Dalam waktu dekat, umat manusia telah mengembangkan teknologi canggih yang memungkinkan mereka melakukan perjalanan antar bintang. Misi perurkan dengan harapan menemukan planet yang layak huni. Namun, saat kru tiba setelah bertahun-tahun dalam cryosleep, mereka menemukan sinyal misterius dari peradaban asing, mengubah misi eksplorasi ini menjadi perjuangan bertahan hidup dan penemuan besar yang bisa mengubah nasib umat manusia
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifky Ramadhan Official, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11
Bab 11: Terowongan Tanpa Akhir
Lorong cahaya yang menyambut mereka begitu terang hingga menyilaukan, seolah-olah membawa mereka ke pusat bintang yang membara. Namun, meski intensitas cahayanya begitu kuat, tak ada panas yang menyengat kulit mereka. Elena memimpin di depan, diikuti oleh Samuel, Mark, dan Kara, langkah mereka penuh dengan ketegangan. Apa pun yang menanti mereka di ujung terowongan ini, mereka tahu bahwa tak ada jalan kembali.
Semakin jauh mereka berjalan, semakin terasa aneh lorong ini. Tidak ada dinding yang jelas, tidak ada lantai yang mereka injak. Mereka seperti berjalan di udara, dengan sinar putih yang membentang tak terbatas di segala arah. Waktu mulai kehilangan makna, dan jarak pun tampak tidak relevan lagi. Mereka berjalan, dan terus berjalan, tetapi tidak ada perubahan yang terasa.
"Berapa lama kita sudah di sini?" tanya Kara dengan suara gemetar, menoleh ke Samuel. "Apakah kita bergerak maju?"
Samuel memeriksa perangkat pengukur waktu dan ruang yang dia bawa, tapi layar perangkat itu hanya menunjukkan kode-kode acak yang tak bisa dia artikan. "Tidak ada yang masuk akal di sini. Ini seperti kita berada di luar dimensi waktu. Tapi kita tidak bisa berhenti sekarang."
Mark, yang berjalan di belakang, mengerutkan kening. "Bagaimana kalau ini ujian lain? Mungkin kita hanya diuji kesabaran kita. Mungkin sebenarnya tidak ada ujung dari terowongan ini."
Elena menggigit bibirnya. "Apapun itu, kita harus terus bergerak. Ada sesuatu di ujung sini, aku bisa merasakannya."
Namun, meskipun mereka terus melangkah, setiap langkah mulai terasa lebih berat. Beban di kaki mereka semakin kuat, seolah-olah gravitasi yang tak terlihat menarik mereka ke bawah. Kara mulai terengah-engah, sementara Mark berkeringat deras. Bahkan Elena, yang biasanya paling kuat di antara mereka, mulai merasakan tubuhnya lelah.
Setelah berjalan dalam diam untuk waktu yang seakan tak berujung, tiba-tiba ada getaran kecil di udara. Hanya sesaat, tetapi cukup untuk menghentikan langkah mereka.
“Kalian merasakannya?” tanya Elena, tatapannya tajam mengawasi sekeliling.
"Ya," jawab Samuel. “Sesuatu berubah.”
Tak lama setelah itu, cahaya di sekitar mereka mulai memudar, berubah dari putih terang menjadi redup. Perlahan, cahaya di lorong itu memudar sepenuhnya, meninggalkan mereka dalam kegelapan total. Hanya ada keheningan, kecuali suara napas mereka yang berat.
“Apa yang terjadi?” Kara berbisik, suaranya terdengar putus asa. “Apakah kita terjebak?”
Tiba-tiba, di kejauhan, secercah cahaya baru muncul, namun kali ini bukan dari terowongan. Di tengah kegelapan itu, cahaya berbentuk lingkaran kecil perlahan mendekat, seperti lentera di tengah malam. Semakin mendekat, mereka bisa melihat bahwa lingkaran itu bukan hanya sekadar cahaya—itu adalah portal lain.
Elena mempercepat langkahnya, diikuti yang lain, hingga mereka berada tepat di depan portal itu. Cahaya di dalamnya berputar dengan lembut, seperti pusaran air di danau yang tenang. Namun, di balik ketenangan itu, ada sesuatu yang lain—sesuatu yang berdenyut seperti hidup.
"Apakah ini ujungnya?" tanya Mark, suaranya terdengar penuh harapan sekaligus cemas.
"Kita tidak tahu apa yang menunggu di balik itu," kata Samuel. "Tapi hanya ada satu cara untuk mengetahuinya."
Elena mengambil napas dalam, mengulurkan tangannya ke arah pusaran itu. Saat ujung jarinya menyentuh cahaya, pusaran itu mulai bergerak lebih cepat, dan tubuhnya ditarik masuk. Dalam sekejap, dia menghilang ke dalamnya.
“Tidak!” Kara menjerit, mencoba meraih Elena, tetapi Samuel menahannya. “Dia sudah pergi! Kita harus mengikutinya.”
Tak ada pilihan lain. Satu per satu, mereka melompat ke dalam portal itu, tubuh mereka terserap ke dalam pusaran yang kini bergerak semakin cepat.
---
Mereka terhempas ke lantai yang keras, cahaya terang menyilaukan mata mereka saat tubuh mereka jatuh dengan berat. Elena terduduk, pandangannya kabur sebelum akhirnya kembali normal. Mereka berada di sebuah ruangan besar, dengan dinding-dinding yang berkilauan seperti kristal. Setiap permukaan di ruangan itu memancarkan cahaya lembut yang berdenyut seiring dengan detak jantung mereka.
“Di mana kita?” tanya Kara, suaranya gemetar.
Samuel berdiri, memeriksa sekeliling. “Aku tidak tahu. Tapi ini pasti bagian dari pusat peradaban itu.”
Tepat di tengah ruangan, ada sebuah benda berbentuk bola besar yang melayang di udara. Bola itu tampak seperti terbuat dari energi murni, berdenyut dan bergetar perlahan. Cahaya yang terpancar dari bola itu begitu menenangkan, namun sekaligus menimbulkan rasa takut.
“Kau merasa itu… hidup?” bisik Mark, matanya tak lepas dari bola energi itu.
Elena mengangguk perlahan. “Ya. Aku tidak tahu apa itu, tapi sepertinya itu pusat dari segalanya. Mungkin di dalamnya terdapat jawaban yang kita cari.”
Mereka perlahan mendekati bola energi itu. Semakin dekat, mereka bisa merasakan aliran energi yang terpancar darinya, seperti tarikan halus yang menarik mereka untuk mendekat. Samuel mengangkat perangkatnya lagi, mencoba membaca komposisi benda itu, tapi perangkatnya kembali hanya menampilkan simbol-simbol tak dikenal.
“Elena, apa kita harus menyentuhnya?” tanya Kara, suaranya penuh kecemasan.
“Kita tidak tahu apa yang akan terjadi jika kita menyentuhnya,” kata Samuel, mencoba memperingatkan.
Elena ragu sejenak. Di hadapannya terletak sumber dari semua misteri ini, sesuatu yang bisa memberikan jawaban atas sinyal, peradaban kuno, dan mungkin juga rahasia alam semesta itu sendiri. Tapi dia juga tahu, menyentuhnya bisa berarti mengambil risiko yang lebih besar dari apa yang mereka duga.
Namun, rasa penasaran yang telah membawa mereka sejauh ini tak bisa lagi ditahan. Elena mengulurkan tangannya perlahan ke arah bola energi itu. Saat ujung jarinya menyentuh permukaannya, bola itu langsung bereaksi, memancarkan kilatan cahaya yang kuat dan tiba-tiba. Cahaya itu meledak di ruangan, menyilaukan semuanya dalam sekejap.
Dan dalam sekejap itu, Elena merasa seperti jiwanya terpisah dari tubuhnya. Semua yang dia tahu, semua yang dia ingat, menghilang dalam kilatan cahaya putih itu. Saat kilatan itu menghilang, mereka tidak lagi berada di dalam ruangan kristal.
Mereka berdiri di tengah kehampaan. Tidak ada cahaya, tidak ada bentuk, hanya kegelapan tanpa batas. Namun, di depan mereka, sosok-sosok mulai muncul—siluet hitam dari makhluk-makhluk yang tampak lebih tua dari waktu itu sendiri. Mereka tidak bergerak, hanya menatap kru dengan tatapan kosong.
Elena membuka mulutnya untuk berbicara, tetapi tidak ada suara yang keluar. Udara di sekitarnya terasa berat, menekan, seperti berada di bawah lautan gelap yang tak berbatas. Lalu, sebuah suara yang begitu tua, begitu dalam, berbicara di dalam pikirannya.
"Selamat datang di hati dari segala yang ada. Kami adalah mereka yang telah melihat awal dan akhir, dan sekarang kalian telah menyentuh rahasia ini, tidak ada jalan kembali."