NovelToon NovelToon
Kontrak Pernikahan 360 Hari

Kontrak Pernikahan 360 Hari

Status: sedang berlangsung
Genre:Lari Saat Hamil / Hamil di luar nikah / Nikah Kontrak / Mengubah Takdir / Wanita Karir / Keluarga
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: Araya Noona

"Hanya satu tahun?" tanya Sean.
"Ya. Kurasa itu sudah cukup," jawab Nadia tersenyum tipis.
"Tapi, walaupun ini cuma pernikahan kontrak aku pengen kamu bersikap selayaknya istri buat aku dan aku akan bersikap selayaknya suami buat kamu," kata Sean memberikan kesepakatan membuat Nadia mengerutkan keningnya bingung.
"Maksud kamu?"
"Maksud aku, sebelum kontrak pernikahan ini berakhir kita harus menjalankan peran masing-masing dengan baik karena setidaknya setelah bercerai kita jadi tau gimana rasanya punya istri atau suami sesungguhnya. Mengerti, sayang!"
Loh, kok jadi kayak gini?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Araya Noona, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tiba Di Rumah Sean

Setelah sarapan dengan atmosfer yang masih terasa berat di rumah orangtua Senja dan Sean, akhirnya mereka bisa pulang ke kediaman masing-masing.

"Kalian gak ikut ke rumah kami dulu?" tanya Senja pada adik dan adik iparnya.

"Lain kali aja ya, Mbak. Soalnya aku sama Nadia bakalan sibuk ngurus pindahan. Belum lagi aku juga harus segera masuk kerja," jawab Sean.

Senja mengangguk paham. Benar juga. Mereka kan baru akan pindah ke apartemen yang baru. Apartemen yang telah dipersiapkan sejak lama oleh Sean yang rencananya memang akan dia tempati setelah menikah. Walau akhirnya memang bukan bersama Arumi. Tapi, bukankah Sean mendapatkan yang lebih baik?

"Ya udah, tapi nanti kalian harus datang ke rumah kami ya," ujar Senja.

"Pasti, Mbak," jawab Sean. Keduanya pun saling memberi pelukan sebelum berlalu dari pekarangan rumah orangtua Sean.

Hanya butuh waktu dua puluh menit dan mereka telah sampai di salah satu gedung paling tinggi di tengah kota Eligra. Apartemen Sean berada di lantai 23 dengan nomor unit 236. Saat sampai di dalam Nadia disambut dengan suasana apartemen yang sangat mewah dengan jendela tinggi menjulang. Dan yang paling menonjol juga, dibeberapa bagian tempat di selimuti dengan karpet berbulu. Tepatnya di tempat-tempat yang sepertinya digunakan untuk beristirahat. Tak hanya di ruang tamu, ternyata hampir di seluruh ruangan kecuali dapur. Bahkan kamar utama di mana Sean yang sedang menaruh koper sang istri sementara Nadia masih melihat-lihat sekeliling juga ada karpet berbulunya. Nyaman sih tapi Nadia jadi bertanya-tanya kenapa.

"Kamu pasti heran ya kenapa aku banyak pasang karpet berbulu?" Seperti biasa, Sean dengan segala kepekaannya.

Nadia mengangguk pelan sebagai jawaban. "Simpel aja sih. Aku gak suka dingin," jawab Sean dengan santainya.

"Oh gitu," ujar Nadia tak ingin bertanya lebih lanjut. Lagipula dia juga tidak keberatan. Justru dia juga nyaman dengan kehadiran karpet yang terasa hangat dan menggelitik dalam satu waktu itu.

"Tapi sekarang aku gak akan kedinginan lagi sih. Soalnya kan udah ada kamu yang bakalan meluk aku," kata Sean dengan nada menggoda sambil memainkan alis serta tersenyum nakal. Nadia di sana hanya bisa memutar bola matanya malas sembari tersenyum tipis. Wanita itu lalu berjalan ke arah jendela tinggi yang memberikan akses untuknya melihat pemandangan kota Eligra yang megah.

"Oh iya, aku udah jadwal ulang operasi kamu," ujar Sean berjalan ke arah Nadia.

"Jadi kapan aku akan operasi?" tanya Nadia berbalik dengan raut wajah begitu senang.

"Lusa," jawab Sean.

Nadia sudah tidak menjawab lagi saking senangnya. Meski ada sedikit degdegannya juga sih. Sepertinya setiap orang yang akan menjalani operasi akan merasa demikian tak peduli jika dia itu seorang dokter sekalipun.

"Makasih ya." Pada akhirnya Nadia hanya bisa mengucap terima kasih.

"Cuma makasih doang nih?" Nadia sudah menduga jika dialog seperti itu akan keluar dari mulut Sean. Wanita itu pun merentangkan tangannya mengisyaratkan agar Sean memeluknya. Dan dengan senang hati Sean menjatuhkan tubuhnya dalam pelukan Nadia.

"Sebenernya gak cuma pelukan sih yang aku mau," ujar Sean membuat Nadia yang awalnya menutup mata menikmati pelukan Sean kini membuka matanya. Melonggarkan pelukan lalu mendongak menatap Sean dengan tatapan bingung.

"Kamu mau apa lagi?" tanya Nadia dengan polosnya.

"Aku pengen dimasakin sama kamu. Aku pengen tau gimana sih rasanya dimasakin istri. Hehehe," jawab Sean sembari menggaruk kepalanya yang Nadia yakin tidak gatal sama sekali.

Nadia sukses tertawa. Astaga! Kenapa sih suaminya bisa selucu ini saat meminta sesuatu padanya? Nadia kan jadi tidak bisa menolak.

"Oke. Oke. Kamu mau dimasakin apa?"

"Apa aja asal itu masakan kamu pasti bakalan aku makan."

"Gimana kalo kita masak bareng aja?"

"Kayaknya itu lebih bagus."

Dan keduanya pun memasak bersama dalam keadaan suasana hati yang sama-sama bahagia. Apakah ini berarti Nadia benar-benar akan luluh oleh Sean? Entahlah.

***

Nadia menghela napas panjang ketika taksi yang dia tumpangi berhenti di depan sebuah bangunan klinik. Wanita itu menarik senyum simpul sebelum turun dari taksi kemudian masuk ke dalam klinik tersebut. Dia disambut dengan ramah oleh resepsionis. Mungkin dia berpikir Nadia datang untuk konsultasi.

"Saya ingin bertemu dengan Dokter Gina," jawab Nadia ketika wanita itu bertanya padanya.

"Apakah Anda sudah membuat janji sebelumnya?" tanyanya lagi.

"Belum, tapi katakan saja pada Dokter Gina jika Dokter Nadia ingin bertemu dengannya," ujar Nadia.

Seketika itu juga sang resepsionis langsung menghubungi Gina. Tak butuh waktu lama Gina yang telah selesai memeriksa pasiennya keluar dari ruangan.

"Astaga, Nadia!" teriak Gina heboh lalu memeluk Nadia dengan erat. Dan di sinilah mereka sekarang, di ruangan konsultasi milik dokter Gina. Kebetulan sedang jam makan siang jadi mereka punya lebih banyak waktu.

"Kamu kapan ke sini? Kok gak ngabarin?" tanya Gina memasang raut wajah merajuk namun tetap memegang erat tangan sahabatnya. Sungguh dia sangat bahagia melihat Nadia di sana.

"Kemarin," jawab Nadia. "Sengaja sih soalnya pengen ngasih kejutan."

Gina merengut di sana. Mungkin benar Gina kesal karena Nadia tidak memberitahunya jika dia sudah pindah ke Eligra tapi hal itu tertutupi oleh rasa bahagia karena akhirnya dia bisa bersama sahabatnya lagi. Seperti dulu.

"Kamu ini bener-bener ya," kata Gina membuat keduanya tertawa.

"Oh iya, gimana keadaan kamu?" tanya Gina kemudian.

Nadia yang tadinya bisa tertawa kini tersenyum tipis. "Perkembangannya lebih cepat dari yang pertama. Aku juga lebih sering ngerasain sakit sih."

Gina menatap khawatir sang sahabat saat mendengar jawabannya.

"Tapi kamu tenang aja. Besok aku akan operasi lagi," kata Nadia bersemangat kembali.

"Ah, syukurlah. Dan semoga setelah operasi kamu bisa secepatnya hamil ya," kata Gina juga ikut bersemangat. Dia sudah tidak sabar ingin melihat Nadia kembali sehat seperti sedia kala.

"Iya, Gin. Itu juga yang aku harapkan," tutur Nadia terdengar begitu tulus. Sungguh, jika dulu dia merasa putus asa untuk melawan penyakitnya kali ini dia ingin berjuang. Nadia ingin sembuh meski kadang beberapa kali wanita dengan rambut panjang itu merasa jika dirinya tidak berhak mendambakan sebuah kebahagiaan. Mengingat betapa jahatnya dia dulu.

Melihat wajah Nadia yang tiba-tiba murung membuat Gina menatapnya bingung.

"Kamu kenapa, Nad?" tanya Gina.

"Gak apa-apa." Ya. Jawaban Nadia sih bilangnya gak apa-apa namun air mata tiba-tiba jatuh membasahi kedua pipinya. Seketika itu juga Gina bisa menebak apa yang ada dalam pikiran Nadia saat ini.

"Kamu kangen sama dia?" tanya Gina menatap dalam Nadia yang tengah mengusap kasar air matanya. Tidak ingin terlihat lemah di hadapan sahabatnya. Padahal justru saat di depan Ginalah, Nadia tidak bisa menyembunyikan apapun.

Nadia mengangguk pelan sebagai jawaban. Percuma saja dia berbohong sebab Nadia juga tidak tahu harus memberi alasan seperti apa.

"Gimana kalo kita temuin dia?" usul Gina.

Nadia langsung menggeleng cepat. "Enggak. Aku gak mau, Gin," tolaknya.

"Kenapa? Kamu masih merasa bersalah?"

"Menurut kamu dia bakalan terima aku kalau tau gimana jahatnya aku sama dia?" Nadia balik bertanya. "Aku ninggalin dia, Gina. Sendirian."

Benar tebakan Gina. Nadia masih merasa bersalah atas apa yang sudah dia lakukan di masa lalu. Entah bagaimana lagi caranya Gina meyakinkan Nadia jika apa yang terjadi itu bukan sepenuhnya salahnya. Bahkan ini sudah tiga tahun berlalu tapi tetap saja Nadia masih dikejar perasaan bersalah.

"Tapi kamu udah di sini," ujar Gina membuat Nadia menatapnya.

"Apa kamu gak mau nebus semua kesalahan itu?" tanya Gina lagi. Dia menggidikkan bahunya samar. "Mungkin aja ini memang sudah menjadi takdir kamu, Nadia," lanjutnya sembari memegang tangan Nadia erat.

"Kamu datang kembali ke Eligra untuk dia."

Nadia terdiam mencerna setiap kata yang keluar dari mulut Gina.

Apakah benar seperti itu? Takdir membawa Nadia kembali ke Eligra untuk menebus kesalahannya?

1
Nur Adam
lnjut
Araya Noona: Terimakasih sudah membaca kak. semoga suka yah dengan ceritanya😉
total 1 replies
Aery_your
good
Araya Noona: Terimakasih sudah membaca. semoga suka ya😉
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!