"Aku bersedia menikahinya, tapi dengan satu syarat. Kakek harus merestui hubungan aku dan Jessica"
Bagaimana jadinya jika seorang pria bersedia menikah, tapi meminta restu dengan pasangan lain?
Akankah pernikahan itu bertahan lama? Atau justru berakhir dengan saling menyakiti?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dj'Milano, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps19. Malaikat penolong.
Dokter Irwan berjalan beriringan bersama keluarga Emeraldi menuju ruangan dimana Viona beristirahat. Nyonya Veronika sudah tak sabar ingin bertemu penyelamat anaknya.
"Siapapun dia, entah itu pria atau pun wanita, aku akan memberikan apapun yang dia minta dan memenuhi semua kebutuhannya. Bila perlu, aku akan mengangkatnya menjadi keluargaku." Batin Nyonya Veronika, mengingat kejadian hari ini begitu menegangkan. Wanita paruh baya itu sangat bersyukur ada orang berhati malaikat yang mau menolong anaknya.
Langkah kaki mereka semua terhenti di depan sebuah pintu ruangan, perlahan namum pasti, Dokter Irwan mengetuk pintu sebelum akhirnya memutar handle pintu.
"Suster! Kemana Nona pendonor darah tadi?" tanya Dokter Irwan, ketika mendapati ruangan itu hanya ada seorang suster yang sedang membereskan ruangan tersebut.
"Sudah pulang, Dok. Katanya ada urusan penting." sahut suter.
"Kenapa tidak ditahan, dia baru saja kehilangan banyak darah, bagaimana kalau dia pingsan dijalanan?"
"Sudah saya tahan, Dok. Tapi orangnya ngotot minta pulang. Katanya apapun yang terjadi padanya bukan lagi tanggung jawab kita" jelas suster sesuai ucapan Viona sebelum pergi.
"Ceroboh, apa jaminannya dia tidak akan menuntut kita?" Dokter Irwan merasa kesal sekaligus khawatir, mengingat kelakuan Viona yang meminta imbalan sebelum donor darah, tidak menutup kemungkinan gadis itu bisa menuntut pihak rumah sakit jika terjadi sesuatu padanya.
Ditambah lagi dengan pesan singkat dari David. Ah, kemarahan seperti apalagi yang akan ia terima dari David.
"Maaf Tante, ternyata orang sudah pergi sebelum kita sampai disini" Dokter Irwan merasa tak enak.
"Tidak masalah, kalo boleh, saya minta identitasnya, saya sendiri yang akan mencarinya nanti." Meski sedikit kecewa, Nyonya Veronika akan berusaha menemukan orang berhati malaikat itu.
"Baik, segera akan saya kirimkan pada pada, Tante."
Nyonya Veronika pun berpamitan pulang ke rumah.
****************
Viona menumpangi kendaraan umum, kepalanya masih sedikit pusing. Namun, semangatnya untuk kesembuhan sang nenek mengalahkan segalanya.
Viona menuju rumah sakit umum tempat biasa neneknya melakukan pencucian darah, Viona ingin bertemu dokter dan meminta neneknya segera dioperasi.
Setelah menempuh jarak hingga tiga puluh menit, Viona menghentikan angkot yang ia tumpangi tepat di depan rumah sakit. Gadis itu berjalan masuk, sepanjang koridor menuju ruangan dokter, senyum bahagia tak terlepas dari bibirnya.
Untunglah dokter sedang tidak menangani pasien, sehingga Viona bisa langsung menyampaikan niat baiknya.
.
.
Setelah berbicara dengan dokter, Viona bergegas pulang ke rumah. Operasi sang nenek telah dijadwalkan dua minggu lagi, Viona harus pulang ke kampung halaman nenek untuk menjemput salah satu kerabat yang telah bersedia mendonorkan ginjalnya pada Nenek Uti.
Sebelumnya, Viona telah menghubungi semua kerabat nenek dan salah satu yang kebetulan golongan darahnya sama dengan sang nenek bersedia mendonorkan ginjalnya.
Gadis itu kembali menumpangi angkot dan pulang ke rumah.
"Nek, Nenek." panggil Viona dengan suara sedikit meninggi, ketika sampai di rumah.
"Nenek disini, Nak. Jangan teriak-teriak nanti tenggorokanmu sakit" sahut sang nenek. Wanita tua itu sedang duduk dibangku panjang yang berada di taman belakang.
Rumah yang ditinggali oleh Nenek Uti adalah rumah yang diberikan oleh mendingan Kakek Volcan, rumah minimalis, hanya satu lantai. Namun, memiliki halaman depan dan tamba belakang yang cukup luas. Kakek Volca sengaja memilih rumah tersebut, agar nenek Viona tidak merasa pengap dan bosan.
Rumah itu juga dilengkapi dengan segala macam fasilitas, termasuk satu orang suster jaga dan satu orang asisten rumah tangga. Keduanya telah dibayar lunas hingga lima tahun kedepan.
Kakek Volcan juga membuat sebuah rekening khusu untuk Nenek Uti dan nomor rekening tersebutlah yang slalu dibawa Viona kemana-kemana.
"Selama yang Vio panggil itu, Nenek. Tenggorokan Vio akan baik-baik saja." Viona memeluk sayang nenek dari samping.
"Nenek udah makan?" tanya Viona sambil mendudukan pantatnya di samping sang nenek.
"Sudah, baru saja selesai. Kamu sudah makan belum? Ayok nenek temani" Dengan kondisinya sekarang hanya itu yang bisa nenek berikan untuk cucu kesayangan.
"Vio belum lapar, Nek. Nanti Vio makan, sekarang ada hal penting yang mau Vio bicarakan sama Nenek."
"Hal penting apa?" Nenek mengusap lembut rambut Viona sambil membetulkan anak rambutnya yang berantakan.
"Vio udah dapat uang untuk operasi, Nenek." Viona menggenggam erat tangan neneknya.
"Dari mana kamu dapat uang sebanyak itu, Nak?" tanya nenek.
"Da-dari" Viona enggan menjawab.
Nenek melepas genggaman tangan Viona, wanita tua itu mengubah posisi duduk dan menatap lurus kedepan.
"Nenek tidak butuh apa-apa lagi, nenek pun tidak butuh sebuh. Untuk apa nenek sembuh jika harus mengorban cucu nenek sendiri?" Air mata nenek mengalir membasahi pipinya. Nenek tua tidak ingin cucunya berkorban lagi demi dirinya.
"Nek, Vio sayang sama Nenek. Vio butuh nenek, Vio ingin hidup bersama nenek lebih lama" ucap Viona dengan nada bergetar.
Gadis itu berdiri dan duduk berjongkok didepan sang nenek. Viona kembali meraih kedua tangan neneknya.
"Dengarkan Vio, Nek. Kali ini Vio tidak mengorbankan diri apalagi berhutang"
"Kamu tidak berbohong pada, nenek?" tanya nenek dengan wajah sendu.
"Tentu tidak Nek, percaya sama Vio. Vio janji akan menceritakan semuanya pada Nenek, tapi setelah operasinya selesai" Viona berusaha menyakinkan neneknya.
"Maafkan Nenek karena selalu merepotkanmu"
"Suttt, jangan bicara begitu, Nek. Vio cucu Nenek, apapun akan Vio lakukan demi Nenek" Viona memeluk erat neneknya.
Nenek Uti merasa terharu, anak yang ia besarkan dengan penuh kasih sayang, kini telah membalas semua kebaikannya, bahkan lebih dari yang ia harapkan.
"Ayo masuk, temani Vio makan. Cacing diperut Vio udah teriak minta makanan" ajak Viona setelah melepas pelukan mereka. Kedua wanita beda generasi itu pun berjalan menuju meja makan.
.
.
.
Bobok Guys, lanjut besok lagi😅😅
Happy reading ya, semoga pada suka part ini.🥰🥰 Jempolnya jangan lupa digoyangkan.😅😅
berjuanglah sendiri jangan mengharapkan keluarga yg tak menganggapmu