Gagal menikah dengan calon tunangannya tidak membuatnya putus asa dan tetap kuat menghadapi kenyataan.
Kegagalan pertunangannya disebabkan karena calon suaminya ternyata hanya memanfaatkan kebaikannya dan menganggap Erina sebagai wanita perawan tua yang tidak mungkin bisa hamil.
Tetapi suatu kejadian tak terduga membuatnya harus menikahi pemuda yang berusia 19 tahun.
Akankah Erina mampu hidup bahagia dengan pria yang lebih muda darinya??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 3
“Argh!! Cepat Lo pakai pakaianmu!” Teriak Erina yang langsung berpaling ke arah lain.
“Astaganaga kenapa bisa gue nggak pake baju sih!?” gerutunya.
Akmal buru-buru memakai pakaiannya, dia kebingungan dengan situasi yang dialaminya.
Seingatnya semalam dia tertidur memakai pakaian, tetapi pagi ini mendapati dirinya hanya memakai boxer pendek bergambar Spongebob Squarepants si keju kuning yang tinggal di laut di dalam rumah nanasnya.
“Apa yang kalian perbuat di dalam gubuk kecil ini?” Tanyanya seorang pria tua yang membawa sebuah cangkul.
"Kami lagi duduk pak, masa lagi main bola! Bapak sudah lihat kami malah bertanya lagi," gerutunya Akmal.
“Saya yakin mereka adalah pasangan mesum, lihat saja buktinya si pemuda itu tidak memakai baju dan hanya celana pendek saja,” sahutnya pria yang disampingnya yang memakai baju salah satu partai politik di negeri Konoha kita yang tercinta.
“Betul, saya juga berfikir seperti itu! Kalau begitu kita harus arak mereka ke rumahnya pak RT untuk diadili dan mereka secepatnya diberikan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya,” sahut yang memakai kopiah.
“Bapak-bapak kami berani bersumpah kami sama sekali tidak melakukan apapun! Kami ini korban tenggelam pak dan berteduh di sini,” belanya Erina.
“Itu betul sekali Bapak-bapak yang terhormat kami ini tidak melakukan apapun yang seperti kalian tuduhkan,” ujar Akmal yang berusaha membela diri.
Akmal masih tanda tanya besar dalam benaknya kenapa keadaannya bisa seperti saat ini. Seingatnya semalam dia ketiduran bersandar di dinding kayu, tidak mungkin kan tidur sambil jalan apalagi tidur sambil anu.
Pria tua itu berdecak, “Alah itu hanya alasan kalian saja agar tidak mendapatkan hukuman! Yang jelas kami tidak ingin kampung kami ini terkena kutukan dan malapetaka karena ulah kalian yang bermaksiat,” tegasnya pria yang paling tua diantara mereka.
“Tidak perlu berbohong untuk menutupi kenyataan yang terjadi! Kami semua adalah saksinya kalau kalian itu berbuat asu*sila dan berzina! Ayo buruan giring mereka ke rumah pak RT secepatnya!”
“Kayaknya gara-gara ulah muda-mudi yang seperti mereka-mereka ini sehingga akhir-akhir ini hasil tangkapan ikan dan panen sayuran kita gagal,” tebaknya yang berbaju partai berlogo banteng siap menyeruduk itu.
“Kenapa bapak-bapak tidak ada yang mau mengerti dan percaya dengan apa yang kami katakan!? Kami tidak bersalah!” Tegas Erina.
“Tidak perlu dengarkan ocehan gadis cantik itu, kita gelandang saja langsung ke rumah pak Ridwan,” pintanya pria berbaju putih itu.
“OMG! Bapak-bapak yang masih ganteng meskipun sudah tua. Kami jelaskan sejujurnya kalau kami tidak melakukan apapun kecuali pelukan karena kami kedinginan,” ceplosnya Akmal.
Erina yang mendengar perkataan dari Akmal yang rada-rada diluar prediksi BMKG sampai-sampai melototkan matanya ke arah Akmal.
Akmal menutup mulutnya rapat-rapat karena salah ucap,” astoge kenapa mulutku sampai salah bicara sih!?” rutuknya Akmal.
“Apalagi yang kalian tunggu! Seret mereka ke rumah pak RT jika mereka masih menolak kita langsung gotong mereka ke penjara agar polisi saja yang menyelesaikan kasus perzinahan mereka ini,” ketus pria berkumis tebal yang bau amis hehe.
Erina tidak sanggup lagi berdebat karena tubuhnya dalam kondisi yang tidak nyaman. Kepalanya pusing, tubuhnya demam dan jantungnya berdebar kuat.
“Ya Allah kalau ayah sama bunda tau kalau gue digrebek oleh warga dengan tuduhan perbuatan tak senonoh bisa-bisa gue ga diijinkan untuk kuliah lagi,” monolognya Akmal.
Keduanya berjalan beriringan menuju ke arah rumah pak RT dengan wajah tertunduk lesu, lemah, letih dan lunglai karena belum ada yang makan padahal sudah pukul sepuluh pagi.
Erina sejak semalam sampai detik ini belum sempat makan. Tidak sedikitpun makanan yang masuk ke dalam perutnya hingga saat ini sehingga semakin memperparah kondisi tubuhnya.
Berselang beberapa menit kemudian mereka sudah sampai di dalam rumah pak erte setempat. Wajah-wajah mereka menatap intens ke arah keduanya yang disangka adalah pasangan kekasih tak resmi.
“Mereka ini sudah menyusahkan kami, mereka sungguh meresahkan warga masyarakat kampung kita Pak Ridwan,” imbuhnya pak kumis sambil sesekali memutar ujung kumisnya yang sudah mengalahkan kumisnya pak Raden.
“Mereka secepatnya harus diadili sesuai dengan hukum di tempat kita ini pak Ridwan,” timpalnya pria yang berkopiah hitam itu.
“Iya itu benar karena kami tidak ingin Allah SWT murka kepada kita semua gara-gara perbuatan tak terpuji mereka!”
Pak Ridwan dan sang istri mencermati, merenungkan dan menimbang baik-baik setiap ucapan yang mereka ucapkan. Dia tidak ingin gegabah dalam mengambil keputusan takutnya keputusannya salah dan keliru yang tentunya akan berakibat fatal.
Erina ingin menyanggah dan menentang setiap ucapan dan tuduhan mereka, tapi mengingat kondisi kesehatannya yang semakin menurun berbicara saja tidak mampu apalagi untuk berdebat.
Akmal mengusap wajahnya dengan gusar mendengar semua tuduhan demi tuduhan yang dilayangkan oleh orang-orang yang hanya melihat dari satu sisi saja.
“Mohon tenang bapak-bapak! Saya selaku RT di kampung bukan duren runtuh memutuskan hukuman yang paling tepat dan seadil-adilnya kepada mereka adalah yaitu mereka harus menikah hari ini juga!” putus pak Ridwan.
Erina sampai-sampai berdiri dari posisi duduknya saking kagetnya mendengar perkataan dari bapak RT setempat.
Erina memegangi kepalanya yang sedikit berdenyut, “Apa!? Kami tidak mungkin menikah karena kami tidak saling kenal apalagi mencintai!” tolaknya Erina.
“Yoi! Itu benar banget pak erte yang terhormat kami ini hanya korban salah paham saja jadi keputusan bapak itu tidak bisa kami terima!” Protesnya Akmal.
“Kalau kalian tetap menolak saya nikahkan baiklah kami akan arak kalian keliling kampung tanpa memakai pakaian apapun!” ancamnya pak Ridwan.
Erina dan Akmal sampai-sampai menganga lebar mendengar ancaman yang lebih parah dari hukuman penjara atau dinikahkan.
“Ini sungguh tidak adil pak!” kesalnya Erina yang tidak terima dengan keputusan mereka.
Wajahnya memberengut lesu, “Ini hukuman yang mendzolimi kami pak erte,” keluhnya Akmal.
“Kami berikan kalian waktu sepuluh menit untuk berfikir! Silahkan memilih solusinya yang kami sudah tetapkan yaitu menikah atau diarak keliling kampung dengan tanpa memakai pakaian sepotong pun!”
“Apa ada pilihan yang bisa kami pilih misalnya mungkin phone friend, fifty-fifty atau bertanya kepada kalian pilihan jawaban yang benar untuk kami berdua,” Akmal masih saja jiwa tengilnya muncul disaat genting seperti ini.
“Ini bukan acara kuis yang dipandu oleh mas Tantowi Yahya!” Ketusnya Bu RT.
Plak!!
“Auhh sakit!” Keluhnya Akmal sambil mengusap pundaknya yang ditimpuk oleh Erina.
“Kamu bisa diam tidak!? Kita ini dalam keadaan yang sangat terdesak malah kamu sempat-sempatnya bercanda,” ketus Erina yang giginya bergemeletuk menahan kemarahannya.
Akmal hanya cengengesan,” sempat mereka berbaik hati dan memberikan kita pilihan yang lebih baik dari menikah atau ditelan*jangi.”
“Nggak mungkin banget gue nikah dengan bocah labil gendeng lagi kayak Lo,” ejek Erina.
Akmal yang mendengar ucapan sindiran dari Erina tak mau kalah,” enak aja bilang gue bocah labil! Gue ini sudah 19 tahun sudah bisa berkembang biak. Gue malah rugi jika jadi menikah dengan mbak-mbak yang sudah tua kayak kamu!”
Semua orang malah geleng-geleng kepala melihat sekaligus mendengar perdebatan mereka.
“Hemph!! Waktu kalian sudah habis jadi cepatlah putuskan untuk memilih solusi yang paling tepat!”
Semua orang terdiam menunggu jawaban dari keduanya, tatapan semua orang tertuju kepada kedua orang yang menjadi tersangka, terdakwa sekaligus tertuduh dalam kasus pencemaran nama baik kampung bukan duren runtuh.
Dag dig dug…
“Kami memilih menikah,” ucapnya keduanya secara bersamaan.
Akmal dan Erina saling pandang kemudian membuang muka ke arah lain.
Bu RT tersenyum,” Saya yakin mereka adalah pasangan yang cukup ideal dan serasi buktinya mereka menjawab dengan kompak,” celetuk ibu Tati.
“Maaf bisa kami diberikan waktu sampai satu bulan kedepan karena saya tidak mungkin melangsungkan pernikahan hari ini mengingat pekerjaan saya sebagai seorang polisi,” imbuhnya Erina.
Akmal reflek menolehkan kepalanya ke arah Erina,” apa! Jadi Mbak seorang polwan!?”
Akmal tidak menduga jika perempuan cantik yang duduk di sebelahnya adalah seorang anggota kepolisian.
Akmal menepuk keningnya,” alamak bisa mampus gue ditembak mati kalau sampe gue melakukan kesalahan.”
Janganlah berbuat kejam pada Elma pak dokter karna naluri seorang ibu itu biar apapun yg terjadi akan selalu melindungi anaknya dari marabahaya..
Kamu ga tau hal apa aja yg menimpa Elma semasa mengandungkan putramu.. Ùh sesak dadaku author.. 😭😭😭😭😭
Sabarlah pak dokter..