Sekuel dari TOBATNYA SANG KETUA MAFIA.
Note: JANGAN NUMPUK BAB YA🚫
NOVEL INI MENGGUNAKAN HITUNGAN RETENSI❗
Velicia yang dikenal sebagai ratu mafia berusaha kabur dari perjodohan yang dilakukan oleh sang ayah, Dave Allen. Ia benci saat memikirkan akan menghabiskan sisa hidupnya dengan Darren si penjahat kelamin.
Velicia terpaksa bersembunyi di dalam masjid dan mengenakan sesuatu yang begitu asing baginya. Hingga akhirnya ia dipertemukan dengan seorang laki-laki yang ia ketahui merupakan seorang ustadz.
"Astagfirullah! Kamu ... setan atau bidadari!" kaget seorang pria tampan dengan wajah bersinar. Saat itulah, pertama kalinya Velicia merasakan jantungnya berdegup tak biasa.
Ia akan membuat laki-laki itu jatuh cinta padanya kemudian memanfaatkannya demi memenangkan lahan milik warga yang menjadi incarannya sekaligus membuktikan eksistensinya sebagai ratu mafia.
Namun, akankah niat Velicia itu berhasil?
Atau ... senjatanya justru akan makan tuan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon chibichibi@, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ratu 7
"Akh!" Velicia memekik sambil memegangi kepalanya. Gadis itu meringis sesaat kemudian terkulai lemas tak sadarkan diri.
"Astaghfirullahal adzim. Zayn, cepat hubungi Abi! Ummi ndak tau harus gimana ini," titah Arumi panik yang mana mampu membuat sang putra tak kalah paniknya dengan dia.
"Tapi, bawa gadis ini ke kamar dulu, Zayn. Ummi ndak mau nanti ada tetangga kita yang salah paham," katanya lagi. Zayn hanya mematung kaku membuat Arumi menyentak lengannya. "Ayo, Zayn!"
"Ta–tapi, Mi. Zayn--" Zayn tidak meneruskan ucapannya. Pemuda itu ragu sekaligus takut. Masa iya dia harus menggendong kembali gadis asing itu untuk kedua kalinya. Kejadian yang pertama saja sudah mampu membuat jantungnya hampir copot dari sarang. Entah bagaimana yang kedua ini.
"Tapi gimana toh, Zayn. Kasihan loh dia!"
"Zayn ndak kuat, Mi. Gadis itu berat," kilah, ustadz muda itu beralasan.
"Kurang ajar! Tubuh proporsional begini di bilang berat! Dasar lemah!" Velicia menggerutu dalam hatinya.
Lho, ternyata gadis ini mendengar apa yang dua orang ini bicarakan. Wohooo ... sepertinya ada yang sedang merencanakan sesuatu.
"Masa sih. Tubuhnya ramping gini. Kamu gendong Ummi saja kuat. Ummi rasa berat tubuh kita berdua hampir sama. Ya, mungkin lebih berat Ummi sedikit. Wajarlah ya, sudah turun mesin," kelakar Arumi seraya terkekeh sendiri.
"Eh, kok malah ngawur sih. Ayo, kita angkat dia berdua!" Zayn bisa lega sedikit. Karena dia hanya memegang bagian kaki Velicia. Itu juga Zayn harus membungkusnya dulu dengan kain selimut tebal. Saking agar tidak terasa bentuknya.
"Sudah sana telepon, Abi. Semoga pekerjaannya bisa di tinggal," titah Arumi lagi.
Zayn mengangguk kemudian menghubungi abinya, Alif. Nama pengganti permanen yang digunakan oleh Max setelah Zayn lahir.
Setelah menghubungi dan mendapat jawaban dari abinya. Zayn kembali ke dalam kamar. Akan tetapi Arumi langsung mengusirnya karena dia telah membuka jilbab Velicia. Arumi memilih keluar kamar dan meninggalkan Velicia sendirian.
"Apa kata abimu?"
"Abi akan segera kesini, Mi."
Sementara itu di dalam kamar, Velicia tengah tersenyum penuh arti.
Tak lama Max pulang. Gurat wajahnya terlihat khawatir. "Assalamualaikum!" ucapnya dengan nada suaranya yang berat dan berwibawa.
Arumi langsung menghampiri suaminya, menyalami tangannya dan tersenyum semanis mungkin untuk menyambut kepulangan Max. Zayn pun bersikap tak jauh berbeda dengan sang ummi.
"Ada apa sebenarnya?" Max tak sabar dan langsung bertanya.
"Duduk dulu, lalu minum," kata Arumi seraya menyodorkan gelas berisi air putih hangat. Minuman yang biasa ia sajikan untuk suaminya. Karena Max sudah pensiun dari yang namanya minuman mengandung kafein.
Max tersenyum, kemudian meraih gelas dari tangan istrinya setelah mengucapkan terima kasih. Max kemudian mengucapkan basmalah dan meneguknya pelan-pelan.
"Ceritalah. Abi sengaja langsung ijin pulang sama pak kepala desa. Dengan alasan ada masalah urgent di rumah," jelas Max. Pria itu sudah bekerja selama sepuluh tahun di balai desa. Sebagai pihak keamanan. Semenjak, pak Yai tidak lagi membutuhkan tenaganya sebagai supir. Semenjak sang ulama memutuskan tidak lagi menerima panggilan ke luar kota karena usianya yang semakin menua.
Max pun mendapatkan cerita kejadian dari awal Zayn di masjid hingga Velicia pingsan lagi untuk yang kedua kalinya. Max, terlihat beberapa kali menahan napas lantaran kaget sekaligus menahan tawanya. Memang, sang putra terjebak tertutup dengan lawan jenisnya sejak kecil. Dunianya hanya sebatas sekolah tahfidz dan pesantren.
Zayn hanya fokus belajar dan menghafal Al Qur'an serta hadis. Tanpa memikirkan masalah lain apalagi hubungan dengan lawan jenis. Dimana hubungan sebelum menikah adalah haram dalam Islam. Hubungan sebelum menikah hanya akan mendekatkan diri kepada zina.
"Astaghfirullahal adzim. Pasti gadis itu sangat cantik, sampai kamu mengira dia adalah bidadari pada awalnya," goda Max, dengan senyum tipis.
"Jangan bahas yang itunya, Bi. Zayn malu dan merasa bodoh sekali." Mendengar rengekan putranya, Max malah jadi tergelak.
"Hahaha. Kau ini, Zayn. Masa gadis cantik kau bacakan surah pengusir jin. Kau lempar pula dia hingga gegar otak. Kau ini ternyata lebih parah dariku." Max berkata dengan sisa-sisa tawanya. Arumi menghela napas. Suaminya ini sebenarnya sedang memuji Zayn atau menyesali perbuatan putra mereka itu?
*
*
"Bagaimana dengan tanah itu? Apakah kamu bisa menangani projek dari Bapak?" tanya seorang pria paruh baya dengan tubuh tinggi kurus namun ekspresinya bak serigala lapar.
"Darren sedang berusaha. Bapak janganlah terus bertanya soal itu acap kali kita bertemu," dengus Darren dengan raut wajah tak suka. Sang ayah selalu saja membahas pekerjaan dan projek setiap bertemu dengannya. Obrolan mereka berdua tak lebih dari bagaimana mempertahankan kekuasaan serta menambah kekayaan.
"Karena Papi tau, kau itu hanya tau main perempuan! Contohlah, aku. Walaupun pecinta wanita, tetapi Papi tetap menomorsatukan pekerjaan. Karena itulah, kau bisa menikmati ini semua sampai sekarang!" tegas pria bernama Wijaya Banaspati itu.
"Untuk menemukan anak gadis itu saja kau bahkan tidak becus! Payah sekali!" Wijaya Banaspati mendengus kesal. Rasanya dirinya sudah salah menunjuk anaknya ini sebagai penerusnya. Mau bagaimana lagi, anak lelakinya hanya semata biji. Tabiatnya pun persis dengan dirinya. Hanya sedikit bodoh saja.
Demi mengasah kemampuan sang putra maka Wijaya memberikan projek pembangunan mall spektakuler ini pada Darren. Namun untuk merealisasikan rencananya itu tidak terlalu mudah. Karena pihak aparat daerah di desa itu lebih memihak kepada warga ketimbang pengusaha. Apalagi, jelas-jelas jika lahan tersebut milik warga desa dan tidak mungkin diakui begitu saja oleh pemerintah.
"Papi tenang saja. Darren pasti bisa memenangkan lahan itu. Masyarakat mana yang tidak tergiur dengan tawaran ganti rugi berkali-kali lipat," kata Darren penuh keyakinan.
"Kau atur saja bagaimana caranya. Mau licik dan sadis sekalipun lakukan. Halalkan segala cara untuk mewujudkan impian kita!"
*
*
"Tuan, salah satu anggota kita telah berhasil menyusup dan siap menjalankan misi. Bahkan saya telah mendapatkan laporan pertama. Nona Velicia di duga kini tengah berada di desa Gunung Raja," lapor anak buah Dave yang ia perintahkan untuk memantau gerak-gerik Darren.
"Segera kirim orang-orang kita kesana. Tak perlu terlalu banyak. Pilih anggota yang cerdik karena Velicia itu sangat cerdas dan pandai menyamar," titah Dave. Setelahnya pria itu berlalu. Ia tak bisa lama-lama berada jauh dari sisi istrinya.
"Bagaimana keadaanmu, Sayang?" tanya Dave yang telah berada di sisi hospital bed istrinya.
"Aku baik-baik saja di sini, Dave. Pergilah cari putri kita," pinta Anne dengan tatapan mata sendu penuh harap.
"Aku akan menjemputnya, setelah memastikan keberadaannya. Juga,menemukan bukti-bukti dari alasan kebencian Velicia terhadap Darren."
"Lakukan dengan cepat, Dave."
*
*
"Jadi, namamu Felina?" tanya Max setelah Velicia sadar kembali dan Arumi membawanya ke ruang tamu.
"Aku, siapa aku? Aku dimana? Kalian siapa?" tanya balik Velicia dengan raut wajah bingung.
"Ya Allah ...!" Zayn, seakan ingin melorot dari duduknya.
aku tak otw ke lapak papa Dave 🤭