ZUA CLAIRE, seorang gadis biasa yang terlahir dari keluarga sederhana.
Suatu hari mamanya meninggal dan dia harus menerima bahwa hidupnya sebatang kara. Siapa yang menyangka kalau gadis itu tiba-tiba menjadi istri seorang pewaris dari keluarga Barasta.
Zua tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah dalam semalam. Tapi menjadi istri Ganra Barasta? Bukannya senang, Zua malah ketakutan. Apalagi pria itu jelas-jelas tidak menyukainya dan menganggapnya sebagai musuh. Belum lagi harus menghadapi anak kedua dari keluarga Barasta yang terkenal kejam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ep 32 Dasar mesum
Di sepanjang perjalanan kembali ke rumah, suasana dalam mobil kembali dipenuhi keheningan. Namun, kali ini bukan karena marah atau canggung, melainkan karena keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing.
Zua menatap keluar jendela, pikirannya masih terjebak dengan kejadian di butik tadi, bagaimana Ganra menatapnya, bagaimana pria itu berbisik di telinganya, bagaimana ia hampir kehilangan kendali atas detak jantungnya sendiri. Ia mengutuk dirinya sendiri. Ia seharusnya tidak merasa seperti ini terhadap Ganra, tetapi ... Ia tidak bisa mengontrol pikirannya.
Sementara itu, Ganra juga berperang dengan pikirannya sendiri. Sejak kapan ia mulai memperhatikan Zua sedemikian rupa? Sejak kapan ia menjadi lebih peduli pada gadis itu? Sejak kapan ia merasa terganggu jika Zua mengabaikannya? Dan ... Sejak kapan dia menjadi lelaki aneh yang marah-marah tidak jelas hanya karena masalah mimpi?
Saat lampu merah, Ganra melirik gadis di sebelahnya sebentar. Zua masih menatap ke luar, tidak menyadari tatapan pria itu. Bibirnya sedikit mengerucut, seperti sedang berpikir keras. Pemandangan itu membuat Ganra tersenyum tipis.
"Apa yang kau pikirkan?" tanyanya tiba-tiba.
Zua tersentak dan menoleh.
"Hah?"
"Kau diam saja sejak dari butik tadi. Pasti ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu."
Zua menghela napas, memutar bola matanya malas, dan menegakkan duduknya. Ia heran Ganra bertanya begitu padahal lelaki itu sendiri tahu dialah penyebab Zua menjadi seperti ini. Diam, kesal, bingung, dan terus memikirkan perasaannya yang jadi campur aduk terhadap laki-laki itu.
"Claire, jawab pertanyaanku." kali ini suara Ganra menjadi sedikit lebih tegas.
"Aku ... Hanya capek," sahut Zua akhirnya.
"Capek?" alis Ganra terangkat.
"Mm, capek menghadapi laki-laki aneh sepertimu."
Ganra tertawa kecil, lalu mengulurkan tangannya untuk mengusap kepala Zua. Tapi Zua buru-buru menepisnya.
"Jangan sentuh aku sembarangan!" tegurnya.
Ganra hanya terkekeh, lalu kembali fokus pada jalanan saat lampu hijau menyala.
"Baiklah, aku tidak akan menyentuhmu sembarangan," ucapnya, lalu menambahkan dengan nada menggoda,
"tapi kalau bukan sembarangan, boleh, kan? Bilang saja kau ingin aku sentuh di mana. Ada banyak titik di tubuhmu yang bisa aku sentuh saat kita menikah nanti."
Wajah Zua langsung memerah.
"Ganra!"
Tawa Ganra semakin keras. Keheningan tadi berubah dengan perdebatan lucu di antara keduanya
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sesampainya di rumah keluarga Ganra, keduanya langsung disambut tante Laya. Wanita itu tersenyum hangat melihat mereka. Hanya saja ada ibunya Ganra juga di sana. Zua selalu merasa kaku kalau ada wanita itu. Calon mertuanya. Dia selalu berpikir kenapa tidak tante Laya saja yang menjadi ibu mertuanya?
Tante Laya baik hati dan orangnya sangat lembut. Pasti banyak sekali perempuan di luar sana yang pengen punya mertua seperti tante Laya. Sayang sekali dalam kasus Zua tidak.
"Bagaimana Zua? Gaunnya sudah pas?" tanya Laya.
Zua mengangguk sopan.
"Iya tante, sudah pas."
"Syukurlah." Tante Laya menatap mereka dengan tatapan penuh arti.
"Kalian ini terlihat semakin dekat saja. Bagus banget. Tuh kan apa tante bilang, perjodohan itu sebenarnya ada baiknya juga. Berawal dari nggak kenal, sampai terbiasa, dan bahkan kalian pasti akan saling jatuh cinta nantinya."
Zua tersenyum canggung mendengar perkataan tante Laya. Sementara Ganra, lelaki itu sudah duduk di samping mamanya dan mengecek sesuatu di hapenya.
Dian menatap penampilan Zua dari atas ke bawah dan dia langsung mengenal baju siapa yang gadis itu pakai. Wajah Dian berubah. Ia jelas tidak suka menantu yang tidak diinginkan itu mengenakan pakaian putranya.
Sampai sekarang Dian masih keberatan sekali dengan pernikahan itu. Dia menginginkan Ganra menikahi wanita terpelajar dan dari keluarga yang setara dengan mereka. Bukan yatim piatu seperti gadis itu.
Dian meletakkan cangkir tehnya dengan sedikit lebih keras dari yang seharusnya, menarik perhatian semua orang di ruangan itu. Zua, yang menyadari tatapan calon mertuanya, langsung menegakkan tubuhnya.
"Kau, naiklah ke kamarmu dan ganti baju yang lebih pantas." suara Dian terdengar datar, tapi jelas mengandung ketidaksukaan. Ia menatap Zua tidak senang.
Zua menelan ludah.
Dian mendengus pelan.
"Jadi, kau berkeliaran dengan pakaian putraku?" matanya melirik penampilan Zua.
Ganra, yang sejak tadi asyik dengan ponselnya, akhirnya menoleh dan menatap ibunya dengan tajam.
"Kenapa, ma?" tanyanya tenang, tapi nadanya mengandung peringatan.
Dian melipat tangannya di dada.
"Bukan apa-apa. Hanya saja… tidakkah menurut kamu itu kurang pantas? Dia calon istrimu, tapi sudah mengenakan pakaianmu sebelum menikah. Orang luar bisa berpikir yang tidak-tidak."
Zua mengepalkan tangannya di atas paha, berusaha menahan perasaan tidak nyaman yang tiba-tiba menyelimutinya. Tentu ia sudah tahu sejak awal kalau Dian tidak menyukainya, tapi tetap saja, mendengar wanita itu mengatakannya secara langsung membuat dadanya terasa sesak.
Ganra menatap ibunya lama sebelum akhirnya menghela napas dan bangkit dari duduknya. Ia menarik tangan Zua untuk berdiri juga.
"Ayo ke atas."
Zua terkejut, tapi ia membiarkan dirinya ditarik oleh Ganra tanpa perlawanan. Sebelum keluar dari ruangan, Ganra menatap ibunya sekali lagi.
"Aku yang menyuruh Claire mengenakan pakaianku. Aku harap lain kali mama tidak terlalu memusingkan hal yang tidak perlu. Aku tahu apa yang aku lakukan."
Dian mengangkat dagunya, menatap putranya dengan sorot mata yang sulit diartikan. Tapi Ganra tidak memberi kesempatan untuk berdebat lebih lama, ia sudah lebih dulu menarik Zua keluar dari sana.
Tante Laya hanya bisa tersenyum canggung dan mencoba mencairkan suasana yang tegang setelah kepergian mereka. Ia berusaha menghibur saudari iparnya.
Sesampainya i dalam kamar, Zua langsung melepaskan genggaman tangan pria itu dan menatapnya dengan kesal.
"Kenapa kau menarikku ke sini?”
Ganra berjalan menuju meja dan meletakkan ponselnya di sana.
"Apa kau lebih suka tinggal di sana dan mendengarkan omongan mamaku?"
Zua terdiam. Tidak, tentu saja tidak. Ia sudah cukup merasa tidak diinginkan, dan mendengar omongan Dian lebih lama hanya akan membuat perasaannya semakin buruk.
Ganra menatapnya lama sebelum akhirnya menghela napas dan berjalan mendekat.
"Duduklah," katanya sambil menunjuk tempat tidur.
"Aku lebih suka berdiri."
Ganra menyeringai, lalu tiba-tiba mendorong bahu Zua pelan hingga gadis itu terduduk di kasurnya.
"Lebih suka berdiri katamu?"
Zua tidak menjawab. Hanya mendongak menatap laki-laki yang berdiri di depannya.
"Benar katamu. Kau kan perempuan, mana bisa berdiri. Berdiri itu hanya bisa terjadi pada kaum adam, sepertiku." alis Ganra bergerak naik turun saat mengatakan kalimat itu.
Zua masih mencerna apa maksud kata-kata Ganra. Saat ia sadar apa maksud Ganra, dia menatap kesal pria itu lalu tanpa aba-aba melakukan serangan memukul-mukul Ganra.
"Dasar mesum, otak mesummu memang sudah akut!" Ganra tertawa menahan serangan Zua. Namun karena gadis itu terus menyerangnya hingga ia kewalahan, Ganra pun akhirnya mendorong tubuh Zua hingga terlentang di tempat tidur dan menindihnya.
Author nulisnya diulang-ulang.
mengubah semua menjadi kisah bahagia, dinsing - dinding yg beku kini sedikit mencair. membuka lembaran baru dalam sejarah Dinasti Barasta..
What's yours will return, unless God has other plans... that's the point dragonnaily 😎