Gadis kutu buku tiba-tiba mendapatkan sistem play store yang menyatakan jika update bumi akan segera terjadi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon orpmy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perpisahan
"Mas Gilbran, kan?" tanya gadis nyentrik itu dengan sopan.
Gilbran Hani mengangguk pelan karena merasa canggung.
Tidak lama kemudian, sebuah mobil kuning milik Sekar datang.
"Mas Gilbran punya SIM, kan?" tanya gadis itu sambil duduk di kursi penumpang.
Gilbran menatapnya dengan heran. "Jangan bilang Anda ingin aku jadi sopir?"
"Ya, begitulah. Kenapa? Apa bayaran yang saya janjikan masih kurang?" Sekar berencana menambahkan bayaran, tetapi Gilbran segera mencegahnya. Akan jadi masalah jika dia menerima uang sebanyak itu hanya untuk menemani seorang gadis jalan-jalan.
Keduanya pun pergi menggunakan mobil, sementara valet yang sebelumnya menghina motor Gilbran terpaksa membawa kendaraan itu ke garasi.
***
Awalnya, Gilbran berpikir bahwa gadis itu memiliki sikap buruk, melihat dari penampilannya. Namun, semakin lama bersamanya, dia merasa bahwa Sekar benar-benar hanya ingin ditemani.
Tempat pertama yang mereka kunjungi adalah bioskop. Mereka menghabiskan dua jam menonton film.
Gilbran tidak dapat berkata apa-apa saat mendapatkan notifikasi dari bank yang memberitahunya bahwa ia baru saja menerima transfer sepuluh juta rupiah.
"Dia benar-benar membayarku..."
Seharian dia bekerja sebagai ojek dan pengantar makanan, hanya menghasilkan sedikit uang yang bahkan tidak cukup untuk membeli makanan bagi keluarganya.
Namun, kini, hanya dengan menemani seorang gadis menonton film selama dua jam, ia bisa membayar seluruh tagihan selama satu bulan.
"Baiklah, ayo kita pergi ke tempat selanjutnya. Kita akan ke karaoke!" seru Sekar penuh semangat.
Gilbran terkejut. "Eh? Kita masih lanjut?"
"Memangnya kenapa? Mas Gilbran nggak mau jalan lagi sama aku?"
Wajah ceria Sekar seketika murung.
Orang-orang di sekitar mulai berbisik-bisik. Mereka mengira bahwa Sekar hanyalah seorang gadis yang berniat memanfaatkan Gilbran.
"Lihat, gadis bertato itu pasti cuma mau ditraktir."
"Ih, penampilannya saja sudah begitu, eh malah suka manfaatin pria. Dasar penjilat."
"Kalau dia memang mau jadi penggali emas, seharusnya dia berdandan lebih baik. Aku yakin ada om-om kaya yang bakal tertarik padanya."
Mendengar pendapat orang-orang yang salah kaprah, Gilbran langsung setuju untuk menemani Sekar lebih lama.
"Yay! Kita ke karaoke, karaoke, karaoke!" Sekar bersorak girang seperti anak kecil.
Orang-orang di sekitar menertawakan Gilbran yang mereka anggap bodoh dan mudah tertipu. Namun, pemuda itu hanya menghela napas. Meskipun ingin menjelaskan, dia tahu itu hanya akan sia-sia.
Keduanya pun pergi ke tempat karaoke. Sekar memesan kamar termewah selama lima jam dan memesan banyak makanan serta minuman.
Gilbran semakin heran melihat lamanya waktu sewa dan banyaknya makanan yang dipesan Sekar.
"Nona Scarlett, apakah Anda berencana mengadakan pesta dengan teman-teman Anda?" tanyanya penasaran.
"Hah? Teman?" Sekar terdiam sejenak sebelum tersenyum pahit. "Aku tidak punya teman."
Raut wajahnya yang tiba-tiba murung membuat Gilbran merasa simpati.
"Kalau begitu, Mas Gilbran mau nggak jadi temannya Scarlett?" tanyanya penuh harapan, bahkan sampai memeluk lengan Gilbran, membuat pemuda itu panik.
"Eh... Ya... Yah, nggak apa-apa, asal kamu nggak minta pinjam seratus aja sih," balas Gilbran gugup, merasakan kehangatan Sekar yang membuat wajahnya panas.
"Ahahaha! Kak Gilbran lucu, deh," Sekar tertawa lepas, membuat Gilbran semakin tersipu malu.
Melihat keceriaan Sekar, Gilbran merasakan kontradiksi antara sifatnya dan penampilannya. Meskipun tampak seperti gadis nakal, nyatanya dia sama sekali tidak demikian.
"Dia adalah gadis yang baik... dengan selera yang aneh."
Keduanya pun bersenang-senang bersama. Awalnya, Gilbran menolak untuk bernyanyi, tetapi godaan uang membuatnya menyerah.
Sekar tidak bisa berhenti tertawa mendengar nyanyian pemuda itu.
"Suara angsa yang mau kawin saja lebih bagus dari nyanyianmu," ledek Sekar.
Gilbran yang tidak terima menantang Sekar untuk memperlihatkan kemampuannya.
"Oke, perhatikan baik-baik! Begini cara bernyanyi," ucapnya sombong.
"Sudah, nggak usah banyak basa-basi," dorong Gilbran, tidak sabar untuk membalas ejekan gadis itu.
Namun, ternyata Sekar memang pandai bernyanyi. Gilbran bahkan sampai menangis karena terharu oleh suara gadis itu.
***
{Pemirsa, telah terjadi serangan terhadap sebuah pabrik farmasi milik Oliman. Kelompok ekstremis yang dikenal sebagai The Bot diduga bertanggung jawab atas insiden tersebut, yang menyebabkan lebih dari 23 korban jiwa. Masyarakat diimbau untuk tetap waspada terhadap berita bohong yang disebarkan oleh kelompok ini di media sosial}
Saat sedang beristirahat, mereka menonton siaran berita itu.
"Wah, itu mereka..." gumam Sekar.
"Mereka siapa?" tanya Wira penasaran.
Ekspresi Sekar berubah sedikit meragukan. "Mas Gilbran nggak pernah main media sosial, ya? Mereka terkenal banget, loh."
Ia kemudian mulai menjelaskan tentang kehebohan yang terjadi di dunia maya akibat postingan akun The Bot.
"Bukankah itu berbahaya? Perusahaan Oliman dan orang-orang di belakangnya sangat berkuasa di negara ini," kata Gilbran, merasa heran.
"Kelihatannya mereka memang tipe orang yang suka menantang bahaya," sahut Sekar santai.
Gadis itu juga memperingatkan Gilbran untuk bersiap menghadapi sesuatu dalam lima hari ke depan, sesuai dengan informasi yang beredar dari The Bot. Namun, Gilbran yang skeptis memilih untuk tidak menanggapinya serius.
Setelah menghabiskan waktu bersama, keduanya akhirnya berpisah.
"Mas Gilbran, besok temenin Scarlett main lagi, ya?" pinta Sekar sambil tersenyum.
"Hah? Besok juga?" Gilbran terkejut mendengar gadis itu ingin mengajaknya keluar lagi.
"Memangnya kenapa? Mas Gilbran nggak suka, ya, jalan bareng Scarlett?" Sekar mendadak cemberut.
Tak ingin membuatnya kecewa, Gilbran buru-buru mengiyakan.
"Yey! Besok kita akan coba sesuatu yang lebih ekstrem!" seru Sekar penuh semangat.
"Ekstrem?" tanya Gilbran heran.
"Ehehe, itu masih rahasia!" jawab Sekar penuh misteri.
Setelah itu, Sekar kembali ke hotel, meninggalkan Gilbran yang masih bingung. Pemuda itu hanya bisa melambaikan tangan sebelum beranjak pergi.
Dalam perjalanan pulang dengan motor tuanya, pikiran Gilbran masih dipenuhi oleh perbincangan mereka sebelumnya, terutama tentang Oliman.
Dia masih menyimpan kebencian terhadap perusahaan itu. Ayahnya dulu bekerja di sana sebelum meninggal secara misterius, dan perusahaan bahkan tidak memberikan santunan, membuat keluarganya terpuruk dalam kemiskinan.
Tanpa ia sadari, sebuah mobil telah mengikutinya sejak ia meninggalkan Grand hotel, hingga akhirnya sampai ke rumahnya.
Saat kembali ke rumah, Sekar mendapati Crow telah pulang bersama pasukannya.
Keletihan yang Crow rasakan segera tergantikan oleh kebahagiaan saat bertemu dengan Sekar. Mereka pun memutuskan untuk beristirahat setelah hari yang melelahkan.
Keesokan harinya, aktivitas mereka semakin sibuk. Sementara Sekar menikmati waktunya, Crow terus melancarkan serangan terhadap berbagai bisnis yang memiliki hubungan dengan Oliman.
Kali ini, sasaran mereka adalah sebuah klub malam yang memiliki ruang bawah tanah yang digunakan sebagai tempat perdagangan manusia.
Seperti biasa, Crow tanpa ragu menghabisi semua orang yang terlibat setelah berhasil mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Setelah itu, ia membebaskan para korban penculikan, yang sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak.
Di sisi lain, Sekar dan Gilbran mengunjungi berbagai tempat berbahaya, seperti lokasi penjualan senjata, arena pertarungan ilegal, serta Continental—sebuah tempat bagi para pembunuh bayaran untuk menawarkan jasanya.
Hari demi hari, pengaruh Oliman semakin merosot akibat serangan bertubi-tubi yang dilakukan oleh The Bot. Perusahaan itu mengalami kerugian besar karena kehilangan banyak sumber daya dan pendapatan.
Selain itu, opini publik mulai berbalik mendukung The Bot, membuat semakin banyak orang berani mengungkapkan keluhan mereka terhadap perusahaan tersebut.
Seiring waktu, kemunculan anomali menjadi lebih sering terjadi. Namun, perhatian masyarakat tetap terfokus pada kehancuran Oliman dan kroni-kroninya, sehingga kabar tentang anomali tersebut luput dari sorotan utama.
★
"Mas Gilbran, ini hadiah dari Scarlett." Sekar menyerahkan beberapa lembar kain kepada Gilbran.
"Jas hujan?" Gilbran menatapnya dengan bingung.
"Iya, karena besok akan ada bencana. Lebih baik Mas Gilbran tidak pergi kuliah dan mulai mencari tempat tinggal di lantai yang lebih tinggi," ujar Sekar memberi peringatan.
"Kamu membahas ini lagi?" Gilbran masih meragukannya.
"Dengar, lebih baik bersiap daripada menyesal nanti," Sekar mencoba meyakinkannya.
"Bukannya peribahasa yang benar bukan seperti itu?" tanya Gilbran, merasa ada yang janggal.
"Itu karena dalam situasi ini, tidak ada kesempatan kedua," jawab Sekar dengan tatapan serius.
Gilbran sedikit terkejut. Ia tidak menyangka gadis yang biasanya ceria itu bisa menampilkan ekspresi yang begitu serius.
Setelah perpisahan itu, Sekar tidak yakin apakah dirinya akan bertemu lagi dengan Gilbran atau tidak, mengingat besok bencana besar akan terjadi.
"Aku sudah melakukan yang terbaik untuk memperingatkannya. Jika dia tetap tidak selamat, maka itu adalah takdirnya."
Sekar kemudian masuk ke hotelnya. Ia berencana menghabiskan waktu selama bencana dengan mengurung diri di kamarnya dan bermain game.
___________________________________________
Author: Jahan lupa tinggalkan komen