Misteri Rumah Kosong.
Kisah seorang ibu dan putrinya yang mendapat teror makhluk halus saat pindah ke rumah nenek di desa. Sukma menyadari bahwa teror yang menimpa dia dan sang putri selama ini bukanlah kebetulan semata, ada rahasia besar yang terpendam di baliknya. Rahasia yang berhubungan dengan kejadian di masa lalu. Bagaimana usaha Sukma melindungi putrinya dari makhluk yang menyimpan dendam bertahun-tahun lamanya itu? Simak kisahnya disini.
Kisah ini adalah spin off dari kisah sebelumnya yang berjudul, "Keturunan Terakhir."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ERiyy Alma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MRK 4
“Jadi begitu ceritanya, astaghfirullah… yang sabar ya mbak Sukma. Begitulah hidup, terus rencana ke depan bagaimana?” tanya bu nyai Hasna.
Sukma tersenyum lebar, ia baru saja menceritakan tentang bagaimana dirinya ditipu oleh adiknya, dan berakhir kembali ke desa. Wanita cantik itu meraih tangan ibu mertuanya dan berkata, “insya Allah saya mau coba bikin kue bu nyai, nanti coba diposting di sosmed. Terima pesanan begitulah rencananya Bu nyai, kebetulan ibu kan jagonya bikin kue, peralatan beliau juga lengkap.”
“Oh iya, hampir lupa. Dulu mbah Ratih kan jualan kue juga ya? wah bagus itu mbak… meneruskan usaha ibu mertua.”
“Minta doanya Bu nyai, Pak kyai. Semoga diberikan kemudahan.”
“Amin, insya Allah lancar. Oh iya umi, bukannya umi lagi cari jajanan buat di kantin? bagaimana kalau kuenya mbak Sukma saja, nanti sekalian bisa di antar waktu Nadira mengaji,” usul Kyai Usman pada istrinya. Bu nyai Hasna tersenyum lebar, matanya berbinar seolah berhasil memecahkan satu permasalahan hidup.
“Itu ide bagus Abah, masya Allah ini lah pertolongan Allah. Baiklah kalau begitu, biarkan kami menjadi pelanggan pertama mbak Sukma, boleh kan?”
Sukma bertukar pandang dengan nenek Ratih dan Wijaya, ketiganya masih tak percaya akan pertolongan Allah yang datangnya tak terduga. Bahkan Sukma meneteskan air mata karena haru, berharap ini menjadi awal baik untuknya dapat mengumpulkan biaya kuliah sang putri.
“Boleh Bu nyai, Pak kyai… insya Allah kami bisa,” jawab Sukma mantap.
“Alhamdulillah, mari semua diminum dulu tehnya,” kata Bu nyai Hasna pada ketiga tamunya.
Sementara itu di dapur pesantren, Nadira terjatuh di atas lantai. Masih dengan mata tertutup ia merasa mulutnya dibekap oleh tangan besar. Gadis itu meronta, menendang bahkan mencoba menggigit. Jeritan tertahan seorang lelaki menyadarkannya, bahwa yang berdiri di depannya kini bukanlah setan.
Nadira membuka mata dan melihat seorang lelaki dewasa menatapnya tajam, lelaki itu mengenakan pakaian berwarna putih, sarung dan kopiah hitam. Hingga dalam kegelapan hanya warna putih yang tampak di matanya.
“Ka-kamu siapa?” Nadira berusaha bangkit, membersihkan roknya yang kotor dengan tanah. “Kamu santri disini? tapi, bukankah ini pondok putri ya?”
Lelaki itu hanya diam, sesekali melihat tangannya yang terluka akibat gigitan Dira. Sedangkan tangan kirinya membawa sebuah ponsel yang layarnya menampilkan sebuah game.
“Wah, kamu main game itu? aku juga loh. Ngomong-ngomong karakter favoritmu siapa? aku suka Dual blade.” Nadira begitu bersemangat, seolah menemukan teman sefrekuensi. Tapi sayangnya lelaki di depannya tampak tak peduli.
“Oh iya, perkenalkan aku Nadira. Aku… calon santri disini. Tapi, bukan santri yang menetap sih, karena rumah nenekku dekat, jadi rencana mau ngaji dari rumah. Nama kamu siapa?”
Krik krik krik…
Nadira berkumut lucu, dalam hati memaki lelaki di depannya yang memilih acuh. Sombong banget sih, untung tampan. Tapi, apa mungkin dia bisu ya? astaga sayang sekali pria setampan ini bisu.
“Gimana kalau kita berteman? kita bisa main bareng besok-besok. Setuju?” ucapnya mengulurkan tangan.
“Tak ada besok-besok, lebih baik kamu pergi! dan satu lagi, jangan sok akrab!” jawab lelaki itu membiarkan tangan Nadira menggantung di udara.
Untuk pertama kalinya, Nadira mendengar suaranya. Suara yang begitu merdu sangat sesuai dengan wajah tampan yang dimilikinya. Nadira tertegun sesaat, ia baru sadar saat lelaki itu telah pergi meninggalkannya begitu saja. Ia kini hanya sendiri di tempat gelap itu.
“Nadira!”
Suara ibu memanggil, gadis itu pun bergegas menemui sang ibu yang ternyata telah menunggu di depan ndalem bersama nenek dan pak leknya. Bu nyai Hasna juga Kyai Usman pun juga berada disana.
“Sudah pipisnya? lama banget,” tegur sang ibu.
“Sudah Bu,” jawab Nadira, “oh iya Bu, Dira mau mengaji disini.”
“Alhamdulillah.” Semua orang bersyukur mendengar ucapannya, sementara itu Nadira melirik ke arah mushola. Disana, lelaki tampan yang ditemuinya tadi menatap tajam. Saat keluarganya berpamitan, diam-diam Nadira melempar senyum dan melambaikan tangan.
“Rendra… sini cepat!” teriak seorang lelaki di samping mimbar.
Nadira tersenyum lebar, “namanya Rendra ya, nama yang bagus. Sesuai dengan wajahnya yang tampan,” ucapnya lirih.
***
Sepulang dari ndalem Kyai Usman, Sukma memutuskan pergi ke kota untuk belanja keperluan membuat kue. Sepanjang perjalanan mereka terlibat percakapan hangat, terkadang bercerita masa lalu dan terkadang merencanakan masa depan. Nadira tersenyum senang menyaksikan ibunya kembali ceria, sepertinya keputusan kembali ke desa tidak seburuk bayangannya selama ini.
“Ngomong-ngomong Ibu, kenapa tadi ibu melarang Sukma bertanya tentang kejadian semalam pada Kyai?”
“Kejadian apa Bu?” tanya Nadira.
“Itu, ada yang ketuk pintu dan jendela kamar ibu semalam Dira. Ada burung gagak juga muter-muter di atas rumah, memangnya kamu nggak dengar?”
Nadira menggeleng, Sukma menghela nafas berat.
“Itu karena kamu salah dengar Sukma, bisa juga kamu hanya bermimpi.”
“Astaga Ibu, Sukma masih sadar. Orang Sukma lagi lihatin barang-barang mas Bagas kok,” ujarnya.
“Tapi Nek, bukannya kemarin Nadira juga ngalamin hal aneh?”
Sukma berbalik badan menatap putrinya, “hal aneh apa? kok kamu nggak cerita sama ibu?”
“Bukan nggak cerita Bu, cuma belum sempet aja. Jadi waktu ibu dan nenek masak kemarin malam, Dira dengar suara gamelan dan seorang wanita menyanyi, saat Dira cari ternyata berasal dari rumah sebelah. Awalnya Dira pikir ibu salah bilang rumah itu kosong, ternyata kata nenek rumah itu memang sudah kosong sejak lama. Dan tau nggak Bu, saat Dira bicara dengan nenek sebentar, lampu kamar di lantai dua yang awalnya nyala tiba-tiba udah mati, dan wanita penyanyi bahkan suara gamelan pun menghilang. Aneh kan?”
“Ih, kok ibu merinding sih.” Sukma memeluk diri sendiri.
“Kalian itu cuma kelelahan, belum lagi kalian baru saja mengalami kejadian aneh dengan makhluk halus. Jadi ya wajar kalau masih terbawa-bawa.”
“Maksud Bude, mbak Sukma sama Nadira kayak halusinasi gitu?” Wijaya menghentikan mobilnya di depan toko kue.
“Ya, bisa dibilang begitu,” jawab nenek Ratih santai, membuka pintu bersiap turun.
“Masa sih, kamu percaya yang dikatakan nenek, Dira?” tanya Sukma tatkala ibu mertuanya itu telah turun terlebih dahulu. Nadira menggeleng pelan, ia sendiri yakin apa yang dialaminya kemarin malam itu nyata.
“Nenek aneh nggak sih Bu? kayak yang nggak peduli."
“Hus, mungkin nenekmu cuma khawatir,” tegur Wijaya yang tiba-tiba muncul kembali mengambil tas nya yang tertinggal, “mbak, jangan terlalu dipikirkan ucapan Bude. Beliau hanya tak ingin kalian jadi nggak betah disini karena mengalami hal-hal aneh. Maklumi saja, beliau sudah lama mengharapkan kalian datang. Lagian, selama aku tinggal sama bude nggak pernah ada kejadian aneh kok mbak, jangan terlalu dipikirin ya.”
Sukma tersenyum, mengangguk mengerti. Sepertinya ia memang harus banyak belajar dari Wijaya, bagaimana bersikap di depan orang sepuh seperti ibu mertuanya. Bagaimanapun juga Wijaya telah lama menemani nenek Ratih, meskipun lelaki itu lebih sering menginap di rumah teman-temannya bila malam tiba. Maklum, masih jejaka, masih ingin merasakan kebebasan.
“Ya sudah, kita turun saja yuk,” ajak Sukma pada putrinya.
“Oh, iya Bu. Nanti Dira boleh beli sesuatu nggak?”
Ibunya mengangguk setuju, tanpa bertanya apa yang hendak dibeli gadis itu. Terkadang Sukma memang lupa, bahwa ekonomi mereka tak lagi seperti dulu. Dimana saat Nadira meminta membeli sesuatu maka langsung disetujui olehnya.
Nadira tersenyum puas, ia memiliki rencana untuk mendekati lelaki bernama Rendra itu.
.
Tbc