Maura gadis 24 tahun, gadis polos yang sangat penurut. Maura wanita yang baik dan tidak pernah macam-macam. Dia selalu mengalah sejak kecil sampai dewasa.
Memiliki Ibu tiri dan adik tiri yang dua tahun di bawahnya. Membuat Maura mendapatkan perlakuan kurang adil. Tetapi tetap dia sangat mencintai keluarganya dan tidak pernah mempermasalahkan hal itu.
Tapi pada suatu seketika Maura dihadapkan dengan kegelisahan hati. Banyak pernyataan yang terjadi di depannya, pengkhianatan yang telah dia terima dengan adiknya Jesslyn yang ternyata menjalin hubungan dengan calon suaminya dan bahkan calon suaminya tidak menyukainya dan hanya menikah dengannya agar bisa lebih dekat dengan adik tirinya.
Maura juga dihadapkan yang menjadi korban fitnah dari sang ibu tiri. Hal itu membuat Maura berubah dan berniat untuk membalas dendam atas pengkhianatan yang telah dia dapatkan.
Maura melakukan hal yang sama dengan merebut calon suami adiknya. Maura terikat kontrak pernikahan untuk membalaskan dendamnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 7 Niat Bala Dendam.
Dengan kondisi Maura yang sudah jauh lebih baik yang sekarang duduk di taman rumah sakit di salah satu bangku. Masih menggunakan pakaian rumah sakit dan bahkan masih memegang botol infusnya yang dia bawa kemana-mana.
Wajah gadis itu terlihat sangat sendu dan tidak tahu apa yang telah mengganggu pikirannya. Tatapan mata itu begitu kosong dan tiba-tiba air matanya jatuh.
"Kita akan tahu seseorang mencintai kita dari cara dia menatap kita. Karena dengan begitu kita akan melihat seberapa besar cinta yang telah diberikannya,"
"Aku mencintaimu Jesslyn dan kamu tahu itu. Aku menikah dengan Maura bukan karena aku mencintainya. Tetapi karena aku ingin lebih dekat lagi dengan kamu. Agar aku terus bisa mendukung kamu dan memberikan perhatian penuh kepada kamu. Aku hanya ingin terus berada di sisi kamu,"
"Kamu benar-benar sangat kasihan Maura. Kamu pikir aku peduli dengan kamu. Seberapa banyak kamu berusaha tidak akan membuatku untuk peduli kepada kamu. Karena kamu bukan anakku. Aku hanya menjadikanmu sebagai cadangan, hanya memanfaatkan,"
Semua kata-kata yang telah diperdengarkan di telinganya membuat Maura terus kepikiran. Dia terus merasa jika sangat tidak berarti dan semua yang dia lakukan telah sia-sia dan dipandang dengan sebelah mata.
Air mata kesedihan itu terus membasahi wajah cantik itu.
"Kenapa semua orang tega kepadaku. Kenapa mereka begitu jahat. Apa aku melakukan kesalahan yang besar?" Maura bertanya-tanya sendiri dengan penuh kekecewaan.
Ternyata tidak jauh dari tempat Maura duduk. Ada Rafa yang berdiri dan melihat ke arah Maura. Entahlah sejak kapan ada Rafa di sana dan untuk apa dia berada di sana.
"Rafa!" Rafa sedikit kaget saat mendengar namanya dipanggil yang membuat dia menoleh ke belakang dan ternyata itu adalah Dokter Indira.
"Kak," sahut Rafa.
"Kamu kenapa?" tanya Indira.
"Tidak apa-apa. Aku mau langsung pulang saja," ucap Rafa.
"Kamu tunggu Kakak sebentar akan selesai tugas sebentar lagi. Biar kakak akan menyetir kamu," ucap Indira.
"Tidak usah kak. Tanganku sudah jauh lebih baik dan bisa menyetir," sahut Rafa.
"Kamu yakin?" tanya Indira.
"Iya!" sahut Rafa.
"Kalau begitu aku pergi dulu," ucap Rafa yang langsung berpamitan.
Indira menghela nafas dan pandangan matanya melihat ke arah kursi yang ternyata masih ada Maura di sana. Indira yang melangkah menghampiri Maura.
"Maura!" tegur Indira yang membuat Maura menoleh.
"Dokter!" sahut Maura yang menyeka air matanya. Indira terlihat heran dengan wajah wanita itu yang seperti sangat kosong dan air mata itu masih saja mengalir walau sudah dihapus.
Indira mungkin bisa menduga jika pasien yang ada di hadapannya itu memiliki banyak sekali beban.
"Kamu kenapa malam-malam ada di sini. Ayo beristirahat!" ajak Indira a.
"Dokter apa saya oleh bertanya?"
"Kamu mau tanya apa dan apa yang kamu keluhkan. Apa ada sesuatu yang sakit?" tanya Dokter Indira.
"Apa kita boleh membalas orang yang jahat kepada kita?" tanya Ayleen. Indira menyerngitkan dahi mendengar pertanyaan yang di luar konteks.
"Maksudnya?"
"Bagaimana jika hidup Dokter di hancurkan. Apa boleh kembali membalasnya?" Maura kembali bertanya.
"Maura hidup ini realistis. Sangat munafik jika ada orang yang jahat kepada kita, lalu kita tidak akan marah dan membiarkan saja. Kita juga punya hak untuk memberikan keadilan tersendiri. Juga punya hak memberi pelajaran pada orang-orang itu," jawab Dokter Indira.
Maura terdiam dan tidak merespon dengan pernyataan dari Dokter Indira.
"Sudahlah sekarang kamu harus beristirahat agar kondisi kamu bisa pulih kembali," ucap Dokter Indira.
************
1 Minggu Kemudian.
Maura yang sudah keluar dari rumah sakit dengan kondisi yang sudah baik-baik saja. Maura hari ini sarapan bersama dengan keluarganya.
"Kak Maura bukankah hari ini Kakak dan kak Bian akan melakukan fitting baju pengantin," sahut Jesslyn.
"Iya kamu benar," sahut Maura.
"Aku senang sekali dengan rencana pernikahan Kakak yang semakin mendekat. Walau Kakak sempat masuk rumah sakit tetapi ternyata rencananya berjalan dengan lancar," ucap Jesslyn yang tersenyum lebar.
"Mah, Pah! bukankah setelah Kak Maura dan Kak Bian menikah. Mereka akan tinggal di sini," sahut Jesslyn.
Maura melihat langsung ke arah Jesslyn.
"Sesuai dengan apa yang kamu inginkan, mereka akan tetap tinggal di rumah ini. Walau seharusnya Bian membawa Maura ke rumah orang tuanya," sahut Jessica.
"Yang menikah siapa dan kenapa harus sesuai dengan keinginan Jesslyn?" tanya Maura yang tampak serius membuat Jessica, Jesslyn melihat ke arah Maura.
Mungkin mereka sedikit kaget dengan protes yang keluar dari mulut Maura yang sepertinya memang tidak pernah protes dengan apapun.
"Haaa, kak Maura, Jesslyn meminta hal itu karena Jesslyn tidak ingin jauh-jauh dari kakak. Apa itu salah," sahut Jesslyn.
"Hah!" Maura mendengus mendengar jawaban dari Jesslyn.
"Kakak kenapa?" tanya Jesslyn yang merasa ada yang berbeda dari Maura.
"Tidak apa-apa. Aku pikir karena kamu tidak ingin jauh-jauh dari Bian," sahut Maura dengan tersenyum.
"Maksud Kakak?" tanya Jesslyn.
"Tidak ada maksud dari yang aku katakan," sahut Maura yang terlihat sangat santai. Namun Jesslyn tampak memikirkan sesuatu.
"Aku tidak tahu sampai kapan kamu akan berpura-pura di hadapanku Jesslyn. Kamu ingin tetap aku tinggal di rumah ini supaya kamu mempunyai akses banyak untuk bisa bersama Bian," batin Maura.
..."Kau mau sampai kapan berpura-pura jika tidak tahu apa-apa apa dengan kamu berpura-pura maka semua akan terlihat baik-baik saja?" tiba-tiba perkataan Rafa beberapa tempo yang lalu teringat kembali di pikiran Maura....
"Dan aku juga berpura-pura seolah tidak bisa melakukan apa-apa. Apa aku juga akan berpura-pura sampai semuanya berjalan," batin Maura yang juga merasa dirinya sangat bodoh.
********
Maura yang berada di dalam kamar yang berdiri di teras kamar dengan kedua tangan yang diletakkan di atas pagar. Maura mengejamkan mata dengan menarik nafas dalam-dalam dan membuang perlahan ke depan. Lalu perlahan mata itu terbuka dan melihat ke arah bawah. Maura melihat Jesslyn yang terlihat berhadapan dengan Rafa.
Entah apa yang membuat Jesslyn sampai tertawa-tawa yang terlihat begitu bahagia berada di sisi Rafa.
"Apa jika kamu berada di posisi ku. Maka tawa itu apa akan masih ada. Bagaimana jika aku melakukan hal yang sama seperti yang kamu lakukan. Apa kamu masih bisa sangat bahagia," batin Maura yang tidak tahu apa yang telah dipikirkannya.
Maura yang tiba-tiba tersenyum yang seperti memiliki rencana.
Ting.
Maura tiba-tiba mendapatkan notif pesan yang langsung dilihat oleh Maura.
"Maura aku menunggumu di butik. Jangan lama-lama aku masih ada pekerjaan," pesan tersebut dari Bian.
"Jika berbicara denganku dan menulis pesan kepadaku kamu akan terlihat sangat garang dan sangat sinis. Seperti aku hanya sebagai parasit dalam hidup kamu. Baiklah Bian aku tidak akan membuat kamu menderita dengan keberadaanku di sisi kamu dan membuat kamu risih. Aku akan mengabulkan keinginan kamu," batin Maura yang tersenyum sinis.
Mata Maura kembali melihat ke arah bawah yang melihat Jesslyn masih tetap memperlihatkan wajah sangat bahagia.
"Mungkin ini saatnya aku kan membalas semua perbuatan kalian kepadaku. Aku akan balas sesuai dengan keinginan kalian. Jadi jangan salahkan aku jika aku melakukan hal itu," batin Maura yang tersenyum miring dengan penuh rencana.
Bersambung