Yumna tidak pernah menyangka kehidupan rumah tangganya akan hancur berantakan dengan cara yang tidak pernah sekalipun dia bayangkan.
Memiliki suami yang sangat baik serta penuh cinta nyatanya bisa berubah kapan saja. Ntah kemana menguapnya perasaan cinta yang selama ini Reyhan berikan untuknya.
Tidakkah berfikir terlebih dahulu suaminya itu jika berbicara. Tak ingatkah dia dengan perjuangan yang selama ini mereka lakukan. Hanya karena belum dikasih anak dia dengan teganya menyakiti perasaan wanita yang selama ini bersamanya. Pahit, asam manisnya rumah tangga sudah mereka lalui. Tapi kenapa suaminya seakan-akan lupa dengan perjuangan mereka selama ini.
Rasa sakit yang dirasakan Yumna saat ini tidak akan pernah dirasakan siapapun kecuali dirinya. Bahkan dunia Yumna serasa hancur tak kalah suaminya menceraikannya dengan cara yang tidak enak sedikitpun.
"Mas makan dulu yuk? aku sudah siapin masakan kesukaan kamu," Yumna berkata seraya menyusun hidangan di atas meja berbentuk persegi.
Bukannya menjawab, Reyhan malah berlaku begitu saja dari hadapan istrinya.
"Mas, kok malah pergi?" Yumna menahan tangan suaminya yang kini hampir keluar dari dapur.
"LEPASIN!!" bentaknya membuat Yumna dengan spontan melepas tangannya dari tangan Reyhan.
"Kamu kenapa sih Mas? tiba-tiba bersikap kasar gitu?" Yumna bingung dengan perubahan tiba-tiba suaminya. Padahal selama ini Reyhan tidak pernah berkata kasar atau membentak dirinya kecuali dengan berkata penuh kelembutan.
Reyhan memilih berlalu meninggalkan istrinya tanpa berkata sedikitpun. membiarkan wanita itu berkelana dengan pikirannya sendiri.
Sedih? sudah pasti Yumna merasa sedih dengan perlakuan suaminya yang berubah dengan cara tiba-tiba.
Ingin tau kelanjutannya, yuk mampir kakak
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Indah Yuliana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Toko
Hari ini hari terakhir Caca dan keluarga berada diruang Yumna. Selama mereka di Jakarta mereka menginap di rumah Yumna. Karena kebetulan dirumah itu ada kamar kosong yang bisa di pakai untuk tamu jika ada yang berkunjung ke rumahnya. Contohnya saja seperti Caca dan keluarganya.
Selama disana, gadis kecil milik Caca terus saja menempel pada Ali. Gadis itu seakan tidak mau lepas dari Ali. Dia terus saja mengikuti kemana Ali pergi. Kecuali saat masuk ke dalam kamar. Karena tak mungkin Mika akan ikut Ali masuk ke dalam kamarnya. Meskipun Mika masih kecil namun hal itu tak dibolehkan oleh Caca. Meski bagaimanapun kita harus sopan di ruang orang. Itulah nasehat Caca kepada sang putri.
"Abang nggak mau ikut Mika pulang?" Gadis itu nyender di samping Ali yang tengah asik menonton televisi.
Ali menatap gadis yang ada di sampingnya dengan tatapan lembut. "Nggak Dek, Adek kan tau kalau Abang masih kuliah. Nanti kalau Abang libur pasti akan ke sana lagi," hibur Ali. Dia tau gadis itu merasa sedih lantaran dia tidak ikut bersama Mika ke kampung halaman mereka.
"Isss tapi Mika mau Abang ikut sama Mama dan Papa juga." jawabnya dengan merajuk.
"Kalau Abang ikut sama Adek, terus kuliah Abang gimana, hmm?" Ali mencolek dagu lancip gadis kecil itu.
"Abang kuliah saja di kampung kita. Disana kan juga ada tempat kuliah Bang," usulnya membuat Ali gemas dengan gadis kecil di sampingnya.
"Ya nggak bisa gitu Dek, lagian Abang disini juga menuntut ilmu. Nanti jika adek sudah besar adek bisa juga kuliah di tempat Abang. Tinggal juga bisa di rumah sama Bunda," jelas Ali menatap Mika gemas.
Mika menatap Ali dengan tatapan lucu. "Abang beneran? Mika bisa juga kuliah di tempat Abang? apa nanti kita akan bertemu di sana Bang?" tanya gadis itu dengan antusias.
"Iya Dek, kamu bisa tinggal disini nemenin Bunda," jawab Ali. Pemuda itu menggeleng. "nanti Mika tidak akan bertemu Abang di kampus. Karena Abang sudah tamat." lanjut Ali membuat gadis itu kembali memberenggut.
"Kalau gitu Mika nggak mau kuliah di tempat Abang. Abang saja nggak ada di sana," Gadis itu melipat kedua tangannya di dada. Seperti seorang remaja yang sudah mengerti apa itu tempat kuliah atau semacamnya.
"Dengerin Abang, Dek. Jika suatu saat adek sudah besar maka adek akan mengerti. Sama seperti saat ini adek masih SD, suatu saat adek pasti akan masuk SMP bukan?" Ali menatap gadis itu yang dijawab anggukan. "nah sama dengan Abang yang akan tamat dari kuliah, dan Abang akan kerja. Tapi kalau adek masih mengikuti sekolah lagi selama enam tahun setelah tamat SD. Sama seperti Abang dulu yang juga ngalamin hal yang sama kayak adek." jelas Ali dengan lembut kepada gadis itu.
"Kalau enam tahun pasti lama Bang," jawabannya mengerucutkan bibirnya.
"Nggak akan lama jika itupun Adek nggak ngehitung harinya. Jalani saja dulu nanti pasti akan terasa cepat," ujar Ali dengan lembut agar gadis itu mengerti dengan apa yang dia ucapkan.
Mika hanya mengangguk. Tak ada lagi kata-kata yang keluar dari mulut mungil itu. Gadis itu memilih untuk diam dan menatap lurus kepada televisi yang tengah menyala menyiarkan siaran anak-anak.
***
Pukul satu siang Caca sudah selesai membereskan barang-barangnya yang akan dia bawa pulang. Barang yang dia bawa hari ini memang sedikit lebih banyak. Kemaren dia sudah membeli oleh-oleh untuk dibawa ke kampung.
Baju yang tadi dipakai Caca sudah diganti dengan baju bersih, tak lupa wanita itu menyemprotkan parfum pada bajunya.
"Yum, aku berangkat dulu ya, lagian di depan sudah ada taksi yang tadi aku pesan," ujar Caca kepada Yumna.
"Iya Ca, hati-hati ya," balas Yumna dengan senyum manisnya.
Hati-hati di jalan Om, Tan," ujar Ali saat mereka sudah masuk ke dalam mobil.
"Iya Li, terimakasih," balas Rangga yang dijawab anggukan dari Ali.
"Abang, Mika pulang dulu ya. Nanti kalau Abang libur jangan lupa pulang biar kita bisa main lagi," ujar gadis kecil itu melongokkan kepala keluar dari dalam taksi.
Ali memberikan jempolnya kepada gadis itu. "Ok Mika, itu pasti," jawab Ali dengan senyuman kepada gadis itu.
Setelahnya taksi yang di tumpangi keluarga kecil Caca Melani meninggalkan kediaman Yumna. Ali dan Yumna masuk kedalam rumah saat tak terlihat lagi taksi yang membawa Caca.
***
Hari terus berlalu. Tak terasa sudah dua tahun lamanya Yumna tinggal bersama sang putra di kota yang penuh dengan hiruk pikuk masyarakat.
Hari-hari yang mereka jalani penuh dengan kebahagiaan yang tanpa adanya rasa tangis yang datang. Warung yang dulu dikelola Yumna sudah dia rombak. Menjadi lebih besar lagi dengan lima orang karyawan. Yumna tak ada lagi pergi ke warung, semuanya dia serahkan kepada Siva sebagai penanggung jawab di warung tersebut.
Yumna hanya akan datang sekali seminggu ke warungnya. Mungkin kini bukan warung lagi namanya karena sudah tak seperti warung. Bisa dikatakan seperti toko.
"Li hari ini temenin Bunda ke toko ya?" pintanya kepada sang putra yang tengah duduk di kursi sambil memainkan laptop yang ada di pangkuannya. Mungkin saja pemuda itu tengah menyelesaikan tugas kuliahnya.
"Iya Bun jam berapa?" tanya Ali saat sang Bunda sudah duduk di sampingnya.
Yumna melirik jam yang mengantung di dinding rumahnya. "Jam dua, kamu nggak sibuk bukan Nak?" tanya Yumna. Takutnya anaknya masih banyak tugas kuliah. Apalagi akhir-akhir ini anak bujangnya terlihat sering memegang laptop serta kertas yang tak lupa ada di samping anaknya.
"Nggak kok Bun, lagian ini juga sudah mau selesai," jawabnya menatap sang Bunda dengan tatapan lembut.
"Emm yasudah. Masih tinggal satu jam lagi, sekarang bunda mau beresin yang di dapur dulu ya, soalnya belum bunda bersihin," ujar Yumna yang di angguki sang anak.
Yumna meninggalkan sang anak yang masih saja sibuk dengan laptopnya. Kaki itu melangkah menuju dapur untuk membereskan yang tadi belum sempat dia bereskan.
Piring-piring kotor sudah selesai Yumna bereskan, kini hanya tinggal alat masak yang masih kotor hanya kuali serta tempat rebus air.
Satu jam sudah berlalu, kini Yumna sudah siap untuk pergi ke tokonya untuk melihat keadaan toko yang sudah satu minggu tidak dia datangi.
Sedangkan Ali sudah menunggu diatas motor yang akan membawa dia serta sang bunda sesuai dengan keinginan bundanya satu jam yang lalu.
"Nih Bun," ujar Ali menyerahkan helm kepada sang bunda.
Yumna menerima helm yang diberikan Ali kepadanya. Langsung saja wanita itu memakai helm ke kepalanya. Setelah itu Yumna menaiki motor yang sudah dihidupkan mesinnya oleh Ali.
Kedua ibu dan anak itu meningalkan kediaman mereka. Sebelum pergi Yumna tidak lupa mengunci pintu rumahnya. Tak membutuhkan waktu lama, akhirnya Ali dan Yumna sampai di toko. Yumna turun dari motor dan langsung menuju tokonya.
"Assalamu'alaikum," salam Yumna saat toko saat ini tak ada yang datang untuk berbelanja.
"Wa'alaikumsalam Buk," balas karyawan Yumna.
"Gimana kabar kalian, sehat?" tanya Yumna kepada karyawannya.
"Alhamdulillah sehat Buk," jawab mereka serempak seperti seorang murid yang menjawab pertanyaan dari gurunya.
"Alhamdulillah, maaf ya ibu nggak bawa apa-apa untuk ganti cemilan. Soalnya tadi ibu nggak mampir," ujar Yumna. Memang setiap Yumna berkunjung, dia selalu membawakan buah tangan untuk para karyawannya.
Setelah cukup berbasa-basi, Yumna melihat-lihat keadaan tokonya yang masih banyak stok barang. Mungkin sebagian kecil yang akan dia beli nantinya.
TBC