Reintara Narendra Pratama adalah CEO muda yang dikenal dingin dan penuh wibawa. Di usia 25 tahun, ia sudah membangun reputasi sebagai pria yang tajam dalam mengambil keputusan, namun sulit didekati secara emosional. Hidupnya yang teratur mulai berantakan ketika ia bertemu dengan Apria—seorang perempuan penuh obsesi yang percaya bahwa mereka ditakdirkan bersama.
Awalnya, Reintara mengira pertemuan mereka hanyalah kebetulan. Namun, semakin hari, Ria, sapaan akrab Apria, menunjukkan sisi posesif yang mengerikan. Mulai dari mengikuti setiap langkahnya, hingga menyusup ke dalam ruang-ruang pribadinya, Ria tidak mengenal batas dalam memperjuangkan apa yang ia anggap sebagai "cinta sejati."
Reintara, yang awalnya mencoba mengabaikan Ria, akhirnya menyadari bahwa sikap lembut tidak cukup untuk menghentikan obsesi perempuan itu. Dalam usaha untuk melindungi dirinya, ia justru memicu konflik yang lebih besar. Bagi Ria, cinta adalah perjuangan, dan ia tidak akan menyerah begitu saja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 'yura^, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kekacauan
Langkah Awal Ria
Malam itu, Ria berdiri di depan jendela apartemennya, menatap gemerlap kota yang penuh dengan hiruk-pikuk. Dalam genggamannya, sebuah flash drive kecil dengan isi yang bisa menghancurkan Reintara.
“Aku sudah cukup sabar, Rein. Tapi kau masih belum menyadari betapa aku mencintaimu,” gumamnya.
Ria tidak pernah berpikir dua kali untuk menggunakan semua yang dimilikinya demi menguasai pria itu, termasuk meretas sistem perusahaan Reintara dan memanipulasi data-data penting. Dengan bantuan seorang hacker profesional yang telah ia bayar mahal, ia memastikan setiap langkah serangannya tidak dapat dilacak dengan mudah.
Krisis di Kantor Reintara
Pagi harinya, Reintara duduk di ruangannya dengan raut wajah serius. Maya masuk tergesa-gesa dengan tumpukan dokumen di tangan.
“Tuan, kita menghadapi masalah besar!” serunya.
“Apa lagi sekarang?” tanya Reintara, suaranya berat.
Maya menyerahkan dokumen itu. “Ini laporan keuangan perusahaan bulan lalu. Semua data terlihat dimanipulasi. Jika ini sampai ke publik, kita bisa dituduh melakukan penyelewengan dana!”
Reintara membaca dokumen itu dengan cepat. Rahangnya mengeras. Ia tahu ini bukan kesalahan biasa.
“Ria,” gumamnya pelan.
“Maaf, Tuan?”
“Bukan apa-apa. Segera kumpulkan tim IT. Aku ingin semua jejak manipulasi ini diusut sampai ke akar-akarnya,” perintahnya tegas.
Ria yang Tak Terhentikan
Di tempat lain, Ria sedang duduk di sebuah kafe mewah, menikmati secangkir kopi. Ia memerhatikan berita di layar ponselnya yang mulai memuat spekulasi tentang masalah keuangan perusahaan Reintara.
“Ini baru permulaan, Rein. Aku akan memastikan kau tidak punya pilihan selain datang padaku,” gumamnya sambil tersenyum puas.
Hacker yang bekerja untuknya duduk di seberang meja. “Kita sudah melakukan semuanya sesuai rencana. Tapi Anda harus hati-hati, sistem mereka mulai menutup celah-celah keamanan.”
Ria mengangguk. “Tidak masalah. Aku punya cara lain untuk membuatnya bertekuk lutut.”
Reintara yang Berstrategi
Sementara itu, di ruang konferensi kantor Reintara, tim IT bekerja keras untuk melacak sumber manipulasi data.
“Kita menemukan sesuatu, Tuan,” ujar Daren, kepala tim IT. “Ada jejak digital yang mengarah ke server eksternal, tetapi IP-nya menggunakan jaringan anonim. Butuh waktu untuk melacaknya.”
“Lakukan secepat mungkin,” ujar Reintara dingin.
Di balik ketenangannya, Reintara mulai merasa frustasi. Ria selalu satu langkah lebih maju. Ia tahu, melawan Ria bukan hanya soal teknologi, tetapi juga strategi psikologis.
Pertemuan yang Tak Bisa Dihindari
Malam itu, Ria mengirimkan pesan singkat ke ponsel Reintara:
“Rein, aku tahu kau sibuk. Tapi, tidakkah kau ingin tahu apa yang akan terjadi selanjutnya? Temui aku di tempat biasa.”
Reintara membaca pesan itu dengan rahang yang semakin mengeras. Namun, ia tahu, untuk melawan Ria, ia harus memahami langkah-langkahnya lebih dulu.
Mereka bertemu di sebuah restoran mewah. Ria mengenakan gaun hitam elegan, wajahnya tampak puas melihat Reintara datang.
“Kau akhirnya datang,” sapa Ria dengan senyum licik.
“Apa yang sebenarnya kau inginkan?” tanya Reintara dingin.
“Aku hanya ingin kau, Rein. Kau tahu itu. Tapi kalau aku harus menghancurkan duniamu untuk mendapatkannya, aku tidak keberatan,” balas Ria santai.
“Permainanmu tidak akan bertahan lama, Ria. Aku akan menemukan cara untuk menghentikanmu,” ujar Reintara tegas.
Namun, Ria hanya tertawa kecil. “Kau selalu berpikir kau bisa mengalahkanku. Tapi kali ini, Rein, kau akan kalah. Karena aku tahu kelemahanmu.”
Peringatan yang Gagal
Setelah pertemuan itu, Reintara kembali ke kantornya dengan hati yang penuh amarah. Ia memerintahkan timnya untuk meningkatkan keamanan sistem mereka, tetapi serangan demi serangan terus menghantam perusahaan.
Ria seolah bermain-main dengan semua usaha Reintara untuk melindungi perusahaannya. Setiap langkah yang ia ambil, Ria selalu punya jawaban.
Cinta dan Kehancuran
Tekanan di Titik Didih
Hari-hari berlalu, dan Reintara semakin terdesak. Serangan-serangan Ria ke perusahaan mulai merusak reputasi bisnisnya. Para investor mulai meragukan integritasnya, dan media terus memojokkannya dengan laporan negatif.
Di ruang rapat, para eksekutif berdiskusi dengan panik.
"Tuan Reintara, jika kita tidak segera menangani ini, perusahaan bisa menghadapi kebangkrutan dalam waktu dua bulan," ujar salah satu eksekutif dengan nada putus asa.
Reintara berdiri di depan mereka, memandang dengan tatapan dingin. "Kalian serahkan semuanya padaku. Fokus saja pada pekerjaan kalian. Jangan biarkan siapa pun di luar sini mencium kelemahan kita."
Namun, jauh di lubuk hatinya, Reintara tahu bahwa pertarungannya dengan Ria bukan sekadar bisnis. Ini adalah pertarungan antara cinta yang sakit dan keinginannya untuk bertahan.
Ria yang Makin Berbahaya
Di sisi lain, Ria duduk di ruang tamu apartemennya, menonton berita tentang masalah perusahaan Reintara. Wajahnya menunjukkan kepuasan yang sulit dijelaskan.
“Dia pasti sudah mulai putus asa sekarang,” gumamnya sambil menuangkan segelas anggur merah.
Seorang pria misterius, hacker yang selama ini membantunya, muncul dari dapur dengan laptop di tangannya. "Ria, langkah kita berikutnya apa? Sistem mereka mulai lebih sulit ditembus."
Ria tersenyum tipis. "Kita tidak perlu menyerang langsung lagi. Aku ingin dia merasa bahwa aku adalah satu-satunya yang bisa menyelamatkannya."
“Apa kau yakin ini akan berhasil?” tanya pria itu dengan ragu.
“Aku selalu yakin,” balas Ria dengan dingin.
Pertemuan Rahasia
Malam itu, Reintara menerima sebuah pesan dari Ria:
"Rein, aku tahu kau menderita. Aku bisa mengakhiri semua ini, jika kau mau menemuiku. Kita bicara, hanya kita berdua. Restoran tempat biasa, pukul delapan malam."
Reintara membaca pesan itu dengan rahang mengeras. Ia tahu ini jebakan, tetapi ia juga tahu bahwa ia tidak punya pilihan.
Saat tiba di restoran, Ria sudah menunggunya. Gaun merah yang ia kenakan memancarkan keanggunan yang kontras dengan niat jahatnya.
"Kau terlihat lebih lelah dari biasanya," sapa Ria dengan senyum penuh kemenangan.
"Berhenti bermain-main, Ria. Apa yang kau inginkan?" tanya Reintara tajam.
"Aku hanya ingin kau. Hanya itu," jawab Ria dengan santai.
"Dan untuk itu, kau menghancurkan perusahaanku?!" suara Reintara meninggi, menarik perhatian beberapa pengunjung lain di restoran itu.
Ria tersenyum manis, seolah tidak terpengaruh. "Kau tahu, Rein, terkadang cinta membutuhkan pengorbanan. Jika kau mau menerima aku, semua ini bisa berakhir."
"Aku tidak akan pernah tunduk pada permainan gilamu," ujar Reintara dingin.
Ria mencondongkan tubuhnya ke depan, menatapnya dengan tajam. "Kalau begitu, bersiaplah kehilangan segalanya, termasuk harga dirimu."
Reintara Melawan
Setelah pertemuan itu, Reintara kembali ke kantornya dengan tekad baru. Ia memanggil tim IT-nya dan memberikan perintah yang spesifik.
“Kita tidak akan hanya bertahan. Kita akan menyerang balik,” katanya.
Daren, kepala tim IT, menatapnya ragu. "Apa Anda yakin, Tuan? Jika kita salah langkah, serangan balasan ini bisa membuat kita semakin terpuruk."
“Aku tidak peduli. Temukan kelemahannya. Aku ingin tahu siapa saja yang membantunya, dan aku ingin semua orang itu hancur,” ujar Reintara tegas.
Permainan yang Makin Sengit
Hari-hari berikutnya, Reintara dan Ria terlibat dalam perang digital yang semakin intens. Ria menyadari bahwa sistem keamanannya mulai terganggu.
“Hacker kecilku, ada apa ini?” tanya Ria dengan nada manis tapi mengintimidasi.
Pria itu menelan ludah. "Mereka menyerang balik. Sepertinya mereka menemukan jejak kita."
Ria tersenyum dingin. "Biarkan mereka mencoba. Aku selalu punya rencana cadangan."
Namun, serangan Reintara mulai membuahkan hasil. Ia berhasil melacak salah satu rekan Ria dan mengumpulkan bukti bahwa Ria adalah dalang dari semua masalah perusahaan.