S 2
"Aku Punya Papa." Tiga kata yang selalu diucapkan Farzan bocah berusia 6 tahun itu, ketika teman-teman seusianya mengolok dirinya tidak punya papa.
Ibu mana yang tidak sakit hati melihat putranya yang selalu diolok, namun Zana hanya bisa diam karena dia tidak bisa menunjukkan siapa ayah dari anaknya.
Hingga ketika Farzan dinyatakan mengidap Pneumonia, penyakit yang bisa mengancam nyawanya, membuat dunia Zana seakan runtuh. Berbagai cara sudah ia lakukan untuk pengobatan putranya, namun hasilnya selalu nihil bahkan semua yang ia punya telah habis terjual. Dan pada akhirnya, dengan terpaksa Zana kembali ke kota kelahirannya untuk mencari sosok ayah biologis putranya, yaitu laki-laki yang telah menghancurkan masa depannya 7 tahun lalu, dengan harapan laki-laki itu bisa menolong putranya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syitahfadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 7. JANGAN PERNAH BERPIKIR UNTUK PERGI
Farhan baru saja tiba di hotel yang menjadi tempat pertemuannya dengan klien. Wajahnya nampak kesal karena seharusnya ia bersama adik iparnya saat ini, namun karena adik iparnya itu sudah terlanjur berjanji membawa adik dan keponakannya jalan-jalan maka iapun harus bertemu klien seorang diri.
"Selamat datang Pak Farhan." Sambut pak Wiliam, salah satu kliennya.
Farhan hanya tersenyum tipis lalu duduk ditempat yang sudah disediakan.
Mereka akan membahas tentang kerjasama perusahaan.
Beberapa saat kemudian setelah pembahasan selesai Farhan hendak berpamitan pergi, namun pak Willian menahannya sebentar untuk menikmati jamuan yang sudah disediakan. Merasa tidak enak untuk menolak Farhan pun tetap tinggal untuk menikmati jamuan itu.
Tanpa terasa waktu begitu cepat berputar, hari sudah beranjak malam. Disela-sela perbincangan hangat usai menikmati jamuan itu, dua orang wanita berpakaian cukup minim datang dan langsung duduk di samping kiri dan kanan Farhan yang membuatnya menjadi tidak nyaman, ia ingin segera pergi dari tempat itu.
Namun, ada saja alasan pak Wiliam menahannya agar tidak pergi. Hingga beberapa saat kemudian, Farhan mulai merasakan ada yang aneh ditubuhnya. Tiba-tiba saja ia merasa gerah, darahnya serasa mengalir lebih cepat membuat sesuatu dalam dirinya menegang.
'Sial, ini pasti jebakan!' Farhan menatap kearah pak Wiliam dengan tajam. Laki-laki paruh baya itu pasti ingin menghancurkan nama baiknya.
Farhan pun bergegas beranjak dari tempat duduknya, ia segera pergi dari tempat itu tanpa menghiraukan panggilan pak Wiliam.
Pak Wiliam tidak tinggal diam, ia mengikuti Farhan, tetapi sayangnya seorang pelayan menabraknya sehingga ia kehilangan jejak Farhan.
Sementara itu Farhan yang telah berada didalam mobil, segera melajukan mobilnya meninggalkan hotel itu. Ia akan pergi ke rumah sakit untuk meminta penawar dari obat yang sedang bereaksi dalam tubuhnya.
Farhan melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh, ia menerobos derasnya hujan dibawah langit malam demi untuk segera sampai ke rumah sakit. Namun, belum sampai ke tempat tujuannya mobilnya justru mogok yang entah dimana keberadaannya saat ini. Iapun turun dari mobilnya.
"Sial! Aku harus segera sampai ke rumah sakit untuk mendapat obat penawar, tapi mobil sialan ini malah mogok disini!" Farhan mengumpat kesal.
Farhan mengedarkan pandangannya ke sekeliling tempat itu, hingga tatapannya tak sengaja tertuju pada seorang wanita yang berdiri didepan sebuah gubuk. Ia segera menghampirinya.
"Apa ini rumahmu?"
"Bukan, ini rumah tak berpenghuni. Aku hanya menumpang berteduh disini." Jawab wanita itu dengan acuh.
Itulah awal kejadian malam kelam didalam gubuk itu bisa terjadi.
...______________________________...
"Di saat aku terbangun kau sudah tidak berada di gubuk itu lagi. Seharusnya kau tidak pergi waktu itu, apa kau tahu? Aku sudah berusaha mencarimu dan bahkan hampir setiap hari aku mendatangi tempat itu dan berharap bisa bertemu denganmu." Ucap Farhan setelah selesai menceritakan awal kejadian malam kelam tujuh tahun lalu.
"Seandainya saja kau tidak pergi waktu itu, aku bisa mempertanggungjawabkan perbuatanku itu, dan Farzan tidak akan terlahir tanpa sosok Ayah." Farhan sangat menyesali kejadian itu. Dan sangat menyayangkan kenapa wanita itu malah pergi padahal ia sudah memintanya agar menunggunya bangun.
Zana terdiam mencerna semua yang diucapkan oleh Farhan, dan beberapa saat kemudian ia beranjak dari tempat duduknya.
"Itu semua sudah tidak penting. Tapi jika Bapak memang merasa bersalah dan ingin bertanggungjawab, aku hanya minta satu hal." Ucapnya sembari menatap Farhan dengan lekat.
Farhan pun beranjak dari tempat duduknya, ia berdiri tepat didepan Zana dan membalas tatapan wanita itu tanpa kedip. "Apa yang kau minta?" Tanyanya.
"Sebelumnya aku mengucapkan terimakasih banyak atas semua biaya yang sudah Bapak keluarkan untuk pengobatan Farzan. Setelah dia sembuh aku akan membawanya kembali ketempat dimana selama ini kami tinggal, dan tugas Bapak sebagai seorang Ayah sudah selesai untuk Farzan." Ucap Zana dengan santainya.
Farhan tercengang mendengar apa yang dikatakan wanita itu. Tidak tahukah dia bahwa selama ini dirinya menderita dan tidurnya tidak pernah nyenyak karena merasa bersalah. Meskipun orang-orang menganggap dirinya sebagai pria arogan namun ia masih memiliki hati nurani untuk tidak lepas dari tanggungjawab. Di setiap malam ia berdoa agar dipertemukan dengan wanita itu untuk menebus kesalahannya, namun dengan mudahnya wanita itu mengatakan bahwa tugasnya sebagai ayah telah selesai. Tidakkah wanita itu berpikir atau setidaknya memikirkan nasib putranya sendiri yang membutuhkan sosok ayahnya.
"Tidak, jangan pernah berpikir untuk membawa Farzan pergi. Aku menantikan ini selama tujuh tahun dan aku tidak akan membiarkanmu pergi begitu saja. Kau dan Farzan akan tetap berada di sekitarku." Ujar Farhan dengan datar, kedua matanya tak berkedip sedikitpun menatap Zana. Entah kenapa ada rasa tidak nyaman dihatinya ketika wanita itu mengatakan akan pergi membawa putranya.
Zana terkekeh, "Jangan bercanda. Sebentar lagi Bapak akan menikah. Jadi Bapak tidak mungkin membawa kami kedalam kehidupan Bapak." Ujarnya, kemudian hendak berbalik meninggalkan Farhan, namun langkahnya terhenti karena laki-laki itu menahan pergelangan tangannya.
"Yah, apa yang kau katakan itu benar. Tapi aku tetap tidak akan membiarkanmu pergi membawa Farzan." Ujar Farhan lalu menghempaskan tangan Zana dari genggamannya, kemudian mengusap wajahnya dengan kasar.
Andai saja bisa ia akan membatalkan pernikahannya dengan Keyla lalu memenuhi permintaan Farzan putranya. Namun, sayangnya itu tidak bisa ia lakukan. Ia tidak ingin membuat kondisi kesehatan Papanya semakin menurun jika ia sampai membatalkan pernikahannya dengan Keyla.
Keyla adalah wanita pilihan orangtuanya yang harus ia nikahi meskipun ia tidak mencintainya. Ia merasa marah pada keadaan, ia ingin meluapkan kemarahannya namun tidak tahu kepada siapa, untuk yang pertama kalinya ia melakukan hal yang tidak pernah ia inginkan terjadi dalam hidupnya dan itu hanya terpaksa demi orangtunya.
Beberapa kali Farhan menghela nafas panjang untuk mengontrol emosinya, setelah merasa lebih tenang iapun kembali berbalik menatap Zana.
"Dengar, untuk saat ini kita tidak usah membahas apapun yang tidak penting. Kita hanya perlu fokus pada kesehatan Farzan." Ujarnya.
Zana hanya menanggapinya dengan anggukan pelan. Farhan benar, memang seharusnya ia hanya fokus pada kesehatan putranya saja untuk saat ini.
Perlahan Farhan melangkah pelan mendekati Zana, ada sesuatu yang ingin ia tanyakan pada wanita itu.
"Hingga saat ini aku belum mengetahui siapa namamu. Jika kau tidak keberatan, apa aku boleh tahu siapa namamu?" Tanyanya, ia nampak gugup. Ini sangat konyol menurutnya, pernah meniduri wanita itu hingga hamil tetapi ia tidak tahu siapa namanya.
"Zana." Jawab Zana dengan singkat lalu kembali menghampiri putranya yang belum juga sadarkan diri.
Sedang Farhan nampak tersenyum tipis sambil menatap punggung Zana. Setelah mengetahui nama wanita itu, sekarang ia jadi mengerti satu hal. Yaitu nama putranya adalah gabungan dari namanya dan nama wanita itu.
Namun, mengingat Zana baru mengetahui namanya setelah melamar pekerjaan di perusahaannya ia jadi ragu jika nama Farzan adalah gabungan dari namanya dan nama Zana. Lalu apakah itu sebuah kebetulan? Entahlah.