Netha Putri, wanita karir yang terbangun dalam tubuh seorang istri komandan militer, Anetha Veronica, mendapati hidupnya berantakan: dua anak kembar yang tak terurus, rumah berantakan, dan suami bernama Sean Jack Harison yang ingin menceraikannya.
Pernikahan yang dimulai tanpa cinta—karena malam yang tak terduga—kini berada di ujung tanduk. Netha tak tahu cara merawat anak-anak itu. Awalnya tak peduli, ia hanya ingin bertanggung jawab hingga perceraian terjadi.
Sean, pria dingin dan tegas, tetap menjaga jarak, namun perubahan sikap Netha perlahan menarik perhatiannya. Tanpa disadari, Sean mulai cemburu dan protektif, meski tak menunjukkan perasaannya.
Sementara Netha bersikap cuek dan menganggap Sean hanya sebagai tamu. Namun, kebersamaan yang tak direncanakan ini perlahan membentuk ikatan baru, membawa mereka ke arah hubungan yang tak pernah mereka bayangkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berjalan Di Kamp Militer
Sean duduk dengan postur tegapnya yang khas, sementara Jordi tampak lebih santai, tetapi jelas ada sesuatu yang mengusik pikirannya.
“Komandan,” panggil Jordi perlahan, mencoba mencairkan suasana.
Sean hanya melirik sekilas. “Apa?”
“Tadi, di jalan, saya bertemu Niko,” kata Jordi, membuka percakapan. “Dia cerita soal istri Anda.”
Sean mengangkat alisnya. “Cerita apa?”
Jordi menghela napas, ragu-ragu sejenak. “Dia bilang istri Anda sekarang berubah. Maksud saya, dia terlihat... berbeda. Lebih cantik, katanya. Lebih dewasa.”
Sean tetap diam, tetapi matanya menyipit sedikit. “Lalu?”
“Jadi, saya mau tanya langsung ke Anda. Apa benar Anda dan Netha nggak jadi cerai?”
Sean menatap Jordi dengan tajam, lalu menjawab singkat. “Benar. Tidak jadi.”
Jawaban itu membuat Jordi semakin penasaran. “Kenapa? Apa karena Netha nggak mau diceraikan? Jangan bilang dia mengancam Anda lagi, seperti sebelum misi terakhir itu. Bukankah waktu itu dia yang keras kepala menolak tanda tangan?”
Sean mendengus pelan. “Kemarin, sebelum saya berangkat misi, Netha sudah tanda tangan. Tapi saya tidak. Saya sengaja menunda.”
“Kenapa?” tanya Jordi, semakin penasaran.
Sean menyandarkan tubuhnya ke sofa. Wajahnya tetap dingin seperti biasa. “Waktu itu, saya berpikir biarkan saja. Dia bisa menjaga si kembar sementara saya pergi. Itu alasan utama saya.”
“Tapi sekarang Anda kan sudah pulang,” ujar Jordi, mendesak. “Tinggal tanda tangan, selesai, bukan? Jangan-jangan, Anda yang nggak mau cerai sekarang?”
Sean tidak langsung menjawab. Hanya anggukan kecil yang akhirnya keluar dari kepalanya, membuat Jordi terbelalak kaget.
“Serius, Komandan?” Jordi hampir berteriak.
“Jangan lebay, Jordi,” potong Sean dingin, suaranya rendah tetapi tegas.
Jordi menggeleng-gelengkan kepalanya, tidak percaya. Dalam hatinya, ia bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi. Bukankah sebelum misi terakhir, Sean begitu yakin untuk menceraikan Netha? Bahkan Sean sendiri pernah berkata bahwa pernikahan mereka hanya formalitas untuk melindungi si kembar.
“Komandan, Anda nggak diberi sesuatu oleh Netha, kan?” tanya Jordi tiba-tiba, setengah bercanda, tetapi dengan nada serius. “Mungkin semacam obat, atau pengaruh aneh? Maksud saya, perubahan pikiran Anda ini terlalu cepat.”
Sean langsung menatap Jordi tajam. “Jangan bodoh,” ujarnya, dengan nada dingin seperti es. “Netha nggak pernah melakukan hal seperti itu. Dia bahkan jarang keluar rumah. Hidupnya hanya seputar makan, tidur, dan mengurus si kembar. Kalau dia keluar rumah, paling cuma untuk beli cemilan.”
Jordi terkekeh canggung. “Iya, iya. Saya cuma bercanda, Komandan. Tapi tetap saja, ini mengejutkan. Anda itu orang yang paling tegas soal keputusan. Saya sampai bingung kenapa Anda berubah pikiran secepat ini.”
Sean tidak menjawab. Ia hanya menatap Jordi sebentar, lalu mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Dalam hati, Sean tahu bahwa keputusannya untuk tidak menceraikan Netha lebih rumit dari yang terlihat.
Sementara itu, Jordi duduk termenung. Ia masih tidak percaya bahwa seorang Sean, pria yang ia kenal sebagai komandan yang dingin dan tegas, bisa berubah seperti ini.
“Sean itu siapa, sih?” pikir Jordi dalam hati. “Dia bukan cuma komandan militer. Dia juga anak tunggal dari keluarga kaya, punya perusahaan sendiri, dan sudah pasti banyak wanita yang mengincarnya. Tapi kenapa dia tetap bertahan dengan Netha? Bukankah mereka bahkan tidak saling mencintai sejak awal?”
Jordi merasa semakin bingung. Dulu, sebelum menikah, Netha sering terang-terangan menunjukkan ketidaksukaannya pada Sean. Entah karena sikap Sean yang terlalu serius, atau karena Netha sendiri yang tidak pernah tertarik pada kehidupan militer.
“Tapi sekarang...” gumam Jordi pelan.
Sean tetap tenang di tempatnya. Ia tahu apa yang dipikirkan Jordi, tetapi ia tidak peduli. Baginya, keputusan untuk tidak menceraikan Netha bukan karena pengaruh orang lain, melainkan karena sesuatu yang ia rasakan sendiri.
“Jordi,” panggil Sean tiba-tiba, memecah keheningan.
“Ya, Komandan?”
“Jangan terlalu banyak berpikir. Fokus saja pada tugasmu,” kata Sean singkat, dengan nada datar.
Jordi hanya bisa mengangguk, meskipun dalam hatinya ia masih penuh tanda tanya.
Setelah suasana di ruang tamu sedikit mencair, Jordi bangkit dari tempat duduknya. Ia melirik ke arah kamar si kembar, kemudian menatap Sean dengan senyum iseng.
“Komandan, bagaimana kalau saya ajak El dan Al ke kamp latihan?” ujar Jordi, mencoba mencairkan suasana.
Sean, yang masih duduk dengan postur tegapnya, hanya menatap Jordi sekilas. “Terserah. Tapi jangan buat mereka terluka. Kau tahu anak-anak ku terlalu berharga.”
“Siap, Komandan!” sahut Jordi dengan nada bercanda, memberikan hormat militer dengan gaya berlebihan.
Sean mendengus kecil, lalu melambaikan tangannya, menyuruh Jordi pergi.
Jordi berjalan ke arah kamar si kembar dan mengetuk pintu dengan riang. “El! Al! Ayo ikut Om Jordi! Kita jalan-jalan ke kamp latihan!” serunya.
Pintu kamar terbuka perlahan, dan kepala Al menyembul dari balik pintu. “Ayo, Om.”
Mereka bertiga keluar dari kamar dengan semangat. Sean, yang masih duduk di sofa, mengawasi mereka dengan tatapan tajam.
“Jordi, jangan sampai mereka kotor atau cedera. Kalau mereka menangis, aku pastikan kau yang akan bersih-bersih di sini,” ujar Sean dingin.
“Siap, Komandan!” jawab Jordi sambil memberikan hormat lagi. Kali ini, El dan Al menirukan gaya Jordi, membuat Sean mendengus kecil.
“Papa, kami pergi dulu ya!” ujar El sambil melambaikan tangan.
Sean hanya mengangguk, lalu melirik jam dinding. Ia tahu Jordi akan mengurus mereka dengan baik, tetapi tetap saja ada rasa khawatir yang mengganjal.
Di sepanjang jalan, Jordi dengan sabar menjelaskan berbagai fasilitas di kamp, mulai dari lapangan latihan menembak hingga tempat pertemuan para prajurit.
"El, Al, ini tempat papa kalian biasa memimpin latihan," ujar Jordi sambil menunjuk ke lapangan luas dengan target-target berdiri tegak.
El dan Al hanya mengangguk. Mereka memang sudah sering melihat tempat ini, tetapi tetap senang mendengar cerita Jordi.
Namun, tidak lama setelah itu, Jordi menerima panggilan dari salah satu komandan militer lainnya. "Maaf, kalian di sini dulu ya. Om Jordi harus pergi sebentar," ujarnya sebelum bergegas meninggalkan mereka.
Setelah Jordi pergi, El dan Al memutuskan untuk berjalan-jalan sendiri. Mereka merasa nyaman di kamp ini karena sudah mengenal banyak orang. Namun, di sudut kamp latihan, mereka bertemu dengan sekelompok anak-anak militer yang usianya lebih tua dari mereka.