Ailen kaget setengah mati saat menyadari tengah berbaring di ranjang bersama seorang pria asing. Dan yang lebih mengejutkan lagi, tubuh mereka tidak mengenakan PAKAIAN! Whaatt?? Apa yang terjadi? Bukankah semalam dia sedang berpesta bersama teman-temannya? Dan ... siapakah laki-laki ini? Kenapa mereka berdua bisa terjebak di atas ranjang yang sama? Oh God, ini petaka!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
~ 7
"Eunghhh .... "
Lenguhan tertahan keluar dari bibir Ailen saat pria yang malam itu terlibat one night stand dengannya mengendus leher. Dia yang dihimpit ke dinding, tak bisa berbuat banyak untuk melawan. Merinding, juga menghadirkan gelenyar aneh saat tangan pria tersebut mulai m*raba bagian paha. Ailen mend*sah.
"Kenapa kau ... sangat candu?" Derren mulai pusing dilanda gairah. Bibir dan tangannya benar-benar tak bisa dikendalikan. "Kau ... candu. Apa yang sebenarnya telah kau lakukan padaku?"
"T-Tuan, ada kamera di ....
"Persetan dengan kamera kamera sialan itu. Diam dan nikmati saja. Aku tahu tubuhmu tak bisa menolak sentuhan dariku. Right?"
Bagaimana mungkin Ailen bisa menolak kalau posisinya saja sudah sangat terpojokkan? Walau tengah dilanda badai, kewarasannya cukup berfungsi untuk menyadarkan kalau perbuatan mereka bisa menciptakan gosip panas. Berusaha menahan tangan pria tersebut agar tidak membuka resleting celananya, Ailen terus melirik ke arah CCTV. Matilah dia. Pasti saat ini perbuatan mereka sedang menjadi tontonan orang-orang yang bekerja di bagian keamanan.
(Bagaimana ini? Dan kenapa juga pria ini bisa tiba-tiba muncul?)
"Ailen, kau suka kita yang seperti ini, bukan?" tanya Derren dengan suara parau. Bibir dia tempelkan di kulit leher wanita yang membuatnya hampir gila.
"T-Tuan, tolong menjauhlah. A-aku tidak mau orang-orang melihat perbuatan kita di sini," sahut Ailen gelisah setengah mati. Napas pria ini membuat sekujur tubuhnya merinding hebat.
"Orang-orang ya?"
Derren mengangkat wajah. Tanpa menjauhkan diri dari Ailen, dia merogoh ponsel di saku celana kemudian menghubungi Julian. "Pecat siapa pun yang berani membicarakan apa yang terjadi di dalam lift. Buat mereka tidak bisa bekerja di mana-mana."
["Baik, Tuan. Adalagi?"]
"Aku sedang tidak ingin diganggu. Kau aturlah semuanya,"
Klik. Derren tersenyum sembari memasukkan ponsel ke saku celana. Setelah itu jari tangannya bergerak pelan merapihkan poni Ailen yang menutupi sebagian keningnya. "Beraninya kau mempermainkanku hingga seperti ini. Apa hakmu, hm? Sudah merasa berkuasa setelah menghabiskan satu malam yang panas denganku?"
Biji mata Ailen seperti akan terlempar keluar mendengar perkataan pria yang entah siapa namanya. Dia sampai melongo saking tak menyangka akan dituduh sedemikian rupa.
"Jawab aku, Ailen. Apa yang telah kau lakukan padaku?"
"Darimana kau tahu namaku?" tanya Ailen. Dia baru sadar kalau sejak tadi pria ini terus menyebut namanya. Padahal mereka tidak pernah berkenalan.
"Bukan hal yang sulit untukku mengetahui siapa namamu. Termasuk mengorek informasi pribadi tentang kehidupanmu. Itu hal yang sangat mudah,"
"Kau ... menguntit?"
Sebelah alis Derren terangkat ke atas. Menguntit? Tunggu tunggu, kenapa sikap Ailen menunjukkan seolah tidak kenal siapa dirinya? Pagi sebelum mereka berpisah, Derren telah memberikan kartu nama sebagai bentuk tanggung jawab jika terjadi sesuatu padanya. Jangan-jangan ....
"Menguntit dan mengorek informasi pribadi orang lain tanpa ijin merupakan tindakan kriminal yang jika dilaporkan bisa terkena pasal. Dan kau mengakui itu semua, Tuan," ucap Ailen langsung waspada.
"Kau tidak membaca kartu nama yang kuberikan padamu pagi itu?" tanya Derren penuh selidik.
"Tidak."
"Oh pantas,"
"Pantas?"
"Ya, pantas. Pantas kau tidak tahu sedang bicara dengan siapa." Derren meng*lum senyum. Dia lalu mendekatkan bibir ke samping telinga Ailen. "Pria-mu ini sangat hebat, sayang. Percayalah, kau pasti terkejut jika tahu siapa aku sebenarnya."
Terkejut dengan tindakan pria tersebut, Ailen reflek mendorong dadanya dengan kuat. Setelah itu dia menekan tombol untuk membuka pintu lift. Ingin kabur.
"Kenapa tidak bisa? Apa lift ini rusak?" gumam Ailen heran saat pintu lift tak kunjung terbuka.
"Liftnya tidak rusak. Hanya sengaja dikunci otomatis agar kita bisa leluasa bermesraan."
Ailen berbalik cepat lalu menatap curiga pada pria yang kini tengah tersenyum sambil mengusap bibir. Sangat cabul. "Siapa kau sebenarnya? Dan kenapa saat menelpon tadi kau mengatakan untuk memecat semua orang yang melihat perbuatan kita di lift?"
"Aku? Kau bertanya siapa aku?"
"Ya."
"Kalau begitu mendekatlah. Biarkan aku merasakan bibirmu yang manis itu sebelum menjelaskan siapa aku sebenarnya."
"Mimpi!"
Seperti orang kesetanan, Ailen berteriak sambil terus menggedor lift. Dia tahu ini percuma, tapi masa iya dia harus pasrah memberikan yang pria itu mau?
"Juria, kau dengar aku tidak? Tolong aku. Aku terkunci bersama pria gila yang cabul. Cepat bantu aku keluar dari sini. Juria!"
Greep
Tubuh Ailen membeku seketika saat sebuah lengan kekar melingkar di perut. Dia yang tadinya begitu bersemangat berteriak meminta tolong, mendadak jadi diam seribu bahasa saat Derren merapatkan badan ke punggungnya. Sesuatu yang keras dibawah sana membuatnya sesak napas. Ailen seperti mau pingsan rasanya.
"Kau bisa merasakannya,bukan? Ya, itu yang selalu terjadi padaku setiap kali mengingat perc*ntaan kita yang sangat panas dan bergelora. Aroma tubuhmu, d*sahanmu, bibirmu ... semuanya membuatku gila. Aku benar-benar kecanduan nikmat yang ada di tubuhmu, Ailen," bisik Derren dengan nada yang sangat sensual. Ini benar-benar diluar dugaan. Bahkan hanya dengan menempel saja juniornya sudah mengacung tegak. Tak terbayang akan segila apa diri Derren jika percintaan panas malam itu tidak bisa kembali terulang.
"Ke-kenapa kau frontal sekali?" Ailen menelan ludah. "Yang terjadi malam itu hanyalah kecelakaan yang tak disengaja. Kau dan aku sama-sama dibawah pengaruh alkohol. Hubungan kita tidak seharusnya berlanjut, Tuan."
"Derren, panggil aku Derren."
"D-Derren?"
"Ya. Coba ulangi."
Tak menyahut. Ailen kepanasan sendiri saat pria yang mengaku bernama Derren menj*ilat lehernya dari belakang. Sumpah, nyawanya seperti terlepas dari badan.
"Ailen sayang, ayo sebut namaku," bisik Derren memaksa.
" .... "
"Ailen .... "
"D-D .... "
"Ayolah, aku masih menunggu. Hmm,"
"D-Derren. Derren,"
Senyum kemenangan segera menghiasi bibir Derren setelah berhasil memaksa Ailen menyebut namanya. Gemas, dia memutar tubuh wanita ini agar menghadapnya kemudian meraup bibir yang sejak tadi terus menggoda.
"Epmmmmm .... "
Di dalam ruang keamanan, Julian santai menonton video yang menampilkan bosnya tengah asik bercumbu dengan salah satu dokter bedah yang ada di rumah sakit tersebut. Posesif. Satu kata ini tercetus dalam pikiran Julian saat menyaksikan bosnya yang begitu tidak rela mengakhiri sesi ciuman.
"Nona Ailen, saya tidak tahu apakah ini adalah awal yang baik atau malah petaka tak berujung untuk Anda. Tetapi saya ingin berterima kasih karena Anda hadir di saat yang sangat tepat. Tuan Derren sedang terluka karena sebuah pengkhianatan. Saya berharap semoga Anda bukan wanita berhati busuk seperti Nona Zara."
Durasi video masih cukup panjang untuk ditonton. Sembari menunggu bosnya selesai dengan candunya, Julian menghubungi beberapa pihak untuk mulai memperhatikan kehidupan Nona Ailen. Bukan membatasi atau mengekang, tapi lebih ke melindungi karena yang akan menjadi musuhnya kelak adalah mantan kekasih bosnya, yaitu Nona Zara. Julian cukup tahu kalau wanita itu mempunyai perangai yang sangat luar biasa buruk. Ibarat kata pepatah, sedia payung sebelum hujan.
***