Sang Penakluk! - Semalam Bersama Pria Asing
Silau cahaya matahari masuk melalui celah-celah vitrase berwarna putih. Mata birunya mengerjap beberapa kali sebelum Marissa benar-benar membuka mata.
Netranya menatap langit-langit kamar. Keningnya berkerut saat menyadari suasana kamar tampak asing.
Dengan kesadaran yang masih 80 persen, Marissa bangun dari tidurnya lalu duduk di atas kasur sembari mengumpulkan sisa nyawanya.
Hawa dingin menusuk punggung kulit putihnya. Lama dia memandangi tubuhnya yang hanya tertutupi selimut tebal. Marissa lalu memindai sekelilingnya dan betapa terkejut ia saat menyadari ini bukanlah kamar tidurnya.
"Sssttt…" desis Marissa kesakitan saat dirinya dengan cepat beranjak turun dari kasur.
Melirik ranjang yang dia tempati tidur. Sekelebat bayangan percintaan panasnya bersama seorang pria asing membuat tangannya seketika membekap mulut sendiri.
"Ya Tuhan … apa yang sudah aku lakukan?!" pekik Marissa dengan sangat pelan agar tak terdengar oleh pria asing nan tampan yang tengah tertidur pulas di sampingnya.
Tiba-tiba ekor matanya seketika melirik bercak merah yang terlihat di seprai.
"No.. itu artinya aku sudah tak perawan!" Bisik Marissa dalam hati seraya memegang daerah intimnya.
Marissa perlahan memunguti dress yang tercecer di lantai. Marissa bersyukur karena dress yang dipakai semalam masih dalam keadaan utuh. Lalu Marissa kembali mencari kain segitiga dan bra yang digunakan semalam.
SHIT! Marissa mengumpat saat melihat benda yang dicarinya. Celana dalam dan bra-nya berada di atas kasur.
Marissa lalu berjalan dengan berjinjit ke sisi ranjang satunya, lalu dengan gerakan cepat mengambil dalaman yang berada tepat di samping wajah pria itu dengan perlahan.
Kemudian Marissa masuk ke dalam bathroom lalu memakai pakaiannya kembali dan segera pergi dari kamar itu sebelum pria tampan tersebut bangun dari tidurnya.
"Huftt…" desah Marissa saat sudah berada di luar kamar.
Marissa lalu berjalan menuju lift yang terletak paling ujung dari koridor lantai tersebut.
Lagi lagi Marissa menghembuskan napasnya panjang ke udara saat merasa sudah aman dari pria itu.
"Setelah ini, apa yang harus aku lakukan?" batin Marissa menerawang jalan hidupnya yang penuh lika liku dan terjal.
TING
Suara lift berbunyi saat sudah sampai di lobby. Marissa lalu bergegas keluar lalu pergi dengan menaiki sebuah taksi yang sedang berhenti tepat di luar lobby hotel.
Di sepanjang perjalanan, Marissa terus merutuki kebodohannya sendiri. Marissa lalu naik ke lantai dua kemudian masuk ke dalam kamarnya. Marissa tinggal di sebuah kosan berlantai dua. Tempat yang strategis dan dekat dengan tempatnya bekerja, walau sedikit lebih mahal.
Setelah masuk, Marissa langsung berjalan menuju kamar mandi. Bukan hanya untuk membersihkan diri, namun lebih dari itu. Ia mandi untuk menghilangkan jejak percintaan panasnya dengan pria asing itu.
"Ck', apakah dia setan dracula sampai menghisap hampir seluruh tubuhku?" Wanita bermata biru itu terkesiap saat melihat tubuhnya di depan pantulan cermin saat membuka pakaian. Sekujur tubuhnya dipenuhi tanda merah hasil cupangan.
Marissa menarik dengan keras rambutnya yang basah di bawah guyuran shower.
"Semoga aku tak hamil," gumam Marissa saat teringat adegan panasnya yang tak memakai pengaman sama sekali. Terlebih saat menyadari jika mereka melakukan hubungan suami-istri itu berkali kali hingga pagi menjelang.
TOK TOK TOK
Karena ukuran kamarnya yang tidak terlalu besar membuatnya bisa mendengar suara ketukan pintu dari luar. Marissa menyudahi sesi mandinya dengan cepat lalu meraih kimono mandi dan memakainya. Kemudian berjalan menuju pintu.
"Astaga, Ris dari mana saja kamu ha? Apa kamu tak tahu semalam aku mencari mu kemana-mana seperti orang gila?!" ucap Rossa, melengos masuk sambil menggerutu saat melihat Marissa membuka pintu.
Marissa tak menjawab dan hanya mengulas senyum imutnya agar sahabatnya itu tak marah lagi.
"Hentikan senyumanmu itu, jurusmu tak akan mempan lagi padaku!" seru Rossa mencebik lalu berbaring diatas kasur milik Marissa.
"Kalau ini …." Kembali Marissa menunjukkan wajah imut.
Rossa tertawa melihat kekonyolan sahabat baiknya.
"Baiklah, kali ini aku akan luluh. Come here! Ada yang ingin aku tanyakan," pinta Rossa dengan wajah serius sambil menepuk sisi kasur sampingnya.
Marissa lalu menutup pintu kosan lalu ikut berbaring diatas ranjang queen bed miliknya.
"Hem, katakan apa yang ingin kau dengar dariku." Marissa seolah tahu maksud ucapan sahabatnya.
"Kata, Lusi kemarin kamu pergi bersama seorang pria tampan dalam keadaan mabuk. Apakah benar?!" Rossa menoleh dan menatap mata biru milik Marissa dengan intens.
"Hem." Marissa berdehem dengan posisi masih menatap langit-langit kamarnya.
"Lalu, apa kalian…." ucapan Rossa menggantung saat melihat Marissa mengangguk.
"Oh my—" Rossa menangkup wajah Marissa dan mereka saling bertatapan.
"Bagaimana bisa, Ris? Bukannya kita sepakat menjaga keperawanan kita? Kok kamu malah ...." Rossa tak sanggup melanjutkan ucapannya.
"Maaf, Ros. Semuanya begitu cepat terjadi sampai aku lupa diri. Terlebih pria itu menentangku. Kamu tahu bukan, aku tak suka saat ada orang yang memandangku rendah? Aku mungkin bisa miskin, namun harga diriku sangat tinggi, dan kau tahu aku," jelas Marissa.
Rossa beranjak bangun lalu duduk diatas kasur dengan posisi bersila. Kemudian Marissa pun ikut bangun dan duduk bersila di depan sahabatnya.
"Kau kecewa padaku, Ros?" tanya Marissa menatap wajah Rossa yang sendu.
Rossa mengangguk lalu memegang kedua bahu Marissa.
"Aku hanya tak ingin terjadi apa-apa padamu. Kamu tahu bukan, aku dan ibuku sangat menyayangi dan peduli padamu," ujar Rossa dan Marissa mengangguk.
"Setelah ini, apa yang akan kau lakukan? Apakah kau akan meminta pertanggungjawaban dari pria itu?!" kata Rossa lagi.
"Entahlah, Ros. Apa iya aku harus meminta pertanggungjawabannya!" ucap lirih.
Rossa menghela napasnya dengan panjang.
"Tentu saja!" Sambar Rossa dengan cepat. "Pria yang sudah mengambil keperawanan kamu itu harus bertanggung jawab," tegas Rossa.
"Tapi bagaimana kalau dia—"
"Gak ada tapi-tapian, Ris... Emangnya kamu jeruk yang habis manis sepah dibuang!"
Marissa menghela napas.
"Dimana kalian melakukannya? Dan bagaimana rasanya? Apakah milik pria itu besar dan panjang?!" Pertanyaan absurd Rossa keluar begitu saja dari mulutnya membuat Marissa ternganga.
"Pertanyaan apa itu?" Marissa yang kesal lalu mengambil bantal dan melempar tepat mengenai wajah Rossa.
Rossa mendengus kesal lalu mengambil bantal lainnya dan membalas melempar bantal ke wajah Marissa. Hingga terjadilah perang bantal keduanya.
Setelah puas perang bantal, mereka kembali membaringkan tubuhnya di atas kasur empuk milik Marissa..
"Ros ...." panggil Marissa dan Rossa menjawabnya dengan berdehem.
"Hem."
"Ros, bagaimana kalau aku hamil?"
Marissa berbalik dan menatap Rossa yang masih menatap langit-langit kamar.
Lama Rossa terdiam. Sejujurnya ia tak punya jawaban dari pertanyaan Marissa itu. Dia bahkan tak sanggup membayangkan bagaimana hidup sahabatnya itu nanti jika dirinya benar-benar hamil.
Bukan tanpa alasan, sebab ibunya dulu pernah mengalami hal yang serupa dengan yang dialami Marissa saat ini. Namun sedikit berbeda karena dulu ibunya hamil karena diperkosa.
Rossa lalu berbalik menatap mata Marissa dengan dalam.
"Aku akan selalu berada di sampingmu, Ris. Aku akan selalu siap membantumu. Bahkan jika aku harus mencari pria itu hingga ke ujung dunia," perkataan Rossa barusan membuat air mata Marissa menetes.
"I love you, my bestie!" Marissa memeluk sahabatnya erat. Jawaban Rossa seakan mampu membuat kekhawatirannya sirna seketika.
"I love you too, Darling," balas Rossa, mengusap punggung sahabatnya berulang.
"Hei, kau belum menjawab pertanyaanku tadi, Ris," kata Rossa sedikit berbisik. Membuat Marissa geli dan melerai pelukannya.
"Jawablah, Ris ... apakah miliknya besar dan panjang!!" teriak Rossa saat melihat Marissa kembali masuk ke dalam kamar mandi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Dewi @@@♥️♥️
coba mampir baca,,semoga bagus,,,
2024-10-07
2