Leuina harus di nomor duakan oleh ibunya. Sang ibu lebih memilih kakak kembarnya.yang berjenis.kelamin pria. Semua nilainya diakui sebagai milik saudara kembarnya itu.
Gadis itu memilih pergi dan sekolah di asrama khusus putri. Selama lima tahun ia diabaikan. Semua orang.jadi menghinanya karena ia jadi tak memiliki apa-apa.
bagaimana kelanjutannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maya Melinda Damayanty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SEBUAH CERITA
Gloria menyudahi ciumannya dengan Vic, ketika tangan pria itu mulai menjalar di tubuhnya.
"Tuan!"
Gloria menepis tangan Vic. Entah mengapa gadis itu merasa risih jika pria mulai berani menjajah tubuhnya. Bahkan ketika ia berpacaran dengan Leo pun, hanya sebatas ciuman saja.
"Maaf," ujar Vic mengusap bibirnya yang basah karena saliva.
Muka keduanya merah karena malu. Vic mengakui, betapa manisnya bibir Gloria. Bahkan gadis itu juga cantik.
Sedangkan di dalam mobil. Tampak partisi antara bangku supir dan penumpang diketuk.
Tok ... tok ... tok!
Diana terbangun lebih dahulu. Hujan masih lebat di luar sana. Gadis itu cukup terkejut mendapati dirinya berada dalam rengkuhan atasannya. Ia pun bangkit secara mendadak.
Pergerakan Diana membangunkan Adrian. Pria itu menatap gadis yang baru ia peluk. Adrian pun merapikan kembali duduknya.
"Ehem ... ada apa Leo?" tanya Adrian.
"Tuan, mobil kita tak bisa ke lokasi. ada banjir besar di kilometer dua puluh tujuh!"
Diana langsung mengecek ponselnya. Ternyata dari tadi Luien menghubunginya dan memberinya pesan. Gadis itu memang selalu menon-aktifkan suara ponselnya jika bekerja.
"Tuan, Luien bilang jika semua kolega membatalkan pertemuan mereka. Semuanya juga terjebak banjir," jelas Diana.
"Apa kita bisa putar balik Leo?" tanya Adrian pada supir di depan.
"Sepertinya di depan ada pihak kepolisian memutar para pengendara. Kita bisa berputar sekarang, Tuan!" jawab Leo.
"Baiklah, kita putar arah kembali ke perusahaan. Bagaimana di sana, apa juga hujan?"
Diana langsung menghubungi Luein. Setelah sambungannya terangkat, gadis itu menanyakan kondisi cuaca.
"Luein, apa di sana hujan?'
".......!"
"Baik kalau begitu," Diana menutup sambungan teleponnya.
"Tuan, Luein bilang di sana juga hujan lebat. Bagaimana ini?" tanya Diana.
"Kita ke mini market terdekat dan membeli banyak makanan di sana. Mudah-mudahan kita tak terjebak banjir. Percepat laju mobil Leo!"
"Baik Tuan!"
Mobil pun melesat. Dua insan yang duduk kini saling berjauhan melirik satu dengan lainnya.
"Mendekat lah!" titah Adrian.
"Saya di sini saja Tuan," sahut Diana gugup.
Adrian pun menarik tubuh wakil asistennya. Diana terpekik tertahan. Pria itu pun memeluk tubuh gadis itu yang ternyata sudah menggigil.
"Leo, turunkan pendingin mobil!" titah Adrian.
"Baik Tuan!" sahut Leo sambil menjalankan tugas yang diberikan atasannya.
"Tuan," cicit Diana berusaha melepas pelukan pria itu.
"Diamlah Diana. Anggap saja kau menolongku. Aku terkena hipotermia!"
Diana pun akhirnya diam. Sedang Adrian hanya tersenyum miring. Tentu saja itu akal-akalannya saja. Kini ia menyukai Diana. Tubuh gadis itu begitu empuk dipeluknya.
"Peluk aku Diana. Ini dingin sekali!" titah Adrian dengan suara gemetar.
Dengan penuh keraguan, gadis itu memeluk atasannya. Sebenarnya ia juga sangat ingin dipeluk karena memang kedinginan.
"Diana!" panggil Adrian.
Gadis itu mendongakkan kepalanya. Netra hitam dan amber bertemu. Masing-masing memiliki daya tarik sendiri. Jujur Diana terhipnotis dengan tatapan Adrian.
Hidung mereka saling bersentuhan, hingga napas panas keduanya saling menerpa wajah. Adrian bisa merasakan betapa jantung gadis itu berdetak kencang. Begitu juga Diana yang merasakan dentuman detak jantung atasannya.
Dengan berani Adrian memagut bibir Diana. Seketika gadis itu terkejut dan memundurkan wajahnya. Tapi, Adrian menahan tengkuk gadis itu. Hingga Diana memalingkan wajahnya. Hingga ciuman pria itu menyasar ke pipinya.
"Tuan, saya mohon!" pinta Diana menghentikan aksi Adrian yang makin berani.
"Maaf ... maaf ... tapi, aku menyukaimu," ungkap pria itu jujur dengan napas menderu.
"Tuan, tidak menyukai ku!" sentak Diana ketika Adrian masih ingin melanjutkan aksinya.
Pria itu berhenti seketika. Menatap gadis yang menutup matanya erat-erat.
"Tuan hanya terbawa suasana. Ya, hanya terbawa suasana!" ujar Diana sambil menitikkan air mata.
Adrian mengepal tangannya kuat-kuat. Sungguh, ia benar-benar menginginkan tubuh gadis ini menjadi satu dengan dirinya.
"Kalau begitu katamu. Aku harus memanfaatkan suasana bukan!" ujar pria itu dingin.
"Tidak!" pekik Diana ketika bibir pria itu menyusuri lehernya.
"Tuan, kita sudah ada di mini market!"
"****!" maki Adrian.
Diana langsung mendorong kuat-kuat tubuh besar pria itu. Lalu bergegas membuka pintu tak lupa membawa dompet dan ponselnya. Ia akan menaiki taksi.
Melihat gadisnya melarikan diri. Adrian merasa bersalah. Ia pun dengan cepat turun dan mengejar gadis itu. Kecepatan pria itu memang tak bisa ditandingi oleh Diana. Pria itu langsung memeluknya erat dan meminta maaf.
"Maaf ... maafkan aku!"
"Tidak Tuan. Tidak masalah. Saya akan naik taksi saja," ujar gadis itu takut.
"Tidak. Kau pulang bersamaku, oke!" titah Adrian lalu mengangkat tubuh gadis itu.
"Tuan!"
"Diam, jika tidak aku akan menciummu di sini!" ancam Adrian.
Diana pun mulai menangis. Adrian terus meminta maaf pada gadis itu. Sebuah bayangan masa lalu membuatnya takut.
"Tuan, saya bukan wanita penggoda, tolong lepaskan saya," pinta Diana dengan suara bergetar.
"Siapa yang mengatai mu begitu?" tanya pria itu tak suka.
"Tuan ... saya mohon ... hiks ... hiks!" pinta gadis itu terisak.
"Diana .. lihat aku!" Adrian menegakan tubuh gadis itu.
Diana masih ketakutan. Bayangan ketika ayahnya meninggalkannya bersama sekretarisnya bahkan ia sangat mengenal wanita yang merebut kebahagiaan ibunya itu.
"Aku juga mau bahagia Ver!" sentak Gracia pada Veronica, ibu Diana.
"Adam Cloum mencintaiku, begitu juga aku!" lanjutnya.
"Aku memilih Gracia. Dia lebih panas melayaniku, Veronica!" ujar pria yang telah menikahi ibunya selama delapan tahun.
"Aku membencimu Adam!' teriak Diana kecil waktu itu.
Tak ada dana kompensasi yang diberikan dari pria itu. Semua diambil alih oleh Gracia. Sidang perceraian yang mengatakan jika pria itu harus membayar satu juta dolar untuk kebutuhan Diana. satu peser pun masuk ke rekening ibunya.
"Mam. Kita laporkan saja pria brengsek itu!" usul Diana suatu ketika.
"Tidak, Nak. Balas dendam terbaik adalah menjadi diri kita lebih baik!" tekan Veronica.
"Diana!"
Panggilan Adrian membuyarkan lamunan gadis itu. Pria itu mengusap jejak basah di wajah Diana.
"Jika kau tak keberatan, kau bisa berbagi," ujar Adrian lembut.
Akhirnya, Diana menceritakan semua. Menceritakan bagaimana ayahnya tergoda oleh wanita lain dan menyengsarakan dirinya.
"Tapi, aku tidak dalam status pernikahan dengan siapa pun!" sanggah pria itu.
"Tuan, status sosial kita berbeda. Aku akan tetap dipandang sebagai penggoda," sahut Diana dengan mata menerawang.
"Dengar ... eemm ... siapa nama ayahmu yang tak tahu diri itu?" tanya Adrian penasaran.
"Adam Cloum," jawab Diana.
"Sepertinya aku mengenalnya," ujar Adrian ketika mendengar nama pria yang disebutkan.
"Hubungi Vic!" titahnya kemudian.
Diana melaksanakan perintah atasannya. Nada sambung terdengar.
"Coba kau aktifkan pengeras suara!'
""Sudah Tuan!"
"Halo! Ada apa Diana. Kalian sudah sampai mana?!"
Ternyata bukan Victor yang mengangkat ponselnya. Melainkan Alex.
"Kak, kami ada di jalan. Hujannya lebat sekali. Beruntung tadi aku tak memakai mobil sport!" sahut Adrian menjawab pertanyaan Alex.
"Mana Vic. Aku meminta dia melakukan sesuatu!"
"Ada apa Tuan?" suara Vic terdengar.
"Cari tau siapa Adam Cloum!"
"Baik Tuan!"
Hanya butuh waktu lima menit, data tentang Adam Cloum sudah ada di tangan Vic. Pria itu membaca semua tentang Adam Cloum.
"Jadi istrinya sekarang yang memegang kendali perusahaan, sedang Adam tengah dirawat karena stroke dua tahun lalu?"
"Benar Tuan. Di sini juga banyak rumor mengatakan jika Gracia Robert menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kontrak kerjasama, termasuk urusan ranjang!" lapor Vic.
"Vic, berikan sinyal jika kita juga ingin melakukan kerjasama dengan perusahaan itu," titah Adrian dengan senyum penuh arti.
bersambung.
wah ... mau ngapain Adrian mengajukan kerjasama?
next?