Mengisahkan Tentang Perselingkuhan antara mertua dan menantu. Semoga cerita ini menghibur pembaca setiaku
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gita Arumy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab2. Kesepian Yang Menyiksa
Bab 2: Kesepian yang Menyiksa
Rumah besar itu kembali sunyi setelah hiruk-pikuk kepindahan Arman dan Nisa selesai. Pagi itu, sinar matahari mengintip melalui jendela besar di ruang tamu, memantulkan bayangan di lantai marmer yang dingin. Maya duduk di kursi goyang, memandang ke arah taman yang rindang di luar. Tangannya menggenggam secangkir teh, tetapi pikirannya melayang jauh ke masa lalu.
Maya adalah wanita yang tangguh. Setelah suaminya meninggal lima tahun lalu karena serangan jantung mendadak, ia berusaha keras menjalani hidup sebagai ibu tunggal. Ia berhasil menjaga rumah ini tetap utuh, membesarkan Nisa, dan membangun citra dirinya sebagai wanita mandiri. Namun, di balik topeng kekuatan itu, ada kekosongan yang perlahan-lahan memakan hatinya.
Setiap sudut rumah itu menyimpan kenangan. Di sudut ruang makan, ia teringat suaminya yang selalu tersenyum hangat di pagi hari sambil menyeruput kopi. Di ruang tamu, ia bisa membayangkan Nisa kecil berlarian dengan tawa riangnya. Tetapi sekarang, kenangan itu hanya menyisakan keheningan yang menusuk kalbu.
Kesepian Maya semakin menjadi-jadi sejak Nisa menikah. Putri satu-satunya yang dulu menjadi pusat kehidupannya kini lebih banyak menghabiskan waktu bersama Arman. Maya tidak menyalahkan Nisa, tetapi ia tidak bisa memungkiri rasa kehilangan yang mulai menghantui dirinya saat ini.
Malam-malam terasa panjang bagi Maya. Ia sering terjaga hingga larut, memandangi langit-langit kamarnya sambil bertanya-tanya, apakah hidupnya akan selalu seperti ini? Apakah cinta dan kebahagiaan hanya menjadi bagian dari masa lalu yang tidak mungkin ia dapatkan lagi untuk saat ini?
Hari itu, Maya mencoba mengalihkan pikirannya dengan membersihkan rumah. Ia memindahkan vas bunga, menyusun kembali buku-buku di rak, dan bahkan mencuci gorden. Namun, semua itu hanya menyamarkan rasa sepi yang terus berbisik di telinganya. Seakan membuatnya meronta.
Ketika ia turun ke dapur, ia melihat Arman sedang mempersiapkan sarapan untuk Nisa. Maya berhenti sejenak di ambang pintu, memperhatikan menantunya yang tampak serius memotong buah di meja.
"Selamat pagi, Maya," sapa Arman dengan senyuman sopan saat menyadari kehadirannya.
"Pagi, Arman. Kau terlihat sibuk pagi ini," balas Maya sambil tersenyum tipis.
Arman mengangguk. "Saya pikir Nisa pasti lapar. Lagipula, saya senang membantu."
Maya duduk di kursi dapur, memperhatikan setiap gerakan Arman. Ia terkejut menyadari betapa perhatian dan tulusnya pria itu terhadap Nisa. Ia mulai membandingkan Arman dengan suaminya, sebuah pikiran yang seharusnya tidak ia izinkan untuk tumbuh.
Namun, bukan cinta yang muncul di hati Maya saat itu. Hanya rasa kagum dan iri. Ia bertanya-tanya, bagaimana rasanya dicintai dengan cara seperti itu lagi?
Setelah Arman selesai, Maya tetap tinggal di dapur, merenung sambil memandang keluar jendela. Dalam pikirannya, ia tahu ada sesuatu yang salah. Perasaan kesepian ini mulai menciptakan celah dalam dirinya. Ia takut celah itu suatu saat akan membawa hal-hal yang tidak ia inginkan.
Namun, Maya tetap berusaha menepis pikiran itu. Ia berkata pada dirinya sendiri bahwa ia adalah wanita kuat. Kesepian, pikirnya, hanyalah fase yang harus ia lalui. Tetapi jauh di lubuk hati, Maya tahu bahwa keheningan dalam hidupnya mulai menuntut sesuatu untuk mengisinya. Dia tak ingin kesepian ini membuatnya semakin merana.
Sesuatu yang ia tidak pernah bayangkan akan terjadi.