"Dewa Penghancur"
Kisah ini bermula dari seorang pemuda bernama Zhi Hao, yang sepanjang hidupnya selalu menjadi korban penghinaan dan pelecehan. Hidup di pinggiran masyarakat, Zhi Hao dianggap rendah—baik oleh keluarganya sendiri, lingkungan, maupun rekan-rekan sejawat. Setiap harinya, ia menanggung perlakuan kasar dan direndahkan hingga tubuh dan jiwanya lelah. Semua impian dan harga dirinya hancur, meninggalkan kehampaan mendalam.
Namun, dalam keputusasaan itu, lahir tekad baru. Bukan lagi untuk bertahan atau mencari penerimaan, melainkan untuk membalas dendam dan menghancurkan siapa saja yang pernah merendahkannya. Zhi Hao bertekad meninggalkan semua ketidakberdayaannya dan bersumpah: ia tak akan lagi menjadi orang terhina. Dalam pencarian kekuatan ini, ia menemukan cara untuk mengubah dirinya—tidak hanya dalam penampilan, tetapi juga dalam jiwa dan sikap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jajajuba, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 07: Ada Pengkhianat di Sana
Wi Dar, dengan taktik dan keberaniannya, memimpin Pasukan Klan Wi di tengah medan pertarungan yang mencekam. Ia menggenggam pedangnya dengan erat, bertarung melawan gelombang serangan yang mendadak dari Klan Fu. Dalam pertarungan yang ganas, banyak saudara seperjuangan yang gugur, dan pilu mendalam melanda hatinya saat melihat Desa Wi hancur berkeping-keping.
Di sisi lain, Wi Dung, yang sebelumnya tengah mengevakuasi anak-anak dan para lanjut usia, kini kembali dengan mata yang membara, siap menghadapi musuh. Sosoknya yang tegar memasuki arena pertarungan, namun hatinya segera dihujam luka saat melihat Wi Dar berdarah karena terjangan pedang Fu Yao. Dengan napas yang tersengal, ia berseru, "Tetua!"
Saat itulah, terjadi kejutan yang memotong napas. Sebuah siluet terjatuh di depan mata Wi Dung. Dengan pandangan tajam, ia meneliti dan segera mengenali sosok yang telah lama hilang dari ingatannya. "Bukankah itu Zhi Hao, sang Anak Manusia yang dulu kutolong?" bisiknya hampir tak percaya. Aura yang memancar dari Zhi Hao kini bukan lagi lemah, melainkan sebuah kekuatan yang terasa mengguncang.
Senyum mengembang di wajah Wi Dar yang luka, "Ternyata dia berhasil." Rasa bangga mengisi dadanya, melihat Zhi Hao yang sebelumnya tak dianggap kini menjadi pahlawan yang tak terduga dalam pertarungan sengit ini.
*
Fu Yao merasa tulang punggungnya bergetar ketika pemuda di depannya tak bergeming sejengkal pun, meski tekanan energi dahsyat dilepaskan. Kekagetan mengubah menjadi penasaran ketika ia mencoba membaca kekuatan lawan, namun yang terkuak hanya kekosongan yang pekat, seolah menelan semua cahaya.
Cepat dan lincah, ia memanipulasi tombaknya, membuat gelombang tajam di udara, dan dengan suara menggelegar, "Teknik Tombak Tingkat Pertama—Menumbangkan Naga!"
Zhi Hao menyeringai saat mendengar nama teknik itu. "Sebuah nama yang menggugah semangat," katanya lembut tapi penuh sarkasme. Ia melompat tinggi, mengelak dengan elegan dua meter di atas tanah, menyiapkan kontraserangan.
"Teknik Pedang Kilat tingkat pertama—Sambaran Maut!" suaranya menggelegar menyatu dengan angin saat pedangnya berputar, menciptakan pusaran angin tajam.
Teng!
Teng!
Teng!
Pedang dalam genggaman Zhi Hao yang muncul dari cincin penyimpanan Sang Master berdentang keras saat bertemu dengan Tombak Fu Yao, mempertontonkan kekuatannya yang lebih dari sekedar biasa.
Tiap pukulan beresonansi di udara, dengan kekuatan penuh yang melepaskan tensi mereka.
Fu Yao tajam menarik tombaknya, siap menyerang, namun di saat bersamaan Zhi Hao melangkah maju dengan tenang. Dengan semburat keberanian ia melontarkan, "Tingkat Kedua—Amarah Dewa!" Keberaniannya meluap dalam serangan yang kuat, bagai petir menyambar di siang bolong.
Slash! Suara memecah udara.
Tombak Fu Yao terbelah tajam menjadi dua, tubuhnya pun berakhir tragis serupa.
Penyaksian momen mengejutkan ini menjadikan anggota Klan Fu yang biasanya tegar, berubah menjadi kacau dan tidak terkendali. Fu Yao bukan sekedar pemimpin penyerangan, ia adalah pilar kekuatan mereka. Tanpa dia, mereka bagai tubuh tanpa kepala.
"Pulanglah kalian," teriak Zhi Hao dengan nada tegas, menggema kesunyian sehabis pertarungan. Suara itu seolah mengetuk hati para anggota klan yang mati-matian berusaha menahan kebencian yang membakar setiap retina.
Dengan berat hati, mereka mengundurkan diri, meninggalkan medan yang kini bertabur duka.
Setelah beberapa langkah menjauh, Wi Dung merapat kepada Zhi Hao. "Terima kasih banyak. Kehadiranmu adalah penolong kami hari ini." Ucapnya dengan rasa terima kasih yang dalam.
"Tak ada apa-apa, Paman Wi Dung, dan takkan terlupa pula bantuan dari Tetua Wi Dar," Zhi Hao membalas dengan penuh hormat, kehangatan suaranya mengusir dinginnya kematian yang baru terjadi.
"Pertempuran mungkin belum usai. Klan Fu masih menyimpan beberapa prajurit sekuat Fu Yao," peringatan Wi Dung menyelinap serius di antara desahan angin.
"Apa yang mereka cari di desa Wi, Paman Dung?" tanya Zhi Hao.
"Marilah kita bercakap di kediaman Tetua Wi Dar, menemani waktu pemulihan beliau yang terluka parah." Wi Dar, dikenal sebagai Tetua paling berani dan teguh, namun keberanian itu diuji ketika ia dicederai oleh kekejian Fu Yao yang sebelumnya mengancam nyawa anak-anak yang tak berdaya. Serangan licik itu mengakibatkan Wi Dar kehilangan tangan, yang jelas-jelas mengurangi kemampuan bertarungnya. Namun, dengan semangat yang masih menyala, ia terus mempertahankan kediamannya meski nyaris tak mempedulikan rasa sakit yang membuncah.
"Duduklah, Hao," ujar Wi Dung dengan nada penuh pengertian.
"Biar aku yang menjelaskan, kamu keluarlah sebentar!" seru Wi Dar dengan suara yang masih bergema keperkasaan, meski tubuhnya sudah tak lagi utuh.
"Baik, Tetua," Wi Dung menjawab dengan penuh hormat, melangkah keluar ruangan.
"Mereka telah mengetahui adanya sesuatu yang sangat berharga yang aku simpan di sini. Objek yang baru saja kamu amankan itu, Hao. Itu adalah alasan mereka menyerang Desa Wi. Mereka hendak merebutnya, berharap bisa menguasai Makam Kuno Dewa Penghancur," terang Wi Dar, matahari menggeser langit saat ia menceritakan niat jahat yang mengintai.
"Tetapi, bagaimana mungkin mereka mengetahuinya? Bukankah itu tersimpan di ruang rahasia yang hanya Anda yang tahu?" Zhi Hao bertanya, keheranan dalam suaranya saat ia mencoba memahami situasi yang penuh misteri dan bahaya ini.
“Ada pengkhianat yang menjadi anggota Klan Fu sekarang. Dia sebenarnya Muridku. Aku malu mengakui ini!” Ujar Wi Dar.