“Memangnya aku sudah gak laku?, aku bahkan belum pernah mencoba mendekati seorang gadis.” Gerutu Kevin. -Kevin Alexander Geraldy-
Beberapa hari setelah ia tiba di jakarta usai menyelesaikan pendidikan dokternya, ia mendapatkan kejutan dari papi dan mommy nya, bahwa papi Alexander menginginkan Kevin menikahi seorang gadis, dan yang paling membuat Kevin begitu emosi adalah, pernikahan ini adalah buntut dari sebuah surat wasiat yang di terima Alexander 15 tahun yang lalu.
“Aku juga tidak ingin menikah denganmu, aku menikah dengan mu karena aku tak ingin image baik yang sudah menempel padaku rusak begitu saja,” balas Gadisya dengan emosi yang tak kalah dahsyat nya. “Aku hanya yatim piatu yang kebetulan beruntung bisa mewujudkan impianku menjadi dokter, aku tak memiliki apa apa, bahkan silsilah keluarga yang bisa ku banggakan, jadi setidaknya aku harus mempertahankan nama baikku, karena itu adalah harga diriku, dan aku bangga. -Gadisya Kinanti-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7. Membuat Kesepakatan.
Alex sampai di halaman rumahnya, ia berjalan agak tergesa menuju pintu.
Karena ini masih jam Kerja, Stella pasti masih berada di rumah sakit, jadi hanya ada Kevin dan para ART di rumah.
Sesampainya di depan kamar Kevin Alex langsung masuk tanpa mengetuk.
Suasana kamar masih redup karena Kevin sama sekali belum membuka tirai kamarnya, dan Kevin terlihat masih menikmati tidurnya.
Alex agak geram melihat Kevin yang masih masih belum bisa menghilangkan kebiasaan lamanya, ia masih enggan membuka mata, padahal ini sudah mendekati jam makan siang.
Alex berjalan menuju jendela kemudian membuka semua tirai, sinar matahari menerobos langsung ke kamar, sesudahnya Alex juga membuka lebar semua Jendela bahkan pintu balkon, agar ada sirkulasi udara.
Kevin menggeliat sesaat, kemudian menutup wajahnya, kedua matanya perlu waktu untuk menyesuaikan keadaan.
Setelah beberapa saat, akhirnya Kevin bisa membuka kedua matanya, ia terkejut manakala melihat Alex tengah berdiri di depannya dengan kedua tangan yang ia letakkan di pinggang.
"Ada apa pi … ini masih pagi, Lagi pula Abang belum mulai kerja." Sapanya pada papi Alex.
"Masih pagi kamu bilang, ini sudah jam 10.30." balas Alex.
"Ah … benarkah, maaf pi … kalau begitu abang akan bangun dan mandi."
Kevin beranjak bangun dari selimut hangatnya, namun Alex menahan lengannya. "Duduklah ada yang ingin papi bicarakan."
Kevin kembali duduk di tepi tempat tidur nya.
"Papi dengar berita ini dari pamanmu, benarkah kamu sudah menikah?" Tanya Alex.
Kevin terkejut mendengar pertanyaan Alex, ia benar benar lupa bahwa beberapa staf perawat rumah sakit ikut menjadi saksi di hari pernikahannya, sudah pasti berita ini tersebar tanpa perlu ia katakan pada kedua orang tuanya, dan ia dengan bodohnya mencoba menyembunyikan pernikahannya.
Kevin masih diam tak menjawab, "Kevin, benarkah berita yang papi dengar, papi tidak ingin menuduh, karena itulah papi bertanya langsung padamu."
Kali ini Kevin mengangguk.
Alex mengambil nafas perlahan, "lalu siapa istrimu, dan dimana dia sekarang?"
Kevin sungguh enggan untuk menjawab nya, lagi lagi ia teringat kebenciannya pada gadis yang kini sudah menjadi istrinya.
"Tidak penting siapa dia, karena abang juga tak menganggap serius pernikahan ini."
Alex terkejut mendengar jawaban Kevin, pernikahan itu bukan sebuah mainan, kenapa bisa bisanya Kevin menjawab seperti itu."Apa maksudmu?"
"Karena dia adalah gadis yang papi inginkan untuk jadi istriku, karena dia adalah anak dari wanita yang menyakiti mommy di masa lalu, karena di masa lalu ibunya sudah berhasil membuatku kehilangan kasih sayang mommy, tapi apa? alih alih melupakan justru papi menjaga anak dari wanita itu, dan lucunya lagi, papi ingin dia jadi istriku, jadi menantu mommy dan papi, apa dahulu papi begitu mencintai wanita itu??" Kevin tersulut emosi, ia sungguh tidak bisa diajak bicara baik baik jika menyangkut masa lalunya.
Deg … sesuatu dalam diri Alex seperti tercabik, bagaimanapun ia memiliki peran besar dalam runtuhnya pernikahan nya dengan Stella, dan sekarang mendengar Kevin kembali membicarakan masa lalu mereka membuat dadanya seperti tercabik cabik.
"Jawab pi, jangan diam saja, apa saat itu papi begitu mencintai wanita itu?" Kevin kembali mengulang pertanyaan nya.
"Iya … tapi … " kalimat Alex terhenti, karena Kevin buru buru memotong kata katanya.
Kevin tersenyum miris, hatinya masih terasa perih jika mengingat masa masa itu, setitik air mata jatuh dari kelopak matanya. "Hahaha … sudah kuduga, jadi karena itu papi menginginkan anak wanita itu, untuk jadi istri abang, karena papi masih mencintai ibunya, heh … sia sia saja kami membuat mommy bersedia kembali pada papi." Kevin mengusap air matanya, sebuah tekad tiba tiba tersemat di dadanya, "oke fine, kalau memang papi begitu menginginkan gadis itu, detik ini juga akan abang jemput dia, tapi jangan terlalu berharap, akan jadi seperti apa pernikahan kami," kevin berbalik menuju kamar mandi, tapi kemudian ia kembali mendekati Alex yang masih terdiam, "dan satu lagi, jangan coba coba membuat acara pernikahan mewah, karena kalau sampai itu papi lakukan, abang akan berubah menjadi monster paling menakutkan." Kalimat Kevin berakhir, disertai dengan hilangnya bayangan Kevin dibalik pintu kamar mandi.
"Tapi itu dulu, sebelum papi mengenal mommy kalian, setelah mengenal mommy kalian, papi seperti terhipnotis oleh nya, bahkan menyetujui perjodohan kami begitu saja, tanpa papi sadari mommy kalian benar benar berhasil duduk di singgasana hati papi, dan tak ada seorang pun yang bisa menggantikannya." Ucap Alex lirih, ia tadi ingin mengatakan itu, tapi tak memiliki kesempatan, karena Kevin sedang tersulut amarah.
...🌻🌻🌻...
pukul 16 petang Gadisya menyelesaikan pekerjaan nya di rumah sakit Kencana, hari ini tak begitu banyak pasien yang ia tangani, jadi ia sedikit santai dan bisa segera pulang.
Ia tertegun manakala menatap ke halaman rumah sakit, 'bukankah dia tampan sya,' Gadisya membatin, pria itu sedang tiduran di atas kap mobil nya, kedua tangan dan salah satu kakinya terbuka, sementara kaki satunya tampak tertekuk, matanya terpejam dengan wajah menengadah ke angkasa, sapuan angin memainkan rambut coklatnya.
Seakan sadar tengah diperhatikan Kevin membuka mata nya, ia pun melompat turun dari atas mobilnya.
Gadisya mendekatinya, "Ada perlu apa? mengurus perceraian?" Tanya nya ketika jarak mereka sudah dekat.
"Bukan, papi menyuruhku menjemputmu, jadi cepatlah bersiap."
"Tidak mau, aku akan tetap di sini, lagi pula tidak ada yang mengganti kan aku di rumah sakit ini." Tolak Gadisya.
"Aku sudah bicara dengan pak Ilham, mengenai rumah sakit, jadi kamu tak perlu khawatir, cepatlah, jika malam, jalanan akan lebih gelap."
"Sudah ku bilang aku tak mau, aku … " kalimat Gadisya terhenti manakala Kevin mencengkeram kedua lengannya. Pandangan Kevin tampak gelap dan berkabut emosi.
"Jangan banyak bertingkah dan sebaiknya cepat bersiap." Hardiknya tajam.
Seperti terhipnotis, Gadisya mengangguk pelan.
Karena takut dengan Kevin yang sedang dikuasai emosi, sore itu Gadisya berkemas dengan cepat, ia membawa baju baju yang ia butuhkan, dokumen pribadi dan beberapa berkas yang mungkin diperlukan, tidak sampai 2 jam mereka sudah berada di perjalanan menuju Jakarta.
Tak sempat berpamitan, pada para warga, karena hari menjelang malam, jadi tak ada juga yang melihat kepergian Gadisya dan Kevin.
Sepi menghampiri, yang terdengar hanya suara nafas kedua insan tersebut, "Jangan kamu pikir aku melakukan ini dengan sukarela, aku melakukan nya karena terpaksa, jadi seperti perkataan ku sebelumnya, jangan berharap pada pernikahan ini, karena aku tak sungguh sungguh ketika mengucap janji pernikahan, dan saat itu, kita sama sama terpaksa melaksanakan pernikahan ini."
"Iya … aku tahu, mau berapa kali kamu ulang kalimat itu, aku ingat dengan jelas setiap kata dan setiap kalimat menyakitkan yang kamu ucapkan, aku sudah bilang terserah kan, mau kamu bawa kemana pernikahan ini aku tak peduli, sandiwara pun tak masalah, kita berpura pura saja ketika di depan orang lain, tapi ketika hanya berdua, kita adalah orang asing, apa itu yang kamu inginkan?"
"Oke deal." Kevin menyetujuinya tanpa berpikir dua kali.
🤭🤭