Jalan hidup ini bagaikan roda. Kadang di atas kadang di bawah. itulah yang terjadi pada seorang wanita yang tidak muda lagi.
Namun demi buah hatinya ia berusaha bertahan. yang dipikirkan bagaimana supaya anaknya bisa sekolah dan bertahan hidup.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon husnel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gamang
Nabil gelisah di tempat duduknya. Kedua orang tuanya menatapnya. "Gimana nak. apakah kamu tidak keberatan jika kedua orang tua Ben datang.?" Tanya Hendra serius.
Mei menggosok punggung anaknya yang sedang gugup tersebut. Baginya ini pertanyaan yang berat sekali.
Cukup lama dia terdiam. Ketiga orang tersebut menunggu jawaban darinya. "Tadi kak Ben tanya sama Ayah. Tapi kok serahkan ke Kakak." Terlihat sekali kalau Nabil menghindari pertanyaan tersebut.
"Benar. Kalau Ayah sih setuju saja. Biar kalian punya ikatan, jika kalian pergi bersama. Kami punya alasan jika orang lain menjelekkan anak Ayah." Mei pun mengangguk setuju dengan keputusan suaminya.
Ben masih diam menunggu jawaban Nabil. jantungnya tidak karuan karena cemas. Ia akan berangkat ke Laut dua hari lagi. Jadi ia ingin kepastian dulu sebelum berangkat biar ia tidak kepikiran saat bekerja.
"Apakah harus besok. Masih banyak waktu." Jawab Nabil yang masih menghindar. Ia tidak berani menatap mata Ben yang dari tadi menatapnya.
"Karena dua hari lagi Abang akan berangkat. Abang ingin kepastian dulu sebelum berangkat." jawab Ben mantap.
Mei merasa anaknya terasa di teror. Karena tangan Nabil yang sudah dingin saat ia menyentuhnya.
"HM. Sudah dulu ya. Baiknya kita makan dulu , biar Kakak punya waktu untuk berpikir. Jika perut kenyang jadi hati dan pikiran pun lega, dan keputusan yang diambil pun tidak tergesa-gesa." Ajak Mei pada semuanya.
Hendra pun setuju dan mengajak Ben menuju meja makan yang hanya terbatas lemari besar di ruangan tersebut.
Mereka makan dengan tenang. Tak satu pun yang menyinggung masalah tadi. mereka serius dengan makanan.
Setelah semuanya selesai makan. Hendra dan Ben kembali duduk di ruang tamu. Mei dan Nabil membereskan meja makan. Tata masuk kembali ke kamarnya. Karena pembicaraan yang belum jadi masalahnya tidak mau ikut campur.
Nia malah berpelukkan manja pada Ben. Ben tidak masalah, mereka bahkan asyik bercanda sampai Mei dan Nabil Kemabli duduk bersama.Hendra yang dari tadi hanya menyaksikan anaknya dan Ben bermain.
"Duduklah Kak." Mei mendudukkan anaknya yang masih saja berdiri di dekatnya. Nabil pun duduk di sebelah Bundanya.
Hendra tidak bicara, ia hanya melihat dengan santai. Tidak ada wajah memaksa anaknya. Takut nanti anaknya memberontak. Jadi semua keputusan ada ditangan anaknya.
Ben yang tadinya bergelut dengan Nia, duduk diam kembali.
"Nak Ben.. Tadi Nabil sempat bicara sama Bunda di dapur. Jadi permasalahan utama adalah. Selain waktu yang terlalu cepat. Juga tentang pekerjaan nak Ben yang di penuhi dengan lingkungan wanita cantik tentunya. Jadi ia merasa gamang sendiri."
Ben terdiam mendengar pertanyaan Nabil melewati Bundanya. Ben ingin sekali bicara empat mata dengannya dulu. Karena ini menyangkut perasaannya. Bukan ia tidak berani namun tentu Nabil yang merasa malu nanti sama. orang tuanya, tapi melihat situasi ini ia pun akhirnya jujur saja.
"Dek. mungkin kalau ada orang lain yang dengar. Mungkin di kata Abang ini menggombal. Namun kenyataannya begitu." Ben berhenti sejenak.
"Abang belum pernah jatuh cinta. Tapi dari awal adek sudah bilang tidak mau pacaran. Makanya Abang tidak mau ajak adek pacaran jadi langsung meminang. Dan Abang minta izin untuk bawa orang tua Abang besok, untuk meminang adek. Masalah wanita yang ada di sekitar Abang. Tak pernah jadi perhatian Abang." Jujur Ben menatap Nabil serius.
Nabil tak mampu menatap Ben. perasaannya bercampur aduk sat ini. Semuanya berputar di pikirannya. Ben bisa melihat Nabil sering membuang nafasnya.
"Gimana nak. Apakah kakak terima pinangan Nak Ben. Kalau iya, besok orang tuanya datang secara resmi." Ujar Mei menyentuh tangan anak gadisnya.
"Tapi Bund." Masih ada keraguan dari wajah Nabil. Ben sangat kecewa sekali.. Cintanya masih tergantung entah dimana. Nabil tidak menjawab iya atau pun tidak. Yang ada hanya keraguan.
"Begini aja ya nak Ben. Sekarang baiknya nak Ben pulanglah dulu. Besok pagi Ayah kabari ya. Biarkan Nabil berpikir dulu semalam ini ya. Sabar ya nak Ben." Nasehat Hendra.
Beni pun mengangguk, benar yang dikatakan Ayah Hendra. Jika di paksa nantinya malah akan berbuah tidak baik. Dan jadi penyesalan. Ben pun pulang setelah pamit.
Hendra pun menyuruh anaknya masuk kamar untuk beristirahat, setelah Ben pulang. Ia tidak mau lagi mengganggu pikiran anaknya.
Hari sudah jam 11 malam. Namun Nabil belum tidur. Letop ada di depannya, namun tak satupun yang bisa ia kerjakan. Padahal besok pagi tugasnya harus di kirim.
Ben melihat handphonenya. Ia melihat wa Nabil terlihat masih online. Ia pun mengirim pesan.
Beni: "Belum tidur dek. Udah malam, besok kuliah pagi kan.?"
Nabil: Belum. Lagi tugas, tapi nggak siap-siap."
Beni: Apa ada yang bisa Abang bantu."
Nabil: Emang nggak apa Bang."
Beni: Emang kenapa.?"
Nabil: Nggak kirain Abang marah.
Beni: Mana bisa marah sama adek. Abang terlalu cinta sama adek."
Nabil: Gimbal."
Beni: Ha..ha.. Oh ya, jadi di bantu nggak nih."
Nabil: Mau banget."
Beni: Ya udah kirimkan tugasnya. Tapi nggak gratis ya.
Nabil: Nah kan.."
Beni: Ha.ha.
Percakapan mereka Melalui wa tersebut berjalan lancar tanpa rasa canggung. Beda dengan situasi tadi. Dan Ben. Menyadari itu, makanya ia tidak mau menyinggungnya.
Ben pun kembali membantu gadis tersebut menyelesaikan tugasnya. Bukan karena Nabil tidak bisa. Hanya saja hati dan pikirannya sedang kacau.
Setelah agak lama mereka saling balas chat. Ben pun menyuruh Nabil istirahat
Beni: ." Tugasnya biar Abang selesaikan.
Istirahatlah nanti kecapean di kampus."
Nabil: Nggak apa ya Bang. Kalau aku tidur duluan."
Beni.: Kapan soalnya. Kalau kita chat terus adek ku sayang.
Nabil.: HM.!
Ben tertawa di kamarnya. Pak Andre yang sudah dapat kabar dari Ben. Tentang rencana nya besok, merasa heran mendengar tawa anaknya yang sangat bahagia sekali.