JANGAN BOOM LIKE 🙏🏻
Di tengah kehancuran yang ditinggalkan oleh amukan Liora Ravenscroft, putri bungsu dari Grand Duke Dimitri Ravenscroft, ruangan berantakan dan pelayan-pelayan yang ketakutan menggambarkan betapa dahsyatnya kemarahan Liora. Namun, ketika ia terbangun di tengah kekacauan tersebut, ia menemukan dirinya dalam keadaan bingung dan tak ingat apa pun, termasuk identitas dirinya.
Liora yang dulunya dikenal sebagai wanita dengan temperamental yang sangat buruk, kini terkejut saat menyadari perubahan pada dirinya, termasuk wajahnya yang kini berbeda dan fakta bahwa ia telah meracuni kekasih Putra Mahkota. Dengan mengandalkan pelayan bernama Saina untuk mengungkap semua informasi yang hilang, Liora mulai menggali kembali ingatannya yang tersembunyi dan mencari tahu alasan di balik amukannya yang mengakibatkan hukuman skors.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rosalyn., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KECURIGAAN
...07...
Tidak bisa dijelaskan seberapa kesalnya Liora terhadap Nichol karena dengan lancang telah ikut campur dalam urusannya. Langkah kaki cepatnya menimbulkan suara keras, membuat koridor yang sepi itu dipenuhi oleh gema langkahnya.
"Jika saja Nichol tidak menghalangi, setidaknya aku bisa melukai Roberto dengan tanganku sendiri!" gumam Liora dengan nada dingin, menyiratkan dendam yang mendalam atas kejadian yang menimpanya.
Dia terus melangkah, melewati koridor mewah dengan langit-langit tinggi serta lampu gantung kristal yang berkilauan di setiap langkahnya. Dinding-dinding koridor dihiasi oleh lukisan-lukisan indah berbingkai emas, menambah kesan megah kediaman tersebut.
"Duchi ini begitu besar, baru kusadari," bisik Liora, sempat merasa kagum sejenak sebelum suara Nichol tiba-tiba menyahut.
"Ini tidak ada apa-apanya, Liora. Jika kau mau, aku bisa membawamu ke dalam dimensi milikku!" ucap Nichol dengan bangga.
Liora yang mendengar perkataan itu segera memalingkan wajah dan melanjutkan langkahnya, menjauhi Nichol tanpa menoleh. Sikapnya masih seperti biasa dingin dan tak acuh. Namun, Nichol merasakan sesuatu yang berbeda dalam sikap Liora kali ini.
"Liora, tunggu dulu. Maafkan aku! Aku tidak tahu kau akan memenangkan duel itu. Aku hanya merasa terancam oleh serangan yang Roberto lakukan padamu," ucap Nichol, mencoba membujuk Liora.
Liora melirik Nichol dari sudut matanya. "Berisik! Kau sudah merusak rencanaku, Nichol. Tidak mungkin kau tidak melihat serangan terakhirku. Kau itu naif," balas Liora dengan suara dingin dan penuh kekecewaan.
Nichol, yang merasa bersalah, mulai frustasi. Liora tak mau memaafkannya, dan dia berusaha keras memikirkan cara agar bisa menebus kesalahannya. Namun, apa yang harus ia lakukan?
"Aku akan melakukan apa saja asal kau mau memaafkan ku. Apakah kau ingin aku menghabisi semua prajurit itu? Atau... mungkin Putra Mahkota?
"Tutup mulutmu, Nichol Ravenscroft! Apa kau ingin memicu pemberontakan?!" tegas Liora, menghentikan langkahnya seketika.
"Lalu apa yang harus aku lakukan agar kau mau memaafkan aku, Liora Ravenscroft?!"
Liora menarik napas dalam-dalam, menahan dirinya agar tidak meledak di hadapan Nichol yang kini memandangnya dengan tatapan penuh rasa bersalah. Kakinya kembali bergerak maju, namun kali ini lebih perlahan, langkahnya seolah dipandu oleh pikirannya yang sedang bergejolak.
"Liora, katakan sesuatu... aku tidak bisa hanya diam melihatmu marah seperti ini," suara Nichol memecah keheningan, suaranya terdengar ragu.
Liora berhenti di depan jendela besar yang menghadap ke taman istana. Tangannya yang semula mengepal di sisi tubuhnya terulur, menyentuh kaca jendela yang terasa dingin.
Bayangan wajahnya terpantul samar di permukaan kaca, terlihat begitu asing bahkan bagi dirinya sendiri. Perasaan kecewa dan marah yang membuncah di hatinya bergelut dengan rasa bersalah yang ia coba tekan.
"Maaf? Kau pikir kata maaf itu bisa memperbaiki segalanya, Nichol?" Liora akhirnya bersuara, suaranya tenang namun mengandung ancaman yang tersirat.
Nichol terdiam, tak berani menjawab. Dia tahu Liora tidak butuh permintaan maaf yang biasa, dia butuh keadilan untuk perasaan yang dipendamnya. Namun, Nichol juga tidak tahu harus berbuat apa. Apa yang bisa ia lakukan sekarang?"
"Aku sudah berada di ambang kemenangan," Liora melanjutkan, tangannya kini menggenggam erat ujung jendela, "Dan kau... kau datang dan menghancurkan semuanya. Roberto seharusnya merasakan bagaimana rasanya kalah di tanganku! Bagaimana rasanya takut pada seseorang yang telah ia remehkan!"
Nichol akhirnya melangkah mendekat, berdiri tepat di belakang Liora, namun menjaga jarak. "Liora... aku tidak ingin kau terluka. Serangan Roberto terlalu berbahaya. Aku hanya ingin melindungi mu."
Liora memutar tubuhnya, menatap lurus ke arah Nichol dengan mata tajam yang menyiratkan keteguhan dan kekerasan hatinya. "Aku tidak butuh perlindunganmu, Nichol. Aku bukan lagi anak kecil yang harus dilindungi! Jika kau tidak mampu mengerti hal itu, maka tidak ada yang bisa kau lakukan untukku."
Tatapan mereka bertemu dalam keheningan yang menyiksa. Nichol tampak tersiksa oleh rasa bersalah dan kebingungan, sementara Liora berusaha menahan perasaan sakit hati yang mendalam.
"Lalu apa yang kau inginkan dariku, Liora?" Nichol bertanya pelan, suaranya hampir tak terdengar, namun penuh dengan ketulusan.
Liora menghela napas panjang, menatap Nichol sekali lagi sebelum memalingkan wajahnya kembali ke arah jendela. "Aku ingin kau mempercayai kemampuanku. Hanya itu. Jika kau tidak bisa melakukannya, maka lebih baik kita tidak perlu berurusan lagi."
Suasana menjadi begitu hening setelah kata-kata itu keluar dari mulut Liora. Nichol merasakan sebuah jarak yang tiba-tiba terasa begitu lebar antara dirinya dan Liora, jarak yang tak mungkin digapai hanya dengan kata-kata. Dia tahu Liora tidak mengatakan itu untuk menghukumnya, melainkan untuk menunjukkan bahwa dia menginginkan kemandirian, pengakuan atas kekuatannya.
"Liora..." gumam Nichol, namun kata-katanya tertelan oleh keraguan yang mendalam.
Liora, tanpa menoleh lagi, melangkah pergi, meninggalkan Nichol yang berdiri di sana, terpaku. Gema langkah Liora kembali memenuhi koridor panjang itu, dan Nichol hanya bisa menatap punggungnya yang semakin menjauh.
“Kenapa Liora begitu ingin melukai Roberto? Apa yang sebenarnya terjadi padanya di kediaman selama ini? Apa yang terjadi saat aku tidak ada di Duchi?” Sorot mata Nichol menajam, penuh kecurigaan terhadap perlakuan yang selama ini diterima oleh adik bungsunya.
Seakan tidak ada yang boleh menyakiti adik kecilnya, karena bagi Nichol, Liora adalah sumber kekuatannya, sumber semangat yang selalu membuatnya bangkit dan ingin menjadi lebih kuat. Saat ia menyaksikan ibunya, sang Grand Duchess, mempertaruhkan nyawa hanya untuk melahirkan Liora, hatinya tersentuh. Sejak saat itu, ia menganggap Liora sebagai harta berharga yang ditinggalkan ibunya.
“Aku harus mencari tahu semua yang terjadi pada adikku! Aku tidak bisa membiarkan dia kembali dirundung oleh Beans!” tekad Nichol.
Beans Ravenscroft adalah pembenci setia Liora. Dialah yang menganggap jika Liora adalah penyebab terbesar yang membuat Grand Duchess meninggal dunia. Dia juga sumber ketakutan terbesar Liora.
Beans sering kali melontarkan kata-kata kasar dan meracuni pikiran Liora dengan ucapan-ucapan yang tidak pantas. Akibatnya, Liora merasa dirinya tidak layak untuk hidup dan percaya bahwa tidak ada yang akan menyayanginya.
Nichol sebenarnya mengetahui semua ini. Namun, bukan berarti ia menutup mata terhadap perlakuan buruk Beans terhadap Liora. Nichol selalu melindungi adiknya ketika ia tidak disibukkan dengan pendidikannya di menara sihir.
Seiring bertambahnya usia ketiga saudara itu, komunikasi di antara mereka semakin merenggang. Beans yang dulu sering menyakiti Liora dengan kata-kata kini hanya memberikan sikap dingin. Nichol, sibuk dengan tugasnya di menara sihir, tidak lagi mengetahui kabar dari Duchi. Sementara itu, Liora, yang telah kehilangan sesuatu yang berharga, kini mencoba untuk memulai kembali hidupnya.
^^^TO BE CONTINUED^^^