Tak terima lantaran posisi sebagai pemeran utama dalam project terbarunya diganti sesuka hati, Haura nekat membalas dendam dengan menuangkan obat pencahar ke dalam minuman Ervano Lakeswara - sutradara yang merupakan dalang dibaliknya.
Dia berpikir, dengan cara itu dendamnya akan terbalaskan secara instan. Siapa sangka, tindakan konyolnya justru berakhir fatal. Sesuatu yang dia masukkan ke dalam minuman tersebut bukanlah obat pencahar, melainkan obat perang-sang.
Alih-alih merasa puas karena dendamnya terbalaskan, Haura justru berakhir jatuh di atas ranjang bersama Ervano hingga membuatnya terperosok dalam jurang penyesalan. Bukan hanya karena Ervano menyebalkan, tapi statusnya yang merupakan suami orang membuat Haura merasa lebih baik menghilang.
****
"Kamu yang menyalakan api, bukankah tanggung jawabmu untuk memadamkannya, Haura?" - Ervano Lakeswara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 18 - Perdebatan Pre-Wedding
Belum juga tidur, Haura sudah mengalami mimpi buruk. Entah memang menyusulnya atau hanya kebetulan, malam ini Haura dipertemukan dengan pria gila yang bahkan tidak lagi dia anggap sebagai manusia, Ervano.
Tidak ingin tertangkap basah, Haura berbalik dan bermaksud untuk menghindari dari pria itu. Namun, karena terlalu tergesa, Haura tidak lagi memerhatikan langkah ke depan hingga tak sengaja menabrak seseorang di hadapannya.
Brugh
"Aawwwh!! Stupid!!" pekik wanita muda berambut blonde yang tak sengaja Haura tabrak hingga keduanya sama-sama terjatuh di atas lantai.
Haura yang sama sekali tidak menabraknya mencoba untuk berdamai. Sayangnya, berurusan dengan wanita semacam itu termasuk rumit karena beberapa temannya mulai menghakimi tanpa peduli Haura siapa.
"Sorry ... aku tidak sengaja."
"Ck, dipikir say sorry doang cukup? Jangan mentang-mentang artis jadi seenak hati dong!!"
"Tahu nih, viralin aja, Son, ni cewek emang belagu!! Job kakak gue disikat sama dia!!"
Haura memejamkan mata saking bingungnya menghadapi orang-orang ini. Jika saja keadaannya tidak sedang panik dan ketakutan, mungkin Haura punya tenaga untuk menumpas ketiga wanita centil itu.
Namun, berhubung ada Ervano yang dia khawatirkan mendekat nyali Haura seolah ciut dan tidak memiliki keberanian untuk mengeluarkan suara lantangnya.
"Okay, aku minta maaf ... aku buru-buru dan_"
"Minimal ganti rugi handphone aku, lihat retak begini layarnya."
Ya Tuhan, Haura benar-benar sakit kepala dibuatnya. Sudah berapa kali dia harus mengganti rugi lantaran tidak fokus begini. Beberapa waktu lalu motor, sekarang ponsel keluaran terbaru.
"Berapa rekeningmu, sebut_ duh." Nasib sial sepertinya memang tengah memeluk Haura saat ini.
Baru juga berniat menyelesaikan masalah, ponselnya mendadak kehabisan daya dan mati seketika. Sontak hal itu membuat Haura menjadi pusat perhatian ketiga wanita itu.
"Mampush ... makin runyam kalau begini jadinya," gumam Haura balik menatap mereka tanpa kata.
Hal itu tentu saja memancing salah-satu di antara mereka untuk mendesaknya. "Kenapa bengong? Buru bayar, kita harus cepet!!"
"Tapi ponselku mati, kalian lihat sendiri."
"Halah alesan!! Bilang aj_"
"Ehem!!"
Deg
Jantung Haura berdegup tak karu-karuan disertai dengan mata yang membulat sempurna tatkala suara itu terdengar. Terlebih lagi, ketika langkahnya terdengar mendekat ke arah mereka.
Habis sudah, Haura kini menunduk dalam-dalam dan menyembunyikan wajahnya di balik rambut yang terurai. Berbeda dengan Haura, ketiga wanita yang tadi nyalinya luar biasa seketika terenyuh dan berebut posisi agar berada paling dekat dengan pria itu.
"Ehm Hai!!"
"Berapa kerugiannya?" tanya Ervano tanpa basa-basi sembari mengeluarkan ponselnya.
Tak segera menjawab, ketiganya sontak berbisik dan berdiskusi sebelum kemudian mengambil keputusan. "Oh iya-iya, biar aku yang bilang," bisik yang paling depan usai mendapat persetujuan teman-temannya.
Ervano masih sabar menunggu sembari menatap datar wajah-wajah wanita penggoda itu. "Berapa?"
"Ehm tidak perlu uang bisa kok!!"
"Lalu?"
"Kita teruskan di chat saja gimana? Biar enak diskusinya?" Dengan wajah berbinar, pemilik gigi kelinci buatan itu menunggu jawaban Ervano.
"Ini kartu nama asisten saya, silahkan hubungi saja ketika kamu sudah ingat harga ponsel itu," pungkas Ervano tanpa basa-basi berlalu pergi dengan menarik pergelangan tangan Haura segera.
Meninggalkan tiga wanita yang tengah kebingungan itu tanpa kata. Dengan langkah panjang, tapi tetap pelan-pelan Ervano menarik Haura ke tempat yang lebih sepi.
Seakan terhipnotis, Haura bingung sendiri kenapa tubuhnya mendadak tidak terkendali dan pasrah saja mengikuti langkah Ervano.
Mungkin karena malu, atau juga takut dan ciut yang berubah menjadi satu. Kendati demikian, Haura terus memalingkan muka seakan tak menganggap Ervano ada.
.
.
"Kenapa tidak memberitahu saya?" Tiada angin, tiada hujan seketika Ervano bertanya semacam itu.
Haura yang mendengar sudah tentu bisa menyimpulkan, agaknya kecurigaan terhadap Abimanyu memang benar, mereka sudah menjadi satu tim dan dia menjadi pihak yang dikhianati di sini.
Tanpa menjawab, Haura hanya menghela napas panjang dan tidak ingin menggebu-gebu. Pun benar dia hamil, sudah Haura katakan tidak butuh tanggung jawab dari Ervano.
"Haura ...." Suara Ervano seperti tersendat.
Matanya terus menatap lekat wanita itu dan menunggu jawabannya. Setelah hampir satu bulan berusaha dicari dan dihubungi, baru malam ini dunia seakan berpihak pada Ervano.
Selama ini, Ervano sudah berusaha untuk mencari dan memastikan keadaan Haura. Tapi memang privasi Haura luar biasa terjaga. Memang betul Haura begitu aktif di media sosial, tapi semua cerita yang diunggah seolah mengelabui Ervano hingga semakin sulit menentukan keberadaannya.
Sungguh Ervano bersyukur bisa dipertemukan bersama Haura sekarang. Itu pun berkat Abimanyu yang secara tiba-tiba memberitahukan kabar mengejutkan pada Ervano hingga pria itu menyusul secepatnya.
"Haura ...."
"Ehm," sahutnya terkesan sekali amat malas.
"Sejak kapan?"
"Apanya?"
"Mualnya," jawab Ervano begitu lembut.
Dia begitu berbeda kali ini. Meski tata bahasa dan cara bicaranya masih terkesan formal, tapi Haura bisa merasakan perbedaan Ervano begitu signifikan.
Tentang mualnya itu, Haura tidak akan serta-merta mengakui dirinya hamil di hadapan Ervano, tidak akan.
"Tadi siang, itu juga belum pasti ... mana tahu masuk angin," jawabnya cukup tenang, tepatnya berusaha untuk tenang.
"Sudah periksa?" tanya Ervano lagi yang kemudian Haura tanggapi dengan gelengan pelan.
Dia tidak punya keberanian dan mental untuk melihat kebenarannya, tepatnya belum saja. Lagi pula, ini adalah hari pertama dia merasakan mual yang cukup menyiksa.
Bayangan garis dua di alat tes kehamilan ataupun pernyataan memang hamil dari dokternya langsung masih menjadi momok menakutkan dalam diri Haura, sungguh.
"Kalau begitu kita periksakan saja."
Gleg
Haura meneguk salivanya pahit, lagi dan lagi dia mendadak takut. Andai benar hamil dan Ervano tahu bagaimana? Habislah dia, dunia seakan hancur untuk kali kesekian setelah begitu banyaknya bencana.
"Ehm ... sepertinya."
"Mau ya? Kita pastikan benar atau tidaknya."
"Kalau benar memangnya mau gimana?" tantang Haura seketika muak mendengar pernyataan sok bijak dari Ervano.
Tak peduli walau Haura menyalak-nyalak persis an-jing pemburu, Ervano tetap santai menghadapinya. "Tentu saja saya harus bertanggung jawab atas anak itu."
"Dih, sembarangan!! Sekalipun benar hamil Bapak tidak perlu tanggung jawab ... makasih," ketus Haura secara alami sontak menutupi perutnya.
Ervano hanya melayangkan tatapan tak terbaca ke arah Haura. "Kenapa begitu? Apa hakmu melarang seorang ayah untuk bertanggung jawab kepada anaknya?"
"Saya ibunya kenapa?"
"Saya ayahnya, lupa?"
Keduanya berdebat seolah sama-sama menginginkan anak yang bahkan keberadaannya belum pasti ada atau tidaknya. Bahkan, Haura yang tadi menerima dengan terpaksa mendadak tidak sudi berbagi dan merasa anak itu adalah miliknya.
"Ya terserah, yang jelas dia ada di perut saya ... dia punya saya sepenuhnya."
"Ck, kamu pikir dia bisa ada di sana tumbuh alami begitu saja? Kalau bukan saya buahi paling juga luruh jadi da-rah," balas Ervano bersedekap dada dan berakhir membuat Haura kehilangan kata-kata.
"Ih nyebelin banget sih!! Omongannya sudah kemana-mana ... lagipula ini belum pasti, mana tahu isinya sushi."
"Ya karena itu periksa, pastikan isinya apa, Sayang."
"Dih?"
"Ma-maksud saya, Haura," ralat Ervano dengan wajah pucat pasca tak sengaja memanggil Haura dengan sebutan itu.
Haura mencebikkan bibir sembari mendelik tak suka. Ervano menggigit bibir dan mencoba berpikir keras agar Haura bersedia melakukan tes demi memastikan kebenarannya.
"Begini saja, besok kita periksa ...."
"Fine!! Tapi kalau sampai terbukti tidak hamil, Bapak berhenti mengusik hidup saya."
"Iya, tapi jika sampai hamil mau tidak mau kamu harus bersedia menjadi istri saya ... karena saya tidak rela jika anak saya hidup tanpa ayah sebagaimana yang kamu inginkan, Haura!!" tegas Ervano tak terbantahkan hingga membuat Haura meneguk salivanya susah payah.
.
.
- To Be Continued -
Assalamualaikum, last eps hari ini ... finally tiga bab. Agak khawatir, semoga lulus cepat dan menjelang 20 bab mohon pembaca untuk terus mengikuti dan jangan menumpuk bab, okay!! See you 🫶
dan Sukses selalu thor....