Berawal dengan niat baik untuk menolong membuatnya harus berurusan dengan seorang pria asing yang tanpa Marissa ketahui akan merubah hidupnya 180 derajat. Terlebih setelah insiden satu malam itu.
Kira-kira seperti apa tanggapan pria asing yang bernama Giorgio Adam setelah mengetahui kebenaran dari insiden malam itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nathasya90, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BERTEMU KEMBALI
Waktu berlalu begitu cepat, tak terasa kandungan Marissa sudah berusia enam minggu. Dan selama itu pula ia berhasil menutupi kehamilannya dari orang-orang di sekitar.
"Ris, apa kau yakin untuk tidak memberitahukan pria itu soal kehamilanmu?"
Saat ini mereka berada di sebuah cafe yang berada tidak jauh dari kosan mereka.
Sejak Marissa hamil, Rossa memutuskan sementara waktu akan tinggal bersama hingga kesehatan sahabatnya membaik. Dan dia bersyukur karena sang ibu pun mendukung keputusan yang telah diambil.
Mereka berdua pernah berada diposisi seperti yang dialami Marissa saat ini, jadi sedikit banyak tahu jika kehadiran orang terdekat adalah salah satu obat yang akan menjadikan kita kuat menghadapi situasi seburuk apapun.
"Tolong jangan salah paham. Aku tidak sedang memaksakan kehendak, tapi kamu tahu 'kan ibu dan aku pernah berada diposisi mu saat ini. Dan aku tidak ingin jika nanti anakmu merasakan sama dengan apa yang pernah aku lalui. Jujur, rasanya sangat tidak enak dan berat, dan kau tahu itu."
"Dan kalau aku boleh memberi saran, lebih baik jujur dengan kondisimu saat ini pada pria itu. Beritahu dia jika saat ini kamu sedang hamil anaknya. Walau aku belum tahu pasti pria itu, tapi yang aku lihat sekilas, pria itu berbeda. Dia pria yang bertanggungjawab, paling tidak.. kamu bisa menata hidupmu setelah mendengar keputusan pria itu nanti. Dan kau pun bisa melangkah dengan hati tenang karena tidak memiliki beban lagi," kata Rossa panjang lebar.
Dia ingin membuka sedikit mata Marissa tentang bagaimana kehidupan seorang single parent serta bagaimana menjadi anak tanpa ada nama ayah dibelakang nama kita.
"Sorry, bukan aku tak mengerti posisimu saat ini. Tapi kau juga harus berpikiran realistis, tidak semua anak kuat menjalani kehidupan seperti yang aku alami dulu, Ris."
"Kamu memerlukan pegangan yang kuat jika tidak ingin anak kamu menyimpang dari jalur yang telah kamu buat untuknya. Dan, menurutku memiliki ayah adalah jalan keluar dari permasalahanmu saat ini," sambung Rossa, walau terdengar sedikit egois tapi Rossa tak ingin jika calon keponakan dia nanti juga merasakan apa yang pernah dia alami.
Mendapat bullying dari teman sekolah hingga mendapat cemoohan dari lingkungan sekitar seringkali Rossa rasakan. Belum lagi pertanyaan tentang siapa ayahnya. Dan masih banyak lagi perlakuan tidak menyenangkan jika lahir tanpa memiliki status yang jelas.
Marissa tak menjawab dan tak pula membantah apa yang dikatakan oleh sahabatnya itu. Harus diakui jika apa yang dikatakan Rossa semua benar dan dia akan memikirkan kembali soal memberitahukan perihal kehamilannya pada pria itu.
***
"Oh, Sayang, aku sangat bahagia mendengar keputusanmu ini. Oma berani menjamin jika wanita yang akan diperkenalkan padamu malam ini adalah wanita yang baik, pengertian dan sangat dewasa. Aku yakin kamu pasti akan menyukai wanita itu," pungkas oma Rachel.
Ya, akhirnya Giorgio memutuskan akan menjalani perjodohan yang dilakukan sang Oma. Tidak ada pertimbangan khusus saat menerima permintaan Oma Rachel. Dan tak ada salahnya juga, apa lagi wanita yang dia inginkan selalu menjaga jarak dan menolaknya.
Giorgio tipe pria yang tak terlalu mau pusing dan ribet. Jika mau ya mau, jika tidak ya tidak. Mungkin karena Gio belum merasakan getaran cinta.
Giorgio tersenyum melihat kebahagiaan yang terpancar dari wajah tua wanita yang sangat disayanginya.
"Baiklah, Gio ke kantor dulu. Sebelum makan malam, aku akan pulang," pamit Giorgio pada Oma Rachel. Lalu beranjak pergi menuju pintu keluar.
Rachel sangat bahagia setelah sekian lama, Gio menyetujui perjodohan yang telah lama direncanakan.
"Rebecca.. bersiaplah makan malam di rumah, Oma malam ini. Cucuku setuju bertemu denganmu," kata Rachel memberitahu. "Pakailah pakaian yang sangat indah dan berdandan secantik mungkin hingga cucuku tertarik padamu," ucap Rachel menambahkan lalu menutup sambungan telepon setelah Rebecca mengiyakan apa yang dipesankan tadi.
Langit sore semakin menggelap tatkala waktu menunjukkan pukul tujuh malam. Giorgio akan menginap di villa milik sang oma tercinta malam ini. Dia ingin menyisihkan waktu untuk sang oma selama dia berada di sana.
Giorgio masuk ke dalam villa yang berwarna putih itu. Bangunan megah dan mewah sangat kontras dengan villa-villa yang ada di sekitar villa milik Rachel.
Oma Rachel memang memilih tinggal di villa sendirian dan hanya ditemani oleh beberapa pelayan karena tak ingin kehilangan kenangan bersama sang suami yang telah lama meninggal dunia.
Dan Rachel pun tak memaksakan sang cucu untuk tinggal bersama dengannya di sana, sebab dia sadar jika jarak villa ke kantor sang cucu sangatlah jauh. Dia pun tak ingin menghambat pekerjaan sang cucu walau terkadang tingkahnya cukup membuat Sherly, sekretaris Giorgio kerepotan.
***
Tiga Minggu kemudian...
Marissa dan Giorgio bertemu tanpa sengaja di sebuah restoran mewah di kawasan elit salah satu Mall besar di kota mereka.
Apakah Marissa akan memberitahukan perihal kehamilannya?
Tidak, tentu saja tidak. Mereka bahkan tidak tahu jika mereka akan bertemu satu sama lain di sana.
Lexi, sahabat lama yang juga merupakan pegawai dari perusahaan raksasa Diamond Grup itu bekerja sebagai asisten HRD di sana.
Pria tampan dan tinggi itu sebenarnya sudah sejak lama tertarik pada wanita bermata biru laut itu. Pria itu pun tak membuang kesempatan untuk bisa lebih dekat dengan wanita yang dia puja kala itu saat mendapat telepon tiba-tiba dari sahabat lamanya.
"Hai, maaf aku telat, jalanan sangat macet di jam-jam seperti ini," pungkas pria tampan brewok itu lalu duduk di kursi tepat di depan Marissa .
"It's okay, aku juga baru datang kok," kata Marissa tersenyum canggung.
Beberapa hari yang lalu Marissa memang menelepon beberapa kenalan yang masih berada di dalam nomor kontak ponselnya.
Ris begitu nama sapaan Marissa dari teman-temannya. Rencananya Marissa ingin meminta bantuan mereka untuk mencarikan pekerjaan untuknya.
"Aku sungguh kaget saat melihat panggilanmu kemarin. Kau semakin cantik, Ris," puji pria berkulit sawo matang itu.
Marissa tersenyum manis menanggapi perkataan sahabat yang juga merupakan cinta pertamanya.
"Kau juga terlihat jauh berubah dari terakhir kita bertemu," balasnya.
"Apakah aku semakin tampan!" seru Lexi menggoda.
Marissa menahan senyumnya lalu mengulum bibir yang memperlihatkan lesung pipi wanita itu.
Tangan kekar itu menyentuh lesung pipi milik Marissa secara tiba-tiba hingga sedikit membuatnya terkejut.
"Maafkan aku, aku benar-benar minta maaf. Aku merindukan lesung pipimu ini, Ris," ucap Lexi tak enak hati.
"It's okay," senyum Marissa mengembangkan. Walau kaget tapi Marissa cukup bisa memahami perlakuan spontan yang dilakukan Lexi tadi padanya. Pria itu memang seringkali menyentuh lesung pipinya setiap kali ada kesempatan.
Dan tanpa mereka sadari, sepasang mata sejak tadi memperhatikan interaksi kedua orang itu dari dekat.
"Ayo, kita pesan makanan dulu, setelah itu kita bisa lanjutkan pembicaraan kita," tukas Lexi pada Marissa. Kemudian pria itu memanggil pelayan dan mencatat pesanan mereka.
Setelah memesan, Marissa pamit ke toilet. Marissa masuk ke dalam toilet, sebenarnya dia tak ingin melakukan apapun di dalam sana, wanita berparas cantik itu hanya gugup dan bingung apa yang harus dikatakan nanti.
Selama bertahun-tahun Marissa tak pernah menjaga komunikasi mereka dan Marissa tidak enak hati meminta Lexi mencarikan dia pekerjaan di saat pertemuan pertama mereka lagi.
"Huft!" Marissa menghembuskan napas sebelum keluar dari toilet, namun baru selangkah, tangan Marissa tiba-tiba ditarik seseorang. Seorang pria lebih tepatnya.
TERIMA KASIH DAN SUKSES SELALU BUAT KITA SEMUA 🫶🏼