, "Kenapa dia hanya sendiri? " pikirnya. Pak satpam tak memiliki pilihan lain karena siswi yang berdiri di depannya ini adalah teman anak kepala sekolah, "Yakin neng? "
"Iya pak, saya disuruh Catarina'"
"Oh yaudah kalau begitu." ucap si Satpam mulai membukakan pintu, tatapan tak suka tak henti dilayangkan ke teman dekat Catarina yang sama jahatnya padanya, Eve menelan ludah dan masuk ke dalam melewati gerbang pembatas sekolah. Gadis itu menatap cewek itu, "Kenapa kau? " sentak Eve pada siswi di depannya, tapi suaranya sedikit menipis karena Eve juga memiliki trauma pada mereka.
Seperti dirinya melakukan perlawan pada sang kakak, Eve tak ingin tinggal diam, dirinya harus melawan mereka bila dia mau dan tak boleh sampai tertinggal lagi atau tertindas seperti kemarin. Wajah lemah, ketakutan dan tak ingin membuat keributan pada mereka bagai perubahan, Eve mendorong bahu cewek di depannya dan tersenyum getir.
"Puas kalian mainin harga diri gue? "
"Lo gak masuk kemarin, sial. Ck, seharusnya lo ngerjain PR kita tapi lo malah kabur... " kata cewek di depannya tak mendengar lirihan Eve yang baru di ucapkan sebelumnya. Eve melebarkan mata, oh ya dia ingat dengan pesan itu, apakah dirinya setelah itu baik-baik saja?
"Ya malam yang sangat panjang, tapi gue bisa tidur lelap. " kata Eve semakin berani hari tambah hari, tak lagi memakai aku dan kamu kepada mereka, karena mereka tak pantas menerima nya. Bila dia diperlakukan seperti itu, Eve juga harus memperlakukan mereka hal yang sama.
Cewek di depannya yang sering dipanggil Rifa, tertawa mengejek. "Terus, lo ngapain gak masuk? Ngomong aja kalo lo pecundang, lo mau kabur dari kita kan? "
"Gue enggak... "
"Kata siapa!? "
"Lo aja yang gak tahu gue pas itu bukan lagi dalam keadaan baik, yang kayak lo pikirin... " ucap Eve pelan, dia memundurkan tubuhnya kebelakang. Rifa mengangguk, sok paham. "Ya ya... Itu namanya lo kabur dari kita, gak ada alasan lagi cupu, lo tetap jadi mainan kita gimanapun lo keadaannya. Gue sama anak-anak gak peduli, lo rusak kek, lo patah tulang kek, lo sakit kepala, bukan urusan gue... "
Rifa maju selangkah menarik cepat rambut panjang Eve kebelakang, hingga membuat dirinya terjengkang. "Ah-"
"Tapi... "
"Lo kudu ngerti, kalau lo sakit, lo harus tetep masuk. Inget itu, lo ngelawan... Ngelawan aja, lagian lo ya tetep kalah... "
Ejek Rifa semakin menjadi, mendorong kebelakang rambut panjang Eve hingga dia terjatuh duduk mencium aspal. Lukanya yang sudah di obati sedikit kumat pada saat itu, sesaat Eve memegang perutnya cepat, "Akh-" seru gadis itu berseru kencang.
Rifa mengambil handphone nya yang berdering. Seharusnya handphone cewek ini dikumpulkan, tapi karena mereka golongan komplotan Catarina, mereka bisa memiliki peraturan sendiri. Rifa mengangkat telepon dari Catarina yang sudah menunggu di belakang gedung, Rifa mematikan telepon menyaku handphone cepat.
"Ikut gue, " ucap Rifa tanpa basa-basi. Cewek itu menarik lengan kanan Eve yang sedang memegang perut tertahan, lalu ditariknya berdiri, bahkan kalau Eve tak berdiri dirinya bisa diseret-seret. Tubuhnya kecil dan kurus, gampang di seret satu orang yang kekuatannya lebih besar.
Perut Eve sedikit kesakitan karena belum sarapan, apalagi sekarang kedua kakinya masih terpincang-pincang mengikuti langkah Rifa. "Lepasin gue!! "
"Lepasin gue!! "
Eve dibawa ke belakang gedung sekolah, yang dimana tidak ada siswa laki-laki maupun perempuan lewat kemari, bahkan guru pun jarang. Dan dia, selalu di perlakukan buruk disini. Direkam dan di buat hina oleh mereka semua, tak hanya geng cewek nya Catarina saja tapi cowok pun ikut nimbrung, menanti hiburan memuaskan.
"Kakak juga bosan kan? "
"Tidak ada yang peduli dengan kakak? "
Eve menutupi kedua dadanya menyilang was-was, wajah perempuan itu yang semula memiliki secercah api menggelora sekarang terlihat seperti pekerja semut yang kadang mencari gula pun harus melewati jembatan pohon sungai. Remaja itu di hentakkan ke dinding, salah satu cowok maju dan tiba-tiba menghantamkan satu bogeman kepada Eve, mengenai perut dan pas meluncur kesana.
Bugh- rasanya ditumbuk palu, bahkan tak bisa digerakkan, kram seketika. Menerjang, Eve terduduk dan langsung muntah darah. Anak taekwondo di depannya ini memang memiliki kekuatan luar biasa. Eve sampai tak bisa bernafas karena dia yang mendapat banyak serangan dari kekuatan tak terduga, Eve jatuh limbung tertidur ke samping. Rifa berdecak, melangkah mendekat menarik rambut miliknya kencang sampai di angkat ke atas.
"Gue tanya mana keberanian lo tadi? "
"Sekarang dimana? "
"Apa masih ada? "
"Sok ngelawan gue, ck, kalo elo bisa tahan sama pukulan kita lo bisa bebas... "
"Apa.. Lo mau bilang apa? "
"Gukh-" pendarahan Eve yang belum sepenuhnya sembuh makin memperparah keadaan, dirinya seperti di pukul dari dalam yang bahkan darah pun berceceran di tanah. Gadis itu menatap tak sudi ke arah Rifa dan semua para remaja yang menyaksikan dirinya.
Bibir kering Eve mengucapkan sesuatu, tapi suaranya sangat kecil. "Bajingan... Kembalikan apa yang udah kalian laku-in ke gue-Uhuk! "
Catarina berjalan mendekat, tangan panjangnya berhasil menarik tubuh Eve berdiri dan melayangkan tatapan hina nya kepada remaja cupu di depannya. Sungguh di lihat pun, lebih baik mata Catarina melihat drama panggung kolonial.
"Oh masuk juga? "
"Kita udah nungguin lo... "
"BUG-"
"Haha... "
"Dimana lo kemarin? "
Tanya cewek itu, mendekatkan tangannya ke arah Eve. Bogem tangan yang dia perbuat pada remaja siswi cupu di depannya, di tekan keras. Mereka tahu, kalau dirinya baru saja mendapat luka dari geng mereka, dan pasti ada di bagian sana. Ini semakin menarik, karena Eve yang ada di depan mereka tak memakai kacamata culun nya dan lebih percaya diri ke sekolah berusaha melawan mereka tanpa bantuan siapa-siapa.
Eve ikut tertawa, ikut memegang kepalan Catarina yang seharusnya jijik tak mau menyentuhnya sama sekali. Dengan liur darah yang terus mengalir dari kedua sela ujung bibir, Eve tak peduli gadis itu menjauhkan tangan Catarina ke belakang. Membuat Catarina terhempas, tangannya dia kibas-kibas ke udara. "Ihh... Najis tangan gue.... "
"Bersihin tangan gue dong... "
"... "
"Baik, " kata salah satu siswi yang berhasil dia jadikan babu. Kalaupun salah sedikit, seperti tak becus membersihkan, kini tendangan panjang Catarina yang menendang perut siswi itu hingga jatuh kebelakang. Catarina menatap tangannya lalu beralih ke wajah Eve yang babak belur, bahkan luka lebam lama nya yang tertutupi jadi terbuka.
Eve berusaha berdiri, ingin menyelesaikan semua hari ini. Tetapi dirinya langsung di tendang lagi, sampai membentur tembok belakang oleh cowok taekwondo itu yang juga tertawa, salah satu cowok membuang puntung rokok ke mulut Eve yang awalnya di paksa di buka.
"Buka! Buka! "
Dari kejauhan Catarina dan teman-teman ceweknya tertawa puas, mereka kembali ke kelas. Dan memberikan semua urusan ini kepada para cowok yang sepertinya butuh pelampiasan, "Uhuk! Uhuk! "
"UHUK!!! "
Eve terjatuh, nafasnya tersendat-sendat. Kala dirinya ingin mundur dari perlawanan dengan merangkak sesekali memegangi perut kiri, remaja itu melihat kebelakang salah satu dari mereka menghantamkan kursi kelas sampai pecah.
BRAK!
Bersambung...