Kisah cinta seorang pria bernama Tama yang baru saja pindah sekolah dari Jakarta ke Bandung.
Di sekolah baru, Tama tidak sengaja jatuh cinta dengan perempuan cantik bernama Husna yang merupakan teman sekelasnya.
Husna sebenarnya sudah memiliki kekasih yaitu Frian seorang guru olahraga muda dan merupakan anak kepala yayasan di sekolah tersebut.
Sebenarnya Husna tak pernah mencintai Frian, karena sebuah perjanjian Husna harus menerima Frian sebagai kekasihnya.
Husna sempat membuka hatinya kepada Frian karena merasa tak ada pilihan lain, tapi perlahan niatnya itu memudar setelah mengenal Tama lebih dekat lagi dan hubungan mereka bertiga menjadi konflik yang sangat panjang.
Agar tidak penasaran, yuk mari ikuti kisahnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tresna Agung Gumelar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8
Saat malam tiba, Husna kini sedang menangis sambil berbaring mengingat kejadian tadi di ruang BK, Frian sebenarnya sudah sering mencoba hal seperti itu. Tapi rencananya selalu gagal seperti ada malaikat yang selalu melindungi Husna selama ini jika sedang terjadi momen seperti itu.
Setelah beberapa saat di tengah tangisannya, tiba-tiba telpon Husna berbunyi dan getarannya sedikit mengagetkan Husna.
"Siapa sih ah?" Ucap Husna sambil melihat layar handphone dengan background panggilan suara tanpa nama hanya nomor saja.
"Hallo" Sahut Husna dengan suara sedikit serak mengangkat telfon itu.
"Lemes amat suaranya. Jangan sedih dong, katanya mau ngobrol." Ucap Tama di dalam telfon yang langsung membangunkan Husna dari tempat tidurnya.
"Ih Tama, aku kira siapa? Hmm." Husna berbicara sambil mengusap air matanya agar tidak di curigai bahwa dia sedang menangis.
"Aku kan udah janji mau nelpon. Aku juga tahu kalau kamu sekarang lagi nungguin telfon dari aku. Iya kan?" Tama sedikit bercanda padahal dia tahu sebenarnya bahwa Husna saat ini sedang sedih.
"Ih geer ya, kemarin sih iya aku nungguin. Tapi malam ini enggak, aku nggak nungguin kamu malam ini wlee." Husna menjulurkan lidah mencoba menyangkal tuduhan Tama.
"Hmm terserah deh, tapi yang jelas malam ini aku yang pengen denger suara kamu. Ya walaupun aku nggak bisa sambil melihat senyum manisnya sih." Tama kembali mencairkan suasana dengan sedikit gombalan.
"Yee genit ya, Tama dengerin aku! Kamu jangan geer ya Tama, selama ini aku itu suka senyumin kamu karena aku nggak mau aja di cap cewek jutek di hadapan orang bukan karena apa-apa ya inget!" Husna sedikit jual mahal dengan gengsinya.
"Hahaha. Tapi kalau aku suka sama senyum kamu gimana? Aku suka loh Husna sama senyum kamu, sukaaa banget." Tama terus menggoda Husna agar sedikit terhibur.
"Makin genit ih ini anak. Jangan kegeeran yaa, tampang aja so cool tapi ternyata doyan ngerayu ya kamu." Ucap Husna dengan Nanda jutek.
"Kamu ini ya Husna, nggak di telpon nggak aslinya, terus aja marah-marah. Sekali-sekali lembut gitu sama aku. Hmm." Tama sedikit menghela nafas karena rayuannya tak pernah mempan.
"Lagian kamunya ngeselin terus sih." Jawab Husna dengan suara kesalnya.
"Hmm. Udah dong, senyum yah cantik jangan marah-marah terus. Aku tahu ko sekarang kamu pasti lagi cemberut, mukanya sedikit merah, bete, hidungnya sedikit mekar, terus tangannya lagi ngepal pengen mukul. Iya kan?" Tama coba menebak-nebak.
"Haha so tahu ih, jangan-jangan kamu lagi ngintip ya di kamar aku?" Husna mulai tertawa terkekeh mendengar tebakan dari Tama.
"Nah gitu dong ketawa, iya aku lagi ngintipin kamu, aku kan punya kekuatan super bisa melihat dari jarak jauh, makanya jangan macem-macem sama aku, nanti aku intip kamu lagi ngapain juga di sana."
"Ih jahat jangan dong, kalau kamu punya kekuatan kaya gitu yang ada aku di initipin terus lagi ganti baju. Ih nggak mau ah. Awas ya!"
"Haha percaya aja dasar. Udah ya Husna jangan pernah cemberut lagi apalagi sedih, aku nggak suka. Sekarang kan udah ada aku di sini yang nggak akan pernah jutek lagi sama kamu." Tama berbicara dengan nada yang mulai serius.
"Hmm iya. Makasih ya Tama, aku seneng ko kamu nelpon aku malam ini. Tadi aku becanda." Hati Husna terenyuh mendengar ucapan lembut dan sedikit perhatian dari Tama. Dia merasa Tama tahu dia sedang sedih karena memang perhatian lah yang saat ini Husna butuhkan.
"Iya sama-sama Husna. Aku juga seneng ko denger suara kamu malam ini. Sekarang kamu di sana senyum ya jangan cemberut lagi. Nanti bibirnya kaya ikan cupang loh kalo cemberut terus." Balas Tama sedikit bercanda tapi di balut dengan perasaan hati yang membuat hati Husna menjadi nyaman.
"Iya Tama, ini aku udah senyum ko. Udah cantik seperti yang selalu kamu lihat di dalam kelas." Husna pun tersenyum tenang membayangkan Tama ada di dekatnya.
"Syukur deh, aku ikut seneng dengernya." Tama pun sama perasaannya kini merasa nyaman seperti Husna ada di sampingnya.
"Oh iya Tama, kamu bener mau ngbrol lama sama aku?" Suara Husna kini sedikit manja dan lembut.
"Iya aku mau. Kamu memang sudah punya waktunya?" Tanya Tama sedikit senang.
"Besok sore kamu jemput saja aku ke rumah, kamu bisa?" Tawar Husna kepada Tama sangat serius.
"Em bisa, bisa. Besok aku jemput kamu deh ke rumah." Dengan semangat, Tama langsung mengiyakan tawaran Husna.
"Aduh semangat banget sih yang mau ngobrol sama orang cantik langsung iya aja." Husna sedikit meledek sambil terkekeh.
"Hmm. Udah bisa meledek ya sekarang." Tama pun sedikit tertawa.
"Hehe. " Husna tertawa dengan perasaan yang begitu senang malam ini. Kesedihannya pun dia lupakan karena tertutupi oleh perasaan nyaman yang Tama berikan walau hanya lewat telpon
Malam itu Tama dan Husna saling becanda lewat telpon, bahkan mereka jadi saling mengenal satu sama lain lebih dekat lagi.
Keesokan Harinya.
Saat pulang sekolah, Tama menghampiri Husna yang memang selalu pulang paling akhir di kelas.
Saat Husna berdiri untuk keluar kelas, Tama langsung mendampinginya sambil berjalan.
"Kamu ini aneh ya Husna." Ucap Tama dengan Nada yang sedikit kesal.
"Aneh apa ih? Kamu jangan suka mulai deh." Jawab Husna yang menjadi heran dan langsung menghentikan langkahnya.
"Ya aneh saja. Semalam kamu nyuruh aku buat jemput ke rumah kamu, tapi kamu nggak ngasih tahu alamat rumahnya dimana. Aneh kan? Sebenarnya kamu itu serius nggak sih hmmm." Tanya Tama yang mulai ragu.
"Haha ya ampun, maaf Tama aku lupa. Yaudah nanti aku kirim ya alamat rumahku." Jawab Husna sambil terkekeh memukul pelan kepalanya.
"Dasar hmm. Tapi mending sekarang aku antar kamu pulang, mumpung aku bawa motor, jadi kamu nggak perlu deh ngirimin alamat rumah kamu." Tama coba memberikan saran dan menawarkan dirinya untuk mengantar Husna pulang.
"Eh jangan, jangan bahaya!" Ucap Husna yang langsung sedikit panik.
"Kok bahaya sih?" Tanya Tama heran.
"Em, Tam nanti aku ceritain semuanya ya, sekarang kamu pulang duluan gih! Maaf ya bukannya aku nolak dan nggak mau kamu antar." Ucap Husna sambil merunduk meminta maaf.
"Hmm. Yaudah nggak papa aku paham ko." Tama sedikit kecewa tapi mencoba mengerti karena dia sudah tahu alasannya.
"Jangan marah ya Tama, maafin aku!" Ucap Husna sambil mengelus lengan Tama.
"Nggak papa Husna aku baik-baik saja ko, tapi jangan lupa kirim alamatnya ya." Tegas Tama sambil tersenyum tipis.
"Iya nanti aku pasti kirim." Husna menjawab dan membalas senyuman Tama.
"Yaudah aku duluan ya, dah anak cantik!" Tama berpamitan sambil sedikit mengusap cepol rambut Husna di balik kerudung lalu pergi dengan memberikan senyuman manis.
"Hmm dasar." Jawab pelan Husna sambil tersenyum walaupun merasa tak enak hati karena sudah menolak tawaran Tama. Husna juga merasa bahwa Tama sudah tahu tentang hubungannya dengan Frian tapi Tama berpura-pura menutupi semuanya.
***
Setelah sampai rumah, Tama langsung menemui ibunya yang sedang duduk di meja makan sambil menyiapkan makanan untuk makan siang anaknya itu.
"Mama udah pulang?" Tama bertanya sambil duduk dan menuangkan segelas air minum.
"Sudah dari tadi, badan mama agak capek pengen istirahat jadi pulang cepet deh, lagian mama juga nggak terlalu sibuk hari ini." Jawab Bu Yeni sedikit mengeluh.
"Hmm kasihan, Yaudah kita makan yuk mah, habis ini mama langsung istirahat biar badannya seger." Ucap Tama sambil mengambil salah satu piring.
"Heh, ganti baju dulu sana! Cuci muka, terus cuci tangan. Kebiasaan ya kamu ini." Ucap Bu Yeni sedikit melotot.
"Ah mama, nanti aja ah lagian pake sendok ini makannya. Soalnya aku mau sambil ngomong takut kelupaan nanti." Tama menghiraukan mamanya dan langsung mengambil sepiring nasi.
"Hmm kebiasaan dasar. Mau ngomong apa sih?" Bu Yeni hanya bisa menghela nafas melihat tingkah anak semata wayangnya.
"Nanti sore aku pinjem mobil mama ya! Hehe." Ucap Tama sambil sedikit tersenyum manja.
"Mau kemana? Tumben amat pake mobil segala." Tanya Bu Yeni yang kini sambil mencentong nasi.
"Mau malam mingguan lah Mah, aku tuh penasaran sama suasana malam Minggu di sini kaya gimana sih? Pasti beda sama di Jakarta." Tama mencoba mencari sedikit alasan agar di pinjamkan mobil oleh mamanya.
"Yaudah sama mama saja. Mama juga kan penasaran belum pernah malam mingguan di sini." Bu Yeni menjawab biasa karena belum tahu apa yang di maksud oleh anaknya.
"Ih mama jangan ikut ah. Hmmm." Ucap Tama spontan sambil sedikit cemberut.
"Ko mama nggak boleh ikut kanapa memang? Ah, Hayo kamu mau malam mingguan sama siapa?" Bu Yeni sedikit curiga sambil menunjuk ke arah Tama.
"Sendirian mah nggak sama siapa-siapa. Hmm" Tama menjawab pelan sambil menunduk sehingga menimbulkan curiga.
"Kok jawabnya nunduk gitu. Ayo loh sama siapa?" Bu Yeni kembali menunjuk sambil menertawai anaknya.
"Haha ah mama. Sama Husna mah." Jawab Tama sambil terkekeh malu.
"Hmmm. Husna si pelukis pahlawan itu?" Tanya Bu Yeni sambi memencongkan mulutnya.
"Iya Mah, tapi mama dengerin dulu! Aku ngajak dia jalan karena sepertinya dia sedang punya masalah Mah, walaupun aku baru kenal dia beberapa hari, tapi aku merasa dia itu punya beban lumayan berat dalam hidupnya. Makanya aku mau ajak jalan sekalian ngobrol empat mata dan kali aja aku bisa bantu masalah dia." Tama menjelaskan dengan nada sedikit serius.
"Masalah apa? Kamu jangan terlalu mencampuri urusan orang ya Tam, nanti kamu kebawa-bawa coba ah." Ucap Bu Yeni sedikit khawatir.
"Aku belum tahu sih masalahnya apa. Ya kalau masalahnya besar dan beresiko buat aku, aku nggak akan gegabah kok Mah. Ya aku nggak mau aja ngeliat dia sedih." Ucap Tama sambil mengangkat kedua bahunya.
"Ah bilang saja kamu mau cari perhatian sama dia. Iya kan? Kata Reza juga kan dia siswi paling cantik di sekolah kamu." Ucap Bu Yeni yang kembali curiga.
"Kalau itu sih urusan nanti, yang jelas aku mau pastiin kalau dia baik-baik saja." Tama kembali meyakinkan mamanya.
"Hmm yaudah ah terserah kamu." Bu Yeni nggak mau mengambil pusing dan hanya bisa mengiyakan.
"Berarti boleh ya nanti aku pinjem mobil?" Tanya Tama sedikit senang.
"Iya boleh pake saja. Tapi inget jangan bawa anak orang pulang terlalu malam. Terus jangan lupa izin dulu sama orangtuanya." Bu Yeni mengizinkan sambil sedikit menasehati.
"Iya mamaku tenang saja, aku tahu adab ko. Makasih ya mamaku yang cantik dan baik hati." Ucap Tama memuji mamanya sambil tersenyum senang.
"Iya sama-sama. Hmm Dasar." Jawab Bu Yeni sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.