Di dunia di mana kekuatan adalah segalanya, Liu Han hanyalah remaja 14 tahun yang dianggap aib keluarganya. Terlahir dengan bakat yang biasa-biasa saja, dia hidup dalam bayang-bayang kesuksesan para sepupunya di kediaman megah keluarga Liu. Tanpa ayah yang telah terbunuh dan ibu yang terbaring koma, Liu Han harus bertahan dari cacian dan hinaan setiap hari.
Namun takdir berkata lain ketika dia terjebak di dalam gua misterius. Di sana, sebuah buku emas kuno menjanjikan kekuatan yang bahkan melampaui para immortal—peninggalan dari kultivator legendaris yang telah menghilang ratusan ribu tahun lalu. Buku yang sama juga menyimpan rahasia tentang dunia yang jauh lebih luas dan berbahaya dari yang pernah dia bayangkan.
Terusir dari kediamannya sendiri, Liu Han memulai petualangannya. Di tengah perjalanannya menguasai seni bela diri dan kultivasi, dia akan bertemu dengan sahabat yang setia dan musuh yang kejam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YanYan., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pagoda Gravitasi Sepuluh Lantai
Pagi itu, Liu Han keluar dari tempat tinggalnya dengan langkah yang sedikit berat. Wajahnya masih terlihat lelah, dan kantung matanya menunjukkan jelas bahwa dia kurang tidur. Meski begitu, ada semangat yang tidak bisa disembunyikan di balik penampilannya yang berantakan.
Di pelataran luar, dia bertemu dengan Li Cao yang sedang berlatih gerakan pedangnya. Ketika Li Cao melihat Liu Han mendekat, dia langsung tertegun.
“Saudara Liu! Apa yang terjadi denganmu?” tanya Li Cao sambil berjalan cepat menghampiri. “Kau terlihat seperti baru saja bertarung melawan sekawanan serigala lagi.”
Liu Han menghela napas, lalu tersenyum tipis. “Aku menghabiskan malam untuk berlatih teknik baru. Rasanya sedikit melelahkan.”
Li Cao memandang Liu Han dengan tatapan penuh heran. “Sedikit? Kau terlihat seperti tidak tidur semalaman. Tapi apa pun itu, kau selalu punya cara untuk membuatku terkejut.”
Liu Han hanya mengangguk pelan, tidak ingin terlalu banyak menjelaskan.
“Kalau begitu, bagaimana kalau kita lakukan sesuatu yang berbeda hari ini?” kata Li Cao tiba-tiba, senyum licik muncul di wajahnya.
“Apa maksudmu?” tanya Liu Han dengan alis terangkat.
Li Cao menunjuk ke arah barat, tempat sebuah bangunan megah terlihat menjulang tinggi di kejauhan. “Aku akan membawamu ke Pagoda Gravitasi Sepuluh Lantai. Tempat itu sempurna untuk melatih kekuatan fisik dan kendali energi. Tapi, ada satu hal—kau butuh poin kontribusi untuk masuk.”
Pagoda Gravitasi adalah salah satu fasilitas pelatihan terbaik di Sekte Pedang Langit, khususnya untuk murid pelataran luar. Bangunan itu terdiri dari sepuluh lantai, di mana gravitasi di setiap lantai meningkat dua kali lipat dari lantai sebelumnya.
Murid yang ingin masuk harus membayar poin kontribusi sesuai dengan lantai yang ingin mereka coba:
- Lantai 1: 5 poin.
- Lantai 2: 10 poin.
- Lantai 3: 15 poin.
- Dan seterusnya hingga lantai 10: 250 poin.
Liu Han dan Li Cao tiba di depan pagoda itu, disambut oleh gerbang besar dengan ukiran naga dan burung phoenix. Beberapa murid lain terlihat keluar masuk, beberapa di antaranya tampak kelelahan setelah berlatih di dalam.
“Tempat ini luar biasa,” kata Liu Han sambil menatap ke atas.
“Tentu saja,” jawab Li Cao. “Gravitasi yang meningkat tidak hanya menguji kekuatan fisik, tetapi juga kemampuanmu dalam mengendalikan energi spiritual. Jika kau bisa bertahan di lantai-lantai atas, itu berarti fondasimu sangat kuat.”
Mereka berjalan ke meja pendaftaran di dekat pintu masuk, di mana seorang pelayan sekte memeriksa token kontribusi mereka.
“Berapa lantai yang ingin kalian coba?” tanya pelayan itu sambil mencatat nama mereka.
Li Cao tersenyum kecil. “Aku akan mencoba lantai tiga. Aku belum cukup kuat untuk yang lebih tinggi.”
Pelayan itu mengangguk, lalu menatap Liu Han. “Dan kau?”
Liu Han berpikir sejenak. Meskipun tubuhnya masih terasa lelah dari latihan semalam, dia merasa tertantang untuk menguji batas kemampuannya.
“Aku akan mencoba lantai lima,” katanya dengan tenang.
Li Cao menoleh dengan mata membelalak. “Lantai lima? Kau yakin, Saudara Liu? Gravitasi di sana sudah sepuluh kali lipat dari lantai pertama!”
Liu Han tersenyum kecil. “Aku harus tahu seberapa jauh aku bisa melangkah.”
Pelayan sekte mencatat pilihan mereka dan memotong poin kontribusi dari token mereka: 15 poin untuk Li Cao dan 60 poin untuk Liu Han.
Liu Han dan Li Cao memasuki pagoda bersama. Di lantai pertama, gravitasi terasa biasa saja, seperti lingkungan sehari-hari. Beberapa murid terlihat melakukan latihan dasar di sana.
“Ini adalah lantai awal,” kata Li Cao. “Tapi semakin tinggi, semakin berat tekanan yang akan kau rasakan.”
Mereka berjalan ke tangga spiral yang membawa mereka ke lantai-lantai berikutnya. Di lantai dua, gravitasi mulai terasa lebih berat, tetapi masih bisa ditoleransi oleh Liu Han dan Li Cao.
Di lantai tiga, Li Cao berhenti. “Aku akan berlatih di sini,” katanya sambil menoleh ke Liu Han. “Hati-hati di lantai lima, Saudara Liu. Jangan paksakan dirimu.”
Liu Han mengangguk, lalu melanjutkan perjalanan ke atas.
Ketika dia tiba di lantai lima, gravitasi langsung menyambutnya dengan tekanan luar biasa. Tubuhnya terasa berat, seolah-olah ada beban besar yang menekan setiap inci dari tubuhnya.
“Ini… jauh lebih berat dari yang aku bayangkan,” gumam Liu Han, napasnya sedikit terengah.
Namun, dia tidak menyerah. Liu Han duduk bersila di tengah ruangan, mencoba menyesuaikan diri dengan tekanan gravitasi sambil memusatkan energinya.
Latihan di lantai lima tidak hanya melibatkan fisik tetapi juga kendali energi spiritual. Liu Han menyadari bahwa jika dia tidak bisa mengarahkan energinya dengan benar, gravitasi akan semakin membebani tubuhnya.
Dia memanfaatkan teknik yang baru dipelajarinya, Teknik Tinju Cahaya, untuk melatih kendali energinya. Setiap kali dia melayangkan pukulan, energi emas terkonsentrasi di tangannya, menciptakan ledakan kecil yang menggema di ruangan itu.
Namun, gravitasi yang berat membuat setiap gerakan menjadi sangat melelahkan. Setiap pukulan terasa seperti menarik beban besar.
“Tarian Senja…” gumam Liu Han, mencoba mengalihkan fokusnya ke teknik pedangnya.
Dia menghunus pedangnya dan mulai mempraktikkan gerakan pertama dari Teknik Pedang Musim Gugur. Setiap ayunan pedangnya menciptakan gelombang energi emas berbentuk dedaunan, tetapi gravitasi membuatnya sulit menjaga stabilitas.
“Fokus, Liu Han,” katanya kepada dirinya sendiri.
Meskipun tubuhnya mulai terasa kaku, Liu Han terus berlatih, memanfaatkan tekanan gravitasi untuk memperkuat teknik dan fondasinya.
Setelah beberapa jam, Liu Han akhirnya turun dari lantai lima dengan napas terengah. Tubuhnya basah oleh keringat, tetapi ada kepuasan di matanya.
Di lantai tiga, dia bertemu Li Cao yang juga terlihat kelelahan tetapi tersenyum puas.
“Saudara Liu!” seru Li Cao sambil mendekat. “Bagaimana di lantai lima? Apa kau baik-baik saja?”
Liu Han tersenyum lelah. “Berat, tapi itu pengalaman yang luar biasa. Aku merasa teknikku sedikit meningkat.”
Li Cao tertawa kecil. “Aku tahu kau akan mengatakan itu. Kau selalu punya cara untuk membuat semuanya terlihat mudah, meskipun aku tahu itu tidak mudah.”
Keduanya berjalan keluar dari pagoda bersama, menikmati udara segar di luar. Meski tubuh mereka terasa lelah, semangat mereka untuk menjadi lebih kuat semakin menyala.
“Saudara Liu,” kata Li Cao tiba-tiba. “Kapan-kapan, kita harus kembali ke sini bersama lagi. Aku ingin melihat seberapa jauh aku bisa melangkah jika kita terus berlatih seperti ini.”
Liu Han mengangguk. “Tentu saja. Kita akan terus maju bersama.”
Dengan tekad baru, mereka kembali ke pelataran luar, siap untuk tantangan berikutnya di Sekte Pedang Langit.
Setelah keluar dari Pagoda Gravitasi, Liu Han dan Li Cao kembali ke pelataran luar dengan tubuh lelah tetapi penuh semangat. Percakapan mereka dipenuhi oleh rencana-rencana untuk meningkatkan kekuatan dan bagaimana mereka bisa memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk terus berkembang.
Namun, suasana pelataran luar tampak lebih ramai dari biasanya. Murid-murid berkerumun di sekitar aula utama, bisik-bisik memenuhi udara.
“Ada apa, ya?” tanya Li Cao sambil memiringkan kepalanya, matanya menyapu kerumunan.
Liu Han mengerutkan kening. “Entahlah. Tapi sepertinya ada sesuatu yang penting.”
Tak lama kemudian, suara gong bergema dari aula utama, menggetarkan seluruh pelataran luar. Suara itu menandakan bahwa semua murid harus berkumpul.
“Sepertinya kita akan segera tahu,” kata Liu Han sambil melangkah mengikuti arus murid menuju aula utama pelataran luar.
Di tengah aula, seorang pria paruh baya berdiri dengan jubah diaken berwarna putih bersih yang dihiasi sulaman pedang emas. Wajahnya serius, dan auranya memancarkan wibawa besar, menandakan bahwa dia adalah salah satu diaken senior Sekte Pedang Langit.
Ketika aula dipenuhi oleh murid pelataran luar, diaken itu mengangkat tangannya, meminta perhatian.
“Para murid Sekte Pedang Langit,” suaranya menggema melalui ruangan, membuat semua orang terdiam. “Aku membawa kabar penting untuk kalian semua. Dengarkan baik-baik.”
Dia melanjutkan dengan nada tegas. “Tiga bulan dari sekarang, **Kompetisi Antar Sekte di Benua Selatan** akan diadakan. Kompetisi ini adalah acara besar yang melibatkan semua sekte utama di benua ini, termasuk Sekte Pedang Langit.”
Bisik-bisik mulai terdengar di antara para murid. Kompetisi antar sekte adalah salah satu acara terbesar di benua ini, tempat para murid terbaik dari berbagai sekte bersaing untuk menunjukkan kekuatan dan bakat mereka.
“Seperti yang kalian tahu,” lanjut sang diaken, “kompetisi ini adalah kesempatan besar tidak hanya untuk sekte kita, tetapi juga untuk kalian sebagai murid. Banyak murid yang berhasil dalam kompetisi ini mendapatkan pengakuan dan kesempatan untuk memperkuat fondasi mereka, bahkan mungkin mendapatkan dukungan langsung dari tetua sekte.”
Liu Han dan Li Cao saling melirik, mata mereka menunjukkan campuran rasa penasaran dan semangat.
“Namun,” sang diaken melanjutkan, “hanya yang terbaik dari sekte kita yang akan dipilih untuk mewakili Sekte Pedang Langit dalam kompetisi ini. Oleh karena itu, sebulan dari sekarang, akan diadakan seleksi di setiap pelataran—pelataran luar, pelataran dalam, hingga murid inti.”
Suasana aula semakin riuh, dengan banyak murid yang mulai berbisik lebih keras.
“Seleksi ini akan menguji kemampuan kalian dalam berbagai aspek—kultivasi, teknik bertarung, kecerdasan, dan ketahanan mental. Hanya mereka yang memenuhi standar tinggi sekte yang akan dipilih untuk mewakili kita.”
Sang diaken menatap tajam ke arah murid-murid yang berkumpul, memastikan kata-katanya masuk ke dalam kepala mereka.
“Persiapkan diri kalian. Kalian hanya memiliki waktu satu bulan sebelum seleksi dimulai.”
Setelah mengumumkan hal itu, sang diaken berbalik dan meninggalkan aula, meninggalkan kerumunan yang dipenuhi oleh semangat kompetisi dan ambisi.
Setelah pengumuman selesai, Liu Han dan Li Cao keluar dari aula bersama. Suasana pelataran luar penuh dengan diskusi sengit tentang pengumuman tadi.
“Saudara Liu,” kata Li Cao sambil menghela napas panjang. “Kompetisi antar sekte… Aku tidak pernah berpikir aku bisa menjadi bagian dari sesuatu sebesar itu.”
Liu Han tersenyum tipis. “Kenapa tidak, Saudara Li? Kau punya kemampuan. Dengan persiapan yang cukup, aku yakin kau bisa lolos seleksi.”
Li Cao tertawa kecil, meskipun ada sedikit keraguan di matanya. “Mungkin. Tapi kalau kau, aku yakin kau akan membuat semua orang terkejut lagi.”
Liu Han terdiam sejenak, lalu berkata, “Aku tidak tahu apa aku akan dipilih atau tidak. Tapi satu hal yang pasti, aku akan berusaha sekuat tenaga. Seleksi ini bukan hanya soal mewakili sekte, tapi juga kesempatan untuk melihat sejauh mana aku bisa melangkah.”
Li Cao mengangguk, matanya mulai menunjukkan tekad yang sama. “Kalau begitu, kita berdua harus mempersiapkan diri sebaik mungkin. Waktu satu bulan mungkin tidak lama, tapi cukup untuk membuat perbedaan besar jika kita berlatih keras.”
Keduanya berjalan kembali ke tempat tinggal masing-masing, pikiran mereka dipenuhi dengan rencana untuk memanfaatkan waktu yang tersisa. Kompetisi antar sekte bukan hanya tentang sekte mereka—itu juga tentang membuktikan diri mereka kepada dunia.
Bersambung...
Karna walaupun calon murid saat mendaftar sudah ada kriteria tertentu, setidaknya tetap harus memiliki guru.