Ketika tombak itu dihunuskan ke arahnya, Qu Fengxiao sudah tidak memiliki terlalu banyak harapan lagi untuk mengembalikan segalanya seperti semula. Satu-satunya keluarga yang ia punya membunuhnya. Dia jatuh ke dalam keputusasaan. Tapi siapa sangka, dia akan terbangun di dunia lain di mana teknologi lebih maju dari duniannya. Ditambah, dia harus berurusan dengan ilmuwan gila dari sebuah institusi raksasa yang terhubung dengan keluarganya.
Belum selesai dengan itu, tiba-tiba seseorang mengajaknya menikah dan membuatnya bingung dengan keberadaan dua pria yang terlihat mirip di dua dunia.
"Tuan Dewa Kuno, kau tidak sedang mempermainkanku, kan?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chintyaboo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
1. Perang Saudara
Seorang gadis kecil duduk di bawah pohon dengan seekor kelinci kecil di pelukannya. Wajahnya yang cantik seputih salju tampak pucat, namun matanya begitu jernih dengan kepolosan seorang anak 6 tahun.
Kelinci di tangannya terus bergerak, berusaha melepaskan diri menyebabkan gadis kecil polos itu kesusahan memegang kelinci kecil yang ingin lari. Bulu putih itu melompat dari pelukan gadis kecil, lari dengan keempat kaki sambil melompat menjauhi pohon besar yang dipenuhi es.
Anak itu merasa kecewa, mulutnya cemberut seraya berdiri hendak mengejar kelinci nakal itu. Kaki kecilnya berlari, memanggil kelinci dengan suara kekanakan khas anak kecil, berteriak-teriak di atas tumpukan salju. Meski udara dingin dipenuhi salju, langkahnya tidak berhenti seolah tidak merasakan dingin yang membekukan tulang, bahkan tidak repot mengenakan jubah.
Kelinci itu terus berlari dan sesekali menoleh ke belakang melihat gadis kecil yang mengejarnya. Tidak ada rasa takut atau gelisah di mata merah kelinci, hanya ada suasana bersenang-senang seolah mengejek anak kecil pecinta hewan itu untuk mengejarnya lebih jauh jika bisa. Jika itu manusia, mungkin akan menjulurkan lidah.
Tepat ketika bulu putih itu menggulung di atas salju melakukan pelarian lebih cepat, tubuhnya berhenti begitu menyentuh sesuatu. Kelinci itu sedikit terpental ke belakang dan jatuh di antara salju. Ia menggelengkan kepala mengusir salju-salju di kepala sebelum akhirnya mendongak melihat hal yang ia tubruk.
Itu adalah sebuah kain putih, ia yakin telah menabrak tulang keras dan sadar bahwa itu adalah kaki manusia. Ia mendongak lebih jauh ke atas, melihat manusia tinggi hingga membuatnya nyaris terjungkal. Pakaiannya serba putih, bahkan rambutnya perak terkibar angin bersalju membuat parasnya menjadi sangat terlihat anggun di bawah rintikan salju.
Kelinci itu terperangah, melihat wajah tampan tanpa cela. Ia merasa wajah itu tidak asing, mirip dengan iblis di luar sana yang sering menindasnya. Jika kelinci betina itu adalah manusia, ia pasti sudah mimisan sejak lama. Hanya saja, ia seekor binatang polos yang terpaku karena tatapan dingin pria misterius itu hingga membuat si kelinci kabur terbirit-birit.
Ketika kelinci berusaha kabur karena merasa terancam, tubuhnya melayang di udara saat sebuah tangan kecil menangkapnya dan membawanya ke pelukan. Kelinci kecil hanya bisa meringkuk menjadi bola bulu di dalam pelukan anak kecil itu dan menurunkan telinga panjang ke matanya berharap pria itu tidak melihatnya.
Gadis kecil menghela napas, seraya menyisir bulu kelinci dengan lembut. "Xiao Bai, aku tidak mengizinkanmu pergi lagi. Jadilah teman baik, kau akan mendapatkan wortel lebih banyak. Atau ... aku akan menyerahkanmu pada Xiao Xiu!"
Kelinci itu semakin menggulung tubuhnya dengan menyedihkan. Ia tidak mau diserahkan pada iblis yang menindasnya dengan mata dingin itu, ia juga tidak ingin melihat pria dengan tatapan yang sama lagi!
Gadis kecil itu terkekeh sambil mengusap bulu lembut kelincinya. Kemudian, ia merasakan kehadiran seseorang tidak jauh di depannya sehingga tanpa sadar ia mendongak. Pria tinggi dan tampan itu berdiri di depannya membuatnya terperangah. Sangat tampan ....
Rambut perak itu ... terasa familiar. Bukan hanya rambut perak, wajahnya juga familiar. Meski ia masih anak kecil, ingatannya melebihi orang dewasa dan cara berpikirnya jauh dari kebanyakan anak kecil. Ketika melihat pria itu, ia dapat merasakan ketertarikan yang tidak biasa, seolah mengenalnya sangat dekat.
Melihat kelinci kecil di tangannya bergetar ketika dekat dengan pria itu, gadis kecil itu langsung menyadari sesuatu. Pandangannya terarah kembali pada pria tampan itu dengan tatapan menuduh dan kesal. "Kamu menakuti Xiao Bai!"
Pria itu tidak memiliki banyak reaksi, hanya melihat gadis kecil yang menuduhnya dengan pandangan teliti seolah akan diapakan anak kecil itu. Tatapan itu membuat anak polos tidak bersalah sedikit kikuk dan mematung dengan bingung.
"Kamu mirip dengannya," kata pria itu, seolah lebih mengenal anak kecil itu daripada siapa pun. Tatapannya melembut, senyumnya terukir nyaris tidak terlihat dan aura berbahaya di sekitarnya menghilang digantikan kehangatan.
Gadis kecil itu mengerjap mata. Ia tidak takut pada pria itu, justru merasakan perasaan yang tidak pernah ia rasakan selama 6 tahun terakhir. Ia menjadi lebih tenang, namun bingung bersamaan hingga keningnya berkerut.
"Qu Fengxiao, 'kan?"
"Bagaimana kau tahu namaku?" Qu Fengxiao menatapnya horor.
"Apa perlu alasan?" Pria itu menolak menjawab pertanyaan, memilih memendamnya tanpa mengalihkan pandangan.
Qu Fengxiao pintar, lebih pintar dari anak-anak kebanyakan dan lebih peka. Bahkan kepekaannya melebihi kembarannya sendiri yang keterbelakang sosial. Melihat pria itu sulit diajak bicara, ia yakin pria itu tidak tahu cara bicara dengan anak-anak. Jika dia anak biasa, sudah pasti akan menangis dengan kaki yang menjadi mie.
Pria itu terlihat kuat, Qu Fengxiao tidak menyangkalnya. Bahkan di udara sedingin ini, pria itu tidak mengenakan jubah seolah sekarang tengah musim panas. Sedangkan Qu Fengxiao sendiri memiliki kualifikasi khusus untuk berdiri di musim dingin sehingga tidak pernah terpengaruh oleh cuaca apa pun. Ia tidak pernah melihat manusia yang bisa berdiri di atas salju dengan pakaian setipis itu sebelumnya.
"Paman, apa kamu tidak kedinginan? Bahkan Bibi Zhong yang memiliki konstitusi es tidak bisa berlama-lama di tempat dingin tanpa jubah hangat. Siapa kamu sebenarnya?"
Pria itu menunjukkan senyum tipis akan apa yang dikatakan anak kecil itu. "Kamu seharusnya tidak berada di luar ketika musim dingin."
"Aku kebal dingin." Qu Fengxiao membusungkan dadanya bangga dan bersikap angkuh.
Tapi tepat ketika membanggakan diri akan tubuhnya yang tidak terpengaruh cuaca dan suhu, wajahnya semakin pucat nyaris membiru. Kulit dinginnya menjadi sangat dingin seperti akan beku kapan saja hingga kelinci di tangannya spontan melompat dan meringkuk menatap temannya dengan sedih.
Tiba-tiba ia menggigil kedinginan dan berlutut di atas salju dengan wajah yang terlihat akan membeku kapan pun. Matanya menjadi biru, bibirnya mengkerut dan semakin pucat seperti mayat yang dibekukan. Rambutnya berubah warna menjadi perak seketika.
Pria itu agak terkejut, langsung menangkap gadis kecil yang akan jatuh itu. Tidak disangka penyakitnya kambuh, apalagi di saat yang dingin seperti ini hingga tubuhnya seperti akan membeku menjadi es.
Sinar emas muncul menyelimuti gadis kecil malang, terasa hangat dan lembut membuat si kecil tenang serta merasakan kehangatan yang lama tidak ia rasakan. Selama ini, ia selalu merasa tubuhnya dingin di segala cuaca sampai kebal. Ini kali pertamanya merasakan kehangatan setelah 6 tahun berlalu sejak hari itu. Hari terakhir ia melihat ibunya ....
Pria itu mengangkat si kecil ke gendongannya. Tempat dingin tidak cocok untuk si kecil, sehingga ia tidak boleh berlama-lama di tempat dingin karena tubuhnya yang masih lemah. Ia pun membawa si kecil ke tempat yang lebih teduh.
Tempat itu adalah sebuah ruangan, terlihat seperti kamar anak-anak feminim dengan dekorasi lucu. Kelinci kecil mengikuti, tapi tidak mendekat, hanya meringkuk sedih di pojokan dalam diam seperti boneka, melihat temannya menderita.
Pria itu baru saja akan meletakkan Qu Fengxiao yang setengah sadar ke atas ranjang kecil yang pas dengan tinggi badan si kecil, namun Qu Fengxiao tidak mau lepas, tetap pada pelukan hangat pria itu.
"Ayah, aku dingin." Qu Fengxiao menggerutu, tidak mau lepas dari kehangatan yang ia rindukan sejak lama.
Pria itu tertegun untuk sejenak, seolah semua itu asing untuknya dan ia nyaris tidak percaya. Tapi wajah dinginnya tidak banyak berubah, dan ia menuruti keinginan Qu Fengxiao yang malang.
"Kau tidak mengenalku, apa kau begitu sembarangan?" Meskipun ia tidak keberatan, pria itu tetap ingin tahu mengapa Qu Fengxiao tiba-tiba menganggapnya. Jika dia orang lain, apa si kecil juga tetap bertingkah sama?
"Apa tidak bagus? Aku hanya merasa suka. Aku selalu kedinginan setiap saat. Dulu ibu memelukku memberiku kehangatan, tapi dia pergi dan tidak kembali. Ayahku juga pergi. Jika aku memanggilmu Ayah, apa kau keberatan?" Qu Fengxiao dengan polosnya mengatakan hal yang ia rasakan. Ia tidak merasa pria itu jahat, dan ia merasa nyaman. Jadi tidak ada salahnya memberitahu.
Mendengar cerita Qu Feng Xiao, pandangan pria itu meredup dengan pikirannya sendiri. Kesepian dan kesedihan sangat jelas di matanya dan semua orang tahu itu. Tapi ia tidak bisa mengatakan apa pun, karena tidak tahu harus bagaimana mengatakannya.
Melihat kesedihan yang terpapar jelas, Qu Fengxiao berpikir dirinya membuat pria itu tidak suka dan merasa bersalah. "Kau benar-benar tidak suka? Aku tidak memaksa, aku akan memanggilmu Paman saja."
"Tak apa ..." sergah pria itu, kemudian senyum tipis terukir di bibirnya. "Panggil aku sesukamu."
Qu Fengxiao tersenyum lebar, tidak lagi merasa bersalah. Memang pesona anak kecil yang mengalah luar biasa. Ia harus mendidik kembarannya trik satu ini untuk meluluhkan orang. "Kalau begitu, kamu adalah Ayah Xiao Xiao!"
Qu Fengxiao nyaris melompat ingin mengumumkan. Ia ingin memamerkannya pada kembarannya yang seperti iblis itu lalu mengejeknya. Sepanjang waktu, ia selalu iri pada anak lain yang memiliki orangtua lengkap, dan selalu berdiri di belakang pohon untuk melihat dari jauh.
"Ayah tinggal di mana?" tanya Qu Feng Xiao dengan pandangan polos tak bersalah. Ia berpikir pria itu terlihat kuat dan cukup kaya, harus memiliki latar belakang tidak biasa.
"Aku tinggal di mana saja." Pria itu menjawab asal.
"Bagaimana Xiao Xiao bisa bertemu?" Qu Feng Xiao agak bingung. Menurutnya, manusia harus memiliki rumah untuk bertahan hidup. Mana bisa seseorang tinggal di alam liar seperti manusia purba?
"Aku akan datang." Pria itu mengatakannya setelah mempertimbangkan.
Qu Fengxiao mengangguk mengerti. Tidak masalah untuk itu, yang penting bisa pamer. "Lalu, Ayah akan mengajariku? Melatihku?"
Itu tujuan Qu Fengxiao mencari orang tua. Ia gila berlatih, meski masih kecil. Paman dan bibinya sudah mengajarinya banyak hal, tapi masih membuatnya tidak puas karena tubuhnya yang berbeda dari manusia kebanyakan. Tubuhnya dipenuhi segel, jadi kultivasinya menjadi berbeda dari yang lain.
"Aku bisa meluangkan waktu." Pria itu tidak menolak.
Qu Fengxiao tersenyum puas. Ia keluar dari pelukan pria itu dan berlutut di depannya, lalu melengkungkan kedua tangannya di depan. "Qu Fengxiao memberi hormat pada Ayah sekaligus Guru Xiao Xiao. Guru sehari adalah ayah selamanya, Anda selamanya adalah Ayah Xiao Xiao."
Pria itu terkejut si kecil bersikap seperti itu begitu tiba-tiba. Tidak terlihat seperti anak kecil yang sembrono, ia justru telihat lebih pintar. Ia merasa agak berat hati memikirkan masalah di kepalanya. Ia berkata, "Bangunlah."
Qu Fengxiao berdiri dengan senyuman lebar. Ia telah mendapat apa yang ia inginkan, itu membuatnya bahagia dan tidak memiliki keinginan lain.
"Tapi kamu harus berjanji, tidak menyalahgunakan apa pun untuk menyakiti orang sendiri."
Qu Fengxiao mengangguk antusias dan menjawab dengan tegas. "Xiao Xiao berjanji!"
Hal-hal itu berlalu begitu cepat seolah mesin waktu berputar ke masa depan seperti lompatan waktu. Sepasang mata biru itu menatap awan gelap disertai sambaran petir yang menggelegar.
Dunia Atas telah menjadi kegelapan tak berujung yang membuat sepasang mata biru itu menjadi dingin seperti air yang membeku. Tidak ada ekspresi di wajahnya, melihat sosok pria tampan berambut perak disertai mata darah penuh niat membunuh berdiri beberapa meter darinya dengan pedang merah yang berkilau penuh pembantaian.
"Ayah, Xiao Xiao melanggar ... maaf ...."
Qu Fengxiao menutup mata, mengeratkan busur perak di tangannya sampai bergetar. Setetes air mata keluar dari mata indahnya, menyadari harus bertentangan dengan sosok terdekatnya. Ia merasa hatinya teriris. Mereka tumbuh bersama selama 20 tahun, berbagi bersama, dan satu-satunya yang memiliki garis darah sama. Satu-satunya keluarga ....
Mengingat ajaran gurunya yang kini harus ia gunakan untuk melawan saudara sedarahnya, ia jauh lebih baik tidak menjadi apa-apa dibandingkan harus berada di tempat ini.
Gadis itu membuka mata, iris birunya menatap saudaranya sendu. "Qu Fengxiu ... aku tidak berharap melawanmu. Jika kamu pergi, menghilang juga lebih baik, kita ... tidak perlu bertemu untuk saling membunuh."
Iris merah itu tetap menatapnya tanpa aura yang disurutkan. Itu tetap dingin tanpa ekspresi, seolah tidak mengenal gadis yang pernah paling ia pedulikan itu. Seolah yang dilihatnya adalah musuh terbesar, membuat hati gadis itu terkoyak.
Qu Fengxiu memiliki kekuatan yang jauh lebih kuat dari Qu Fengxiao, namun bukan berarti Qu Fengxiao tidak bisa mengalahkannya atau menahan serangannya. Hanya saja, dalam keadaan seperti ini, Qu Fengxiao sama sekali tidak ingin melawan kakaknya.
Bagaimana tidak? Mereka adalah saudara kembar, selalu bersama dan tidak pernah terpisah. Mereka menjalani hidup berdua saling melindungi, berkelana dan berlatih sampai menuju puncak kekuatan menjadi dewa. Hanya dalam 20 tahun, mereka bergandengan tangan ke puncak kejayaan, namun sekarang harus menjadi musuh hanya karena sebuah alasan.
Qu Fengxiao tidak percaya hari ini akan terjadi. Hatinya lemah, berbeda dari kakaknya. Qu Fengxiao tidak pernah mentolerir kesalahan apa pun, namun ia membuat pengecualian untuk Qu Fengxiu. Sayangnya, Qu Fengxiu saat ini bukanlah Qu Fengxiu yang pernah bersama dan melindunginya selama 20 tahun.
Qu Fengxiu tidak mau mendengarkan kalimat apa pun dari gadis itu dan langsung melancarkan serangan. Dua sinar merah dan biru saling berlawanan di udara dan melesat dalam kecepatan yang tidak terduga.
Tidak ada yang menonton pertarungan itu selain mayat yang tergeletak di tanah. Mereka semua telah menjadi korban haus darah Qu Fengxiu yang tak terkendali, yang membuat Qu Fengxiao terpaksa melawannya.
Kedua saudara itu memiliki energi bertolak belakang. Qu Fengxiao sedingin es dan menciptakan serangan penuh aura dingin yang menyebabkan percikan es berhamburan di mana-mana.
Qu Fengxiu memiliki energi kegelapan yang korosif akan darah iblisnya yang dominan. Kekuatan penghancurnya jauh dari semua yang diharapkan dan terlalu merusak. Pertempuran itu terjadi begitu lama di udara hingga kabut memenuhi area disertai awan hitam yang menggelegar.
Percikan-percikan pertarungan menyebabkan kehancuran yang mengerikan. Para dewa di bawah membuat perlindungan untuk melindungi Dunia Atas akan perang saudara yang menggemparkan Dunia Atas.
Qu Fengxiao tidak bisa menahan lagi. Ia mengerahkan seluruh tenaganya melawan Qu Fengxiu, namun siapa sangka, Qu Feng Xiu menjadi jauh lebih kuat. Pedangnya mengeluarkan jejak sayatan yang besar membuat Qu Fengxiao tidak memiliki kesempatan menahan dan jatuh dari ketinggian.
Qu Fengxiao memuntahkan darah, tubuhnya terasa sangat sakit sampai menembus organnya. Tiap serangan Qu Fengxiu adalah mimpi buruk bagi semua orang. Ini kali pertama Qu Fengxiao merasakannya, jauh lebih buruk dari yang dibayangkan.
Ia menarik busurnya dan melepaskan anak panah yang penuh aura dingin. Anak panah itu melesat ke arah Qu Fengxiu, ia langsung menggerakkan tubuh ke samping hingga anak panah itu menancap di reruntuhan. Pada saat yang sama, reruntuhan itu hancur berkeping-keping disertai ledakan besar dan badai salju yang melahap area.
Api menyelimuti area sedangkan Qu Fengxiao telah berpindah tempat lebih cepat, namun ia tidak dapat melihat Qu Fengxiu bahkan sampai api mengecil akan dinginnya udara. Qu Fengxiao semakin waspada.
Tepat setelah Qu Fengxiao berpikir Qu Fengxiu telah pergi entah ke mana, sebilah pedang muncul membuat Qu Fengxiao refleks melompat jauh menghindari kepalanya menghilang oleh pedang.
Qu Fengxiu masih belum menyerah. Ia menarget Qu Fengxiao, ekspresinya rumit tapi juga serius. Ia meluncurkan serangan begitu cepat ketika Qu Fengxiao hendak mendarat. Sinar merah eksplosif itu mendorong tubuh Qu Fengxiao begitu jauh seperti meteor yang melesat.
Tidak ada yang berani menerima serangan mengerikan tersebut, bahkan Qu Fengxiao nyaris tidak percaya bahwa Qu Fengxiu benar-benar ingin membunuhnya. Matanya menjadi sangat dingin, namun ia tidak memiliki kesempatan menyerang balik karena tubuhnya terhempas dan membentur dinding sampai runtuh. Sinar gelap muncul menebus tubuhnya seperti pisau, bukan hanya sekali, melainkan berkali-kali hingga suara erangan menyedihkan menggema di wilayah timur.
Qu Fengxiao tidak berdarah, tapi kulitnya semakin pucat seperti mayat ketika tubuhnya ambruk lemah. Ia belum pernah dikalahkan sebelumnya, namun sekarang ia ingin dibunuh saudaranya sendiri. Itu pukulan besar baginya!
Pandangannya sayu, satu hal yang ia lihat hanyalah sosok Qu Fengxiu yang mendekat. Sosok tinggi dan ramping, rambutnya perak disertai wajah tampan yang penuh aura berbahaya.
Tubuhnya menjadi sangat dingin. Di masa lalu, tiap kali penyakitnya kambuh, pria itu selalu ada memberinya kehangatan. Tapi sekarang, ia diambang kematian ditambah rasa dingin yang menusuk tulangnya membuat tubuhnya sangat lemas tak berdaya. Pandangannya gelap. Hal pertama dapat ia lihat hanya wajah Qu Fengxiu yang tidak memiliki ekspresi seolah menunggu kematiannya.
“Kakak ... kenapa?”
Apa semuanya berakhir di sini?
To be continue