NovelToon NovelToon
Hasrat Sang Kapten

Hasrat Sang Kapten

Status: tamat
Genre:Tamat / One Night Stand / Hamil di luar nikah / Cinta Terlarang / Nikah Kontrak / Diam-Diam Cinta / Office Romance
Popularitas:12k
Nilai: 5
Nama Author: DityaR

Enam tahun silam, dunia Tama hancur berkeping-keping akibat patah hati oleh cinta pertamanya. Sejak itu, Tama hidup dalam penyesalan dan tak ingin lagi mengenal cinta.

Ketika ia mulai terbiasa dengan rasa sakit itu, takdir mempertemukannya dengan seorang wanita yang membuatnya kembali hidup. Tetapi Tama tetap tidak menginginkan adanya cinta di antara mereka.

Jika hubungan satu malam mereka terus terjadi sepanjang waktu, akankah ia siap untuk kembali merasakan cinta dan menghadapi trauma masa lalu yang masih mengusik hidupnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DityaR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kita Melanggar Aturan

Gue cium bibirnya dengan keras, dan kali ini enggak terasa sakit sama sekali, sekarang setelah kata-kata itu bebas.

“Gue cinta sama lo,” kata gue, melepaskan semua yang gue rasakan.

Gue cium dia lagi, enggak kasih dia kesempatan buat merespons. Gue enggak perlu dengar dia bilang hal yang sama, dan gue enggak mau dengar dia bilang kalau perasaan gue ini salah.

Tangannya ada di punggung gue, menarik, mendekatkan gue. Kakinya melingkar di kaki gue sepertinya dia ingin jadi satu sama gue. Dia sebenarnya sudah jadi bagian dari gue.

Kita jadi lebih tergesa-gesa. Gigi kita bertabrakan, bibir kita tergigit, semuanya terengah-engah, saling menyentuh.

Dia mendesah, dan gue bisa merasakan dia coba menjauh dari mulut gue, tapi tangan gue terlanjur membelit rambutnya, dan gue tutup mulutnya dengan putus asa, berharap dia enggak pernah berhenti buat nafas.

Dia akhirnya bikin gue melepaskannya. Gue jatuhkan dahi gue ke dahinya, terengah-engah, berusaha buat mengendalikan emosi gue biar enggak meledak.

“Tama,” katanya dengan napas tersengal. “Tama, gue cinta sama lo. Gue takut banget sekarang. Gue enggak mau kita berakhir.”

Lo cinta sama gue, Yesica.

Gue mundur sedikit dan menatap matanya.

Dia menangis.

Gue enggak mau dia takut. Gue bilang ke dia kalau semuanya bakal baik-baik saja. Gue bilang kita bakal tunggu sampai lulus, baru kita bilang ke mereka. Gue bakal cerita dan mereka harus terima. Begitu kita keluar dari rumah ini, semuanya bakal beda. Semuanya bakal baik-baik saja. Mereka harus kasih buat restu kita.

Gue bilang ke dia, kita pasti bisa. 

Dia mengangguk cepat. "Kita bisa, kok," jawabnya, setuju sama gue.

Gue tempel kening gue ke keningnya. "Kita bisa, Yesica," tegas gue."Gue enggak bakal ninggalin lo sekarang. Gak mungkin."

Dia pegang wajah gue dengan kedua tangannya, terus dia cium gue.

Lo jatuh cinta sama gue, Yesica.

Ciumannya menghapus beban berat di dada gue, sampai akhirnya gue melayang. Gue merasa dia juga melayang bareng gue.

Gue putar tubuhnya sampai punggungnya menempel ke dinding. Gue angkat tangannya ke atas kepala dan coba jalin jari-jari dia, tekan tangannya ke tembok keramik di belakangnya.

Kita tatap mata satu sama lain dan kita sepenuhnya melanggar aturan nomor dua.

...Sintia...

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

"Makasih udah maksa gue buat ikut," kata Tama ke Amio.  "Meski itu bikin tangan gue cedera dan lo juga ngira gue gay, tapi gue senang kok."

Amio ketawa dan berbalik buat buka pintu. "Bukan salah gue juga sih kalo gue ngira lo gay. Lo enggak pernah ngomongin cewek, dan lo juga enggak pernah bahas soal pacaran selama ini."

Amio buka pintu dan jalan masuk ke kamarnya. Gue berdiri di ambang pintu, menghadap ke Tama.

Dia menatap gue langsung dan menghancurkan tameng gue. "Sekarang udah masuk dalam agenda," dia bilang sambil senyum.

Gue jadi agenda sekarang.

Gue enggak mau jadi agenda doang.

Gue mau jadi rencana.

Peta.

Gue mau ada di peta masa depannya.

Tapi itu melanggar aturan nomor dua.

Tama mundur ke apartemennya setelah buka pintu, terus dia mengintip dari arah kamarnya.

"Tunggu Amio tidur?" bisiknya.

Oke, Tama.

Lo bisa berhenti ngomong.

Iya, gue bakal jadi agenda lo.

Gue mengangguk sebelum tutup pintu.

Gue mandi, cukur bulu, sikat gigi, nyanyi, dan dandan secukupnya biar kelihatan kalau gue enggak dandan sama sekali.

Gue cukup cubit-cubit rambut biar kelihatan enggak di apa-apa in. Terus gue pakai baju yang sama kayak tadi biar kelihatan juga enggak ganti baju. Tapi sebenarnya, gue ganti Bra sama celana dalam, karena tadi enggak matching.

Tadi enggak matching, tapi sekarang sudah eyecatching.  Dan gue mulai panik karena Tama bakal lihat Bra dan celana dalam gue malam ini. Dan mungkin juga bakal menyentuhnya.

Kalau itu bagian dari agendanya, dia mungkin malah yang bakal melepaskan semuanya.

Tiba-tiba HP gue dapat chat, dan bunyinya bikin gue kaget, karena 'nge-chat' gue enggak ada di agendanya apa lagi ini jam sebelas malam.

Chatnya dari nomor yang enggak gue kenal.

Isinya cuma:

Dia udah di kamarnya belum?

^^^Gue: Dari mana lo dapat nomor gue?^^^

Tama: Gue nyolong dari HP-nya Amio pas kita lagi nyetir tadi.

Ada suara aneh di kepala gue, nyanyi, "Na-na-na-na-na. Dia nyolong nomor gue." Gue kayak anak kecil banget.

^^^Gue: Belum, dia masih nonton TV.^^^

Tama: Bagus. Gue harus keluar bentar, ada urusan. Gue bakal balik dalam dua puluh menit. Gue tinggalin apartemennya gak dikunci, kali aja dia tidur sebelum gue balik.

Urusan apa yang bikin seseorang keluar jam sebelas malam?

^^^Gue: Oke, sampai nanti.^^^

Gue lihat chat terakhir gue ke dia dan langsung merasa enggak enak. Kedengarannya santai banget. Kayak gue kasih kesan kalau gue sering begini. Dia mungkin berpikir kalau hari-hari gue kayak begini:

Orang lain: Tia, lo mau nge-wew enggak?

^^^Gue: Boleh. Gue selesain dulu sama dua cowok ini, terus gue nyusul. Oh iya, gue gak ada aturan main, jadi bebas mau ngapain aja.^^^

Orang lain: Mantap.

Lima belas menit berlalu, dan akhirnya TV-nya mati. Begitu pintu kamar Amio tertutup, pintu kamar gue langsung terbuka. Gue cepat-cepat keluar ruang tamu dan hampir tabrak Tama, yang sudah berdiri di lorong.

"Pas banget," katanya.

Dia bawa tas di tangannya. Dia pindahkan tas itu ke tangan satunya biar gue enggak terlalu lihat.

"Duluan, Tia," katanya sambil dorong pintu apartemennya.

Enggak, Tama.

Gue yang harusnya mengikuti lo.

Begitu cara kita.

Lo benda padat, gue cair. Lo yang membelah air, gue yang mengikuti di belakang lo.

"Lo haus?" Dia jalan ke dapurnya, tapi gue enggak yakin bisa mengikuti dia kali ini. Gue enggak tahu bagaimana caranya, dan gue takut dia bakal sadar kalau gue belum pernah punya aturan nomor satu atau dua sebelumnya.

Kalau masa lalu dan masa depannya enggak boleh disentuh, itu berarti cuma ada masa sekarang, dan gue enggak tahu harus buat aturan apa di masa sekarang.

Gue jalan ke dapur sekarang. "Lo punya apa?" tanya gue.

Tasnya sekarang ada di atas meja, dan dia lihat gue melirik tas itu, jadi dia geser tasnya ke samping, biar gue enggak lihat.

"Ngomong aja apa yang lo mau, dan gue lihat dulu ada apa enggak," katanya.

"Jus jeruk."

Dia senyum, terus dia ambil sesuatu dari tas itu. Dia mengeluarkan satu botol jus jeruk, dan sederhananya dia bahkan terpikir buat beli itu buat menunjukkan kebaikannya. Itu juga membuktikan kalau enggak perlu keluarkan banyak modal buat bikin gue meleleh.

Gue harusnya bilang ke dia kalau satu-satunya aturan gue sekarang adalah: Berhenti melakukan hal-hal yang bikin gue ingin melanggar aturan lo.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!