Aluna, gadis berusia delapan belas tahun dengan trauma masa lalu. Dia bahkan dijual oleh pamannya sendiri ke sebuah klub malam.
Hingga suatu ketika tempat dimana Aluna tinggal, diserang oleh sekelompok mafia. Menyebabkan tempat itu hancur tak bersisa.
Aluna terpaksa meminta tolong agar diizinkan tinggal di mansion mewah milik pimpinan mafia tersebut yang tak lain adalah Noah Federick. Tentu saja tanpa sepengetahuan pria dingin dan anti wanita itu.
Bagaimana kehidupan Aluna selanjutnya setelah tinggal bersama Noah?
Langsung baca aja kak!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 26
Di tengah jalanan yang sepi, Aluna menjinjing tasnya sambil melangkah pelan. Udara malam yang dingin menghembus wajahnya.
Aluna sesekali berhenti, duduk di sebuah halte untuk mengistirahatkan kaki sebelum melanjutkan perjalanan kembali.
Beruntung, tidak ada orang jahat yang mengganggunya di malam itu.
Aluna terus melangkah tanpa tujuan yang jelas, pikirannya dipenuhi berbagai kenangan yang membuatnya tersesat dalam lamunan. "Sekarang aku harus kemana?" Aluna mendongak menatap langit malam yang kelabu.
"Sepertinya akan turun hujan," lirihnya, seakan berbicara pada dirinya sendiri.
Langkah kakinya akhirnya membawanya ke sebuah taman yang cukup terang oleh lampu jalan. Ia berdiri di bawah salah satu lampu, merasakan kehangatannya yang kontras dengan dinginnya malam.
Benar saja, tidak lama kemudian gerimis mulai turun, rintik air hujan itu jatuh membasahi wajah Aluna yang menengadah.
Gadis itu mengulurkan tangan, merasakan tetesan air hujan di telapak tangannya. "Sudah lama aku tidak melihat hujan sejak saat itu," gumamnya, sambil samar-samar mengingat masa kecilnya.
Dulu, paman tidak pernah mengizinkannya keluar rumah, bahkan hanya untuk sekedar melihat atau bermain dengan air hujan.
Ia tersenyum miris mengingat masa-masa itu. "Kenapa hanya anak laki-laki itu yang tidak bisa aku ingat wajahnya? Apa aku punya kenangan buruk dengannya? Ataukah memang ingatanku bermasalah?" Aluna memejamkan mata, mencoba mengingat semua kenangan masa kecilnya bersama sang kakak.
"Sakit..." bukan ingatan yang muncul, melainkan kepala Aluna malah berdenyut nyeri.
Di benak Aluna, terdengar suara seorang gadis kecil yang berbicara dengan seorang remaja laki-laki.
‘Berjanjilah, Kak, saat hujan nanti kita akan bermain bersama-sama. Aku suka berada di bawah rintik hujan.’
‘Tentu saja, aku juga berjanji padamu. Saat kita dewasa nanti, aku akan membawamu pergi untuk melihat salju. ’
Suara anak laki-laki itu terdengar jelas dalam ingatannya, diiringi dengan senyumannya yang hangat.
Beberapa kepingan ingatan masa lalu Aluna mulai terlintas kembali dan terngiang di telinganya.
"Kakak? Kakak siapa?" gumamnya kebingungan. “Ayolah, coba ingat kembali!” Aluna memukul kepalanya sendiri dengan frustrasi.
"Kenapa aku tidak bisa mengingatnya? Apa kepalaku harus terbentur dulu baru aku ingat semuanya?" tanya Aluna pada dirinya sendiri.
"Ya, mungkin itu lebih baik. Menghilang sekalian saja dari dunia ini!" Aluna berkata lirih dan kembali memutar tubuhnya menikmati air hujan yang semakin deras.
Air mata bercampur dengan air hujan yang membasahi wajahnya, memberikan rasa lega sekaligus perih yang mendalam di hatinya.
Sementara itu, di tempat yang sama namun dengan lokasi yang berbeda dan tidak jauh dari tempat Aluna berada, Noah sedang duduk merenung seorang diri.
Setelah keluar dari klub malam, ia memutuskan untuk mampir ke taman yang sepi itu.
Noah duduk di kursi kayu yang ada di sana.
"Keluar kalian!" seru Noah tiba-tiba, merasa sejak tadi ada yang mengikutinya.
Dari balik semak-semak, beberapa bodyguard muncul dengan wajah tertunduk ketakutan.
"K–kami disini, Tuan."
"Kenapa kalian mengikuti aku? Tidak bisakah kalian membebaskan aku sehari saja?" geram Noah dengan suara penuh keputusasaan.
Tatapannya menyapu satu persatu pria botak yang berdiri di depannya, lalu menghela nafas kasar. Meski sudah memiliki segalanya, hidup Noah terasa semakin terkekang dan hampa.
Noah merindukan kebebasan yang dulu pernah dimilikinya, sebelum semua tanggung jawab dan tekanan datang menghampiri dirinya.