Nancy tak menyukai kala sang papa menjalin hubungan dengan Dania yang dikenalkan sebagai calon istrinya. Nancy mencari tahu latar belakang Dania hingga akhirnya ia mengetahui kalau Dania masih berstatus sebagai istri orang! Ketika kebusukannya terbongkar Dania berkilah akan segera bercerai dengan suaminya yang sekarang, Putra Wardhana namun Nancy tak memercayai itu hingga akhirnya Dania dan Putra benar-benar bercerai. Selepas bercerai, Nancy mulai mendekati Putra untuk misi membuat Dania cemburu karena sang mantan suami kini dekat dengannya. Akankah misi Nancy akan berhasil?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidur Bersama
Nancy nampak menahan napasnya kala Putra tiba-tiba mencondongkan tubuhnya sangat dekat ke arahnya ditambah lagi pria itu juga mengulurkan tangan ke arah wajah yang sekilas seperti hendak melakukan sesuatu. Nancy kemudian menutup matanya namun ia tak merasakan apa pun kecuali tangan Putra yang menyentuh ujung bibirnya membersihkan noda yang tertinggal, padahal ia pikir Putra akan melakukan hal yang lain.
"Kenapa sampai menutup mata begitu? Kamu berpikir saya akan mencium kamu?" tanya Putra frontal.
"Siapa juga yang ngarep dicium sama kamu?!" seru Nancy yang langsung memalingkan wajahnya dengan kesal bercampur malu.
"Kalau memang gak kenapa-kenapa, itu wajahnya kok merah?" goda Putra.
Nancy makin kesal karena digoda oleh pria ini, ia baru tahu kalau Putra bisa menyebalkan seperti ini. Nancy tak mengatakan apa pun lagi dan malah sibuk dengan makanannya, ia meminta Putra untuk segera menyelesaikan makannya karena mereka tak punya banyak waktu. Tak ada percakapan kemudian yang terjadi di antara mereka hingga make up artist kembali untuk melakukan tugasnya. Kini Nancy dan Putra sudah ganti pakaian yang akan mereka kenakan saat acara resepsi ini.
"Kamu cantik," puji Putra.
"Diam," bisik Nancy.
"Apakah saya salah memuji kamu?"
"Diam."
Putra nampak terkekeh pelan saat melihat wajah Nancy yang sudah merah lagi, ia tak menyangka kalau mudah sekali untuk Nancy bisa digoda olehnya. Awalnya ia pikir Nancy tak akan mempan dengan perhatian atau kata-kata manis namun rupanya ia salah. Kini mereka berdua berjalan menuju pelaminan bersama dan mulai menyambut satu persatu tamu undangan yang datang ke acara pernikahan ini. Pernikahan ini tentu saja dihadiri banyak orang penting mengingat Hanggono adalah pengusaha kaya raya yang memiliki koneksi dengan beberapa orang di pemerintahan. Nancy dan Putra melempar senyum pada satu persatu tamu undangan yang hadir, Dania yang memerhatikan mantan suaminya bersanding di pelaminan bersama Nancy nampak kesal. Bukan karena ia masih mencintai Putra namun ia kesal karena Putra bisa menikah dengan Nancy yang merupakan anak dari Hanggono.
"Menyebalkan sekali," gumamnya.
"Dia itu mantan suamimu kan?" tanya Marita.
"Iya, dia itu Putra."
"Ya ampun, kamu gak bilang sama Mama kalau suaminya Nancy itu mantan suami kamu."
"Buat apa aku bilang? Orang gak penting kayak gitu, dia itu cuma mau manfaatin Nancy doang karena anak orang kaya. Dasar cowok matre."
****
Dania masih merasa kesal bukan main, ia bertekad untuk membuat pesta pernikahan yang lebih mewah dari pada pernikahan Nancy dan Putra. Bukan tanpa alasan ia ingin begitu, pernikahan Nancy dan Putra mendapatkan pujian dan decak kagum dari tamu undangan yang hadir di acara pesta itu dan kehadirannya dengan dandanan cantik nyatanya sama sekali tak bisa mengalihkan pesona Nancy sang pengantin yang sedang berbahagia di atas pelaminan bersama mantan suaminya yang juga melempar senyum mengejek.
"Mas, aku mau nanti pesta pernikahan kita jauh lebih mewah dari Nancy dan Putra," ujar Dania setelah Hanggono mengganti pakaiannya.
"Iya, kamu atur saja nanti maunya pesta pernikahan yang seperti apa."
Mendengar jawaban Hanggono barusan yang memberikan lampu hijau untuknya mengadakan pesta yang lebih mewah dibanding Nancy dan Putra tentu saja membuat semangat Dania makin menggebu, ia sudah tak sabar membuktikan pada mantan suaminya bahwa ia bisa mendapatkan yang lebih baik darinya.
****
Nancy dan Putra tidur di rumah Hanggono seperti yang sudah disepakati oleh mereka berdua bahwa selepas menikah, mereka akan tinggal di sini dan baru dua hari lagi mereka akan menginap di rumah kedua orang tua Putra di Semarang. Putra tak membawa banyak barang, semua pakaiannya ada dalam satu koper besar yang sudah ia taruh di dalam kamar Nancy. Nancy sudah selesai mandi dan melihat Putra yang tengah menata pakaiannya di dalam lemari yang sudah disiapkan untuknya.
"Mandi sana," suruh Nancy.
"Kamu nggak mau bukain baju saya?" goda Putra.
Nancy mendelik kesal dengan godaan Putra barusan, semakin lama pria itu semakin menyebalkan saja. Putra meraih handuknya dan kemudian segera menuju kamar mandi. Nancy sendiri tengah mengeringkan rambutnya dan mengoleskan krim malam ke wajahnya saat Putra sudah keluar dari dalam kamar mandi.
"Jangan bicara terlalu formal kalau di depan papa," ujar Nancy.
"Untuk saya saja?"
"Maksudnya saat ini, aku akan membiasakan bicara dengan bahasa yang tidak formal denganmu."
Putra hanya menganggukan kepalanya dan gegas tidur di kasur, Nancy mendelik saat Putra sudah berbaring di atas kasurnya.
"Siapa yang bilang kamu boleh tidur di kasur?"
"Kita sudah menikah, masa sih mau tidur terpisah?"
Nancy diam dan ia nampak ingin mengatakan sesuatu pada Putra namun seperti ada sesuatu yang mengganjal hingga ia tak bisa mengatakannya.
"Aku paham, kita tidur saja malam ini."
****
Tidak ada yang terjadi tadi malam antara Nancy dan Putra, mereka berdua hanya sama-sama tidur di ranjang yang sama. Nancy sudah bangun terlebih dahulu sebelum Putra bangun, pria itu nampak mengucek matanya dan menatap sekeliling yang mana Nancy sudah tak ada di kamar ini.
"Mungkin dia sudah bangun."
Putra gegas ke kamar mandi untuk mandi dan ganti pakaian, selepas itu ia turun ke lantai bawah mencari di mana Nancy berada.
"Bi, lihat di mana istri saya?" tanya Putra pada seorang asisten rumah tangga yang kebetulan melintas di dekatnya.
"Oh saat ini non sedang bicara sama bapak di dalam ruangan kerja bapak."
"Begitu rupanya."
"Mas Putra bisa duluan ke meja makan, sarapan sudah siap."
"Saya nunggu istri saya aja."
"Baik Mas, kalau butuh sesuatu bisa panggil Bibi saja."
Putra tersenyum menanggapi apa yang dikatakan oleh asisten rumah tangga barusan, ia kemudian menunggu di ruang tengah sampai Nancy selesai bicara dengan Hanggono. Ia kini sibuk bermain game di ponselnya hingga tak sadar kalau Nancy sudah berdiri di dekatnya.
"Kenapa gak makan dan malah di sini?"
"Aku menunggu kamu."
****
Putra menatap menu makanan yang tersaji di atas meja makan, semua makanan yang tersaji nampak begitu asing di matanya. Belum lagi alat makan yang hanya ada garpu dan pisau saja di sana.
"Papa dan aku terbiasa tak makan berat kalau sarapan, kami biasanya makan roti saja, kalau kamu mau makan berat nanti Bibi bisa siapkan," ujar Nancy yang melihat raut bingung di wajah Putra.
"Ah begitu, kalau begitu aku makan roti saja."
Putra perlahan mengoles selai di rotinya dan mulai memakannya, diam-diam Hanggono memerhatikan bagaimana cara Putra memakan roti itu.
"Apakah kamu selalu makan roti saat sarapan?" tanya Hanggono.
"Tidak, saya biasanya makan nasi tapi kalau buru-buru makan roti pun juga tak apa," jawab Putra.
"Selepas sarapan, kamu ikut saya ke ruangan kerja. Ada hal yang ingin saya bicarakan dengan kamu."