Halwa mencintai Cakar Buana, seorang duda sekaligus prajurit TNI_AD yang ditinggal mati oleh istrinya. Cakar sangat terpukul dan sedih saat kehilangan sang istri.
Halwa berusaha mengejar Cakar Buana, dengan menitip salam lewat ibu maupun adiknya. Cakar muak dengan sikap cari perhatian Halwa, yang dianggapnya mengejar-ngejar dirinya.
Cakar yang masih mencintai almarhumah sang istri yang sama-sama anggota TNI, tidak pernah menganggap Halwa, Halwa tetap dianggapnya perempuan caper dan terlalu percaya diri.
Dua tahun berlalu, rasanya Halwa menyerah. Dia lelah mengejar cinta dan hati sang suami yang dingin. Ketika Halwa tidak lagi memberi perhatian untuknya, Cakar merasa ada yang berbeda.
Apakah yang beda itu?
Yuk kepoin cerita ini hanya di Noveltoon/ Mangatoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2 Fakta Seli
Perhelatan pernikahan yang dilaksanakan di sebuah gedung itu, kini usai. Kedua mempelai digiring menuju sebuah mobil pengantin yang sudah dipersiapkan untuk keberangkatan bulan madu di sebuah hotel.
Meskipun pada awalnya Cakar sudah menolak, akan tetapi kedua orang tua Cakar sudah menyiapkan segalanya, sehingga Cakar tidak bisa menolak lagi. Dengan terpaksa, Cakar mengikuti prosesnya.
"Aku akan ikuti kemauan ayah dan ibu, tapi jangan harap aku bisa mencintai gadis caper itu. Aku tidak sudi menyentuhnya," dengus Cakar kala itu dengan perasaan kesal.
Mobil pengantin itu mulai berjalan setelah keduanya berada di dalam, antara keduanya tidak terjadi pembicaraan. Sedikit pun Cakar tidak mau menatap ke arah Halwa. Meskipun Halwa sudah berias dengan sangat cantik, akan tetapi tidak mengalihkan pandangan mata Cakar dari ponselnya.
Satu jam kemudian, mobil pengantin itu sudah tiba di sebuah hotel bintang lima, yang sengaja sudah dipesan oleh kedua orang tua Cakar. Supir membuka pintu untuk Cakar. Cakar turun duluan, setelahnya ia berdiri menatap hotel megah bintang lima di hadapannya.
Sementara Halwa, masih duduk di dalam menunggu Cakar menghampirinya. Namun, harapannya sirna setelah ia melihat keluar, ternyata Cakar tengah sibuk menerima panggilan telpon.
Tadinya Halwa sudah percaya diri, bahwa pintu mobil itu akan dibukakan Cakar. Sayang, di luar ekspektasinya, Cakar cuek tanpa peduli. Tidak mau terlalu membuat Cakar menunggu lama, Halwa akhirnya membuka pintu mobil itu dan menuruni mobil dengan perlahan.
Gaun pengantin ala kebaya sunda itu memang tidak begitu menyulitkannya, akan tetapi ia perlu berjalan hati-hati, karena kain bawahan kebaya pengantin itu sedikit menghambat langkahnya, karena bawahnya sempit.
"Silahkan pengantin baru, selamat datang di Daisy Hotel." Seorang Pelayan hotel itu tiba-tiba menyambut kedatangan Cakar dan Halwa, mereka menunjukkan kamar yang sudah dipesan untuk Halwa dan Cakar.
Tiba di lantai lima hotel ternama dan bintang lima itu, tepatnya di kamar nomer 44, Pelayan itu berhenti dan mengarahkan tangan ke pintu kamar itu.
"Ini kamar Anda, silahkan masuk dan nikmati kenyamanan hotel kami. Melayani dengan sepuas hati," ucap Pelayan itu ramah, sembari menyebutkan kalimat motto hotel itu diakhir kalimat.
Cakar dan Halwa tersenyum membalas sambutan Pelayan itu, mereka kini memasuki kamar. Cakar lebih dulu masuk, sementara Halwa di belakang. Kaki Halwa mulai melangkah. Satu langkah dua langkah, tiga langkah, tiba-tiba.
"Gubrakkkk."
Halwa hampir saja terjerembab ke lantai kalau tidak ditahan oleh punggung Cakar yang berada tepat di depannya. Apa yang terjadi, ternyata kaki Halwa menginjak salah satu kain bawahan pengantin yang panjangnya melebihi tumit. Tadi saat menggunakan kelom pengantin, panjang kain bisa ditunjang dengan hak tinggi kelom, tapi setelah kelom dilepas, kain itu menjuntai sehingga tanpa sadar terinjak Halwa saat berjalan.
"Ya ampun Halwa, apa-apaan sih kamu ini? Baru saja masuk kamar pengantin, sikap kamu sudah seagresif ini," ketus Cakar sembari melepas tubuh Halwa yang masih menimpa punggungnya.
Halwa terkejut bukan main, dia sungguh-sungguh tidak menduga bakal menginjak kain bawahan kebaya pengantin, sehingga dia terjerembab.
"Maaf, Mas," ucapnya seraya berdiri dengan benar lalu mengangkat sedikit kain bawahan kebaya pengantinnya.
Cakar mendilak kesal, dia sungguh benci melihat Halwa yang seakan sengaja pura-pura kakinya kesandung. Dari pertama melihat gadis ini, Cakar sudah kurang respek, sebab Halwa sering dengan sengaja mencuri-curi pandang dan dengan berani menitipkan salam padanya lewat teman-teman atau ibunya.
Bukan hanya itu saja, bagi Cakar Halwa memang bukan tipenya. Cakar tidak pernah tertarik dengan gadis biasa yang tidak bekerja di salah satu instansi pemerintahan. Obsesinya sejak dulu ingin mendapatkan pasangan hidup minimal Pegawai Negeri Sipil, sehingga sampai kini obsesi itu terbangun begitu kuat, tidak jarang Cakar menyepelekan suatu pekerjaan hanya karena dia bukan pegawai negeri.
Entahlah mental apa yang sudah terbangun dalam diri Cakar. Dia seorang pengayom masyarakat, seharusnya tidak pandang bulu menghargai profesi orang lain. Tapi apa yang dilakukannya diluar tugasnya sebagai pengayom, dia justru membangun arogansi yang kuat dalam dirinya, yakni tidak menyukai gadis yang pekerjaan bukan di instansi pemerintahan.
Namun, entah bagaimana awalnya, Cakar pada akhirnya mau menerima perjodohan dengan Halwa. Bisa jadi karena terlalu sering dicomblangi seluruh keluarganya, sehingga dengan terpaksa dia menerimanya.
"Tidak perlu ke sesama teman seprofesi juga tidak masalah Cakar, yang penting perempuan itu setia dan mampu menjaga marwah suami baik saat dekat atau jauh. Kamu terlalu terobsesi dengan pikiran kamu dan hanya ingin menikah dengan perempuan yang berada dalam instansi pemerintahan. Itu tidak baik mengkotak-kotak profesi seseorang," tegas Pak Diki beberapa hari sebelum pernikahan ini terjadi.
"Lagipula apakah kamu tidak tahu, saat kamu jauh almarhumah istri kamu bagaimana?" ceplos Bu Fajarani tidak sadar sudah mengundang rasa penasaran dalam diri Cakar.
Setelah mengatakan itu, Bu Fajarani langsung menghindar dan meninggalkan Cakar yang dilanda penasaran. Sepertinya ada yang disembunyikan oleh ibunya darinya tentang almarhumah istrinya.
Tidak mau penasarannya kian membesar, Cakar mencoba mencari tahu dari adik maupun dari teman dekatnya Seli. Ada apa dengan Seli dan kenapa ibunya seolah menyembunyikan sesuatu tentang Seli.
Cakar terkejut, setelah menjalankan penelusuran, ia menemukan fakta bahwa almarhumah Seli pernah menduakan cintanya saat dia satgas ke Lebanon. Sejak menemukan fakta yang baginya sangat menyakitkan, akhirnya Cakar mau menerima perjodohan dengan Halwa. Namun, walaupun Cakar sudah menemukan bukti perselingkuhan mendiang istrinya, Cakar tetap tidak percaya kalau Seli seperti itu.
Lalu apakah kini pandangannya terhadap Halwa berubah setelah mendapatkan bukti perselingkuhan almarhumah Seli terkuak? Tidak, justru Cakar kini membangun image baru dalam diri Halwa, bahwa gadis seperti Halwa yang caper, justru lebih parah dan bad girl dibanding gadis yang dia impi-impikan selama ini.
Cakar melepas lelah sejenak di atas ranjang yang dihiasi ala kamar pengantin. Sepasang angsa sedang berhadapan dikelilingi taburan bunga mawar merah dan putih.
Seperti tidak ada yang istimewa di dalam kamar yang megah ini bagi Cakar. Ia sama sekali tidak tertarik. Bulan madu yang direncanakan kedua orang tuanya selama dua hari ini sungguh memuakkan dan terasa lama.
Halwa berjalan menuju sofa di dalam kamar itu. Di sampingnya ada meja kecil yang sudah terhidang makanan pembuka dan minuman yang menyegarkan sebagai sambutan pertama dari pihak hotel. Lalu di samping meja itu, terdapat bar mini yang tersedia berbagai minuman, jamu-jamuan juga ada di sana. Jika ingin minum, maka ia bisa membuatnya sendiri di bar mini itu.
Namun sebelum Halwa meraih satu gelas minuman yang begitu menggiurkan, Halwa pergi ke kamar mandi untuk mengganti baju pengantinnya dengan baju yang sudah tersedia di sana untuknya.
"Apa, Sersan Nilam sakit?" Cakar terperanjat saat mendengar seseorang menghubunginya dan memberitahu bahwa salah satu rekan seprofesi di kesatuannya masuk rumah sakit.
Halwa ternganga ketika dengan buru-buru, Cakar sudah mengganti pakaian pengantinnya dengan celana jeans dan jaket kulit, seperti akan pergi. Baru saja sampai di kamar hotel, Cakar dengan tega akan pergi dari sana.
"Mas mau ke mana?" Langkah kaki Cakar terhenti dan menoleh ke arah Halwa yang rambutnya sudah basah.