Tampan, kaya, pintar, karismatik mendarah daging pada diri Lumi. Kehidupan Lumi begitu sempurna yang membuat orang-orang iri pada kehidupannya.
Hingga suatu hari Lumi mengalami kecelakaan yang membuat hidupnya berada ditengah garis sial atau beruntung?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mesta Suntana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 5 - GIFT = PUNISHMENT
Semua anggota kini mulai menunggu di ruang tamu utama. Akari sedang diperiksa oleh Hema di kamarnya. Artemis mulai cemas matanya mulai berkaca-kaca. Arguro mengusap lembut pipi chubby Artemis.
" Tidak apa, Kakek akan baik - baik saja. Paman adalah dokter terbaik. " Arguro memeluk Artemis untuk menenangkannya.
Langkah kaki terdengar dari luar ruang tamu utama. Semua anggota keluarga langsung memandang ke arah suara itu. Tak lama Hema terlihat suara langkah itu darinya. Wajah Hema begitu semrawut, Dia mencoba menenggelamkan dirinya dalam sofa. Senggalan nafas panjang keluar begitu kasar.
" Kakek tidak apa, Dia baik-baik saja. " Ucap Hema menenangkan Artemis yang terlihat cemas. Semua yang di sana bernafas lega.
" Kakek bilang kalian boleh pulang, kecuali Lumi. " Hema memandang Lumi yang berdiri di sudut perapian. Tidak hanya Hema tapi yang lain pun menatap heran dan terkejut.
Kenapa hanya Lumi?
Lumi yang mendapat tatapan itu hanya menghela nafas, Dia tidak merespon apa pun. Lumi berjalan dan membaringkan dirinya di sofa panjang. Hema mengerti, tindakan Lumi Dia anggap sebagai jawaban setuju.
" Tunggu kenapa hanya anak ini yang di sini? " Leta memberontak.
" Berhentilah Leta, biarkan Ayah ingin berbicara dengannya. Tadi sudah cukup kacau, jangan memperpanjang kembali. " Tegas Piter mencoba memberi saran kepada Leta.
Wajahnya masih terlihat kesal namun, dia paham dan langsung bungkam. Arguro yang memahami situasi sekarang, dengan cepat Dia berdiri dan memegang tangan Artemis. Artemis yang mengetahui itu mengerti. Dengan cepat Artemis mengambil tasnya dan berdiri. Tanpa basa - basi Arguro dan Artemis meninggalkan ruang tamu utama. Begitu juga dengan Ibu dan Ayahnya ikut mengiringi.
Hanya sisa Hema dan Lumi. Lumi yang terbaring di sofa dengan lengan kirinya menutup kedua matanya. Hanya hidung mancung dan bibir tebal yang terlihat. Badannya sangatlah bidang ketika kancing kemeja atas terbuka 3 kancing. Hema baru menyadari bahwa Lumi kini sudah sebesar ini dan juga semenakutkan itu. Melihat kejadian tadi Hema merasa tidak akan macam-macam pada Lumi. Bulu kuduknya merinding seketika.
" Kau tidak pergi? " Hema terkejut, rasanya seperti ada jentikan pada matanya.
" Tidak, Kakak masih tetap di sini sampai Kakek terbangun. " Jawab Hema.
" Terserah " Hema hanya tersenyum lembut.
" Hei, berhentilah menatapku! Aku benci biarkan aku sendiri. " Gerutu Lumi.
Hema mulai menghampiri Lumi yang sedang berbaring.
" Apakah kau lelah sayang? " Kalimat itu terucap bersamaan dengan tangannya yang mengusap dada bidang Lumi. Lumi yang merasakan sensasi itu langsung terbangun dengan bulu kuduknya yang sudah berdiri. Secepat kilat Lumi menjauhkan dirinya dari Hema. Hema hanya tersenyum geli melihat Lumi seperti kucing yang melihat musuhnya.
" Ayolah! Aku hanya penasaran dengan dada bidang mu itu. Itu terlihat luar biasa. " Wajah Lumi seketika suram mendengarnya rasanya ingin muntah. Mulutnya hanya bisa ternganga tak percaya. Lumi dengan cepat mengancingkan bajunya.
" Kau gila bagaimana kau bisa berkata seperti itu? Kelainan seksual ya Kau? Makannya cepat nikah sana! Dasar Gay. " Gerutu Lumi pada Hema.
"Oh satu lagi berhenti meenyebut " Kakak " Kau bukan kakak ku, jijik aku mendengarnya. " Keluh Lumi yang membuat Hema semakin ingin menjahilinya.
Mata Hema yang seperti melihat mangsa membuat Lumi ketakutan. Lumi kini seperti kucing yang mendesis melihat musuh. Ancang-ancang Hema siap menerkam Lumi. Sementara Lumi bersiap - siap untuk kabur dari Hema.
1, 2, 3, ..... Hap!
Lumi diterkam Hema dan pingsan mengenaskan di tempat.
......................
Waktu sudah menunjukkan jam 3 pagi. Lumi merasa berat pada pinggangnya. Setelah Dia telaah begitu terkejutnya Lumi melihat Hema yang tidur memeluk pinggangnya. Loading kini berputar di kepala Lumi.
"Jadi semalam kita tidur berpelukan. " Seketika sekujur tubuh Lumi merinding, lalu Dia menendang Pamannya itu dari atas kasur.
Bughh!
Hema terjatuh begitu keras, tapi Dia tetap tidur. Itu menambah ke anehan Pamannya dalam list Lumi. Setelah melihat Pamannya yang tersungkur, dari ambang pintu Kakek sudah memperhatikan Lumi. Lumi sedikit terkejut, mata Lumi kembali dingin dan datar.
......................
Begitu banyak rak buku dan juga berkas di sini. Tepat di ujung di samping jendela Kakek sedang duduk di kursinya. Ini ruang kerja atau ruang pribadi Kakek. Kini kami saling berhadapan dengan Kakek yang duduk di kursi.
" Aku tidak mau. " Satu kalimat meluncur begitu mulus dari mulut Lumi.
" Tapi kau harus. " Tegas Akari.
" Kenapa aku? Berikan saja semua pada wanita tua itu! Aku tidak mau menerima ini! "Tolak Lumi tegas.
" Kau tidak bisa menolaknya, ini adalah takdir mu, Kau harus terima itu. Kau adalah cucu pertama ku dan anak semata wayang Ares. " Pinta Kakek pada Lumi.
" Lalu.. apa hubungannya, masih ada yang lain yang lebih baik. Dan... "
" Lumi hanya Kau yang pantas menduduki tempat ini, Kau mewarisi darah Ayah dan Ibu mu. Apakah Kau tidak mau membuktikan bahwa Kau adalah Anak terbaik dari orang tua mu? " Lumi seketika terdiam mendengar hal itu.
Akari tahu kelemahan Lumi hanya pada orang tuanya. Terpaksa Dia harus melakukan hal itu, karena hanya Lumi yang pantas meneruskan perusahaan ini.
"Apakah Kakek sedang mempermainkan ku? " Wajah Lumi seketika terlihat sedih.
" Kakek tidak mempermainkan mu. Ini adalah takdir yang Kau miliki, sudah menjadi ikatan antara orang tuamu. Kau harus bisa bertanggung jawab seperti Ayahmu. Kau harus memperbaiki kekosongan setelah Ayahmu tiada. Kau harus menggantikannya. Buktikan kau adalah keturunannya yang membanggakan. Apakah Kau tahu Ayahmu selalu bangga padamu. Sekarang kau mencoba untuk kabur hanya karena kehangatan hilang dari diri mu. Kau tidak tahu seberapa gelap dunia yang Ayahmu tempuh. Kau mewarisi kepintaran Ayahmu dan kau menyia-nyiakan itu. Kau sama aja meruntuhkan kerja keras Ayahmu. " Wajah datar dan kebingungan terlukis pada Lumi.
" Buktikan pada Bibimu kau mampu dan mungkin Kau tahu bagaimana Ayahmu meninggal. " Bisikan Kakek pada telinga Lumi membuat sekujur tubuhnya gemetar. Sekelibat petir menyambar otaknya. Kewarasan Lumi sedang di pertahankan.
" Pikirkanlah! " Kakek pun pergi melenggang keluar meninggalkan Lumi sendirian.
Rasa sesak kini mulai mencekik Lumi. Perasaan terdesak dan jantung berdebar-debar membuat Lumi terduduk. Nafas Lumi terpenggal - penggal. Lumi mulai terduduk lemas, tangannya terus meremas dadanya mencoba untuk menenangkan diri. Selain itu Lumi pun mencoba merapihkan benang-benang kusut dalam pikirannya. Lumi takut gila, Dia berjuang mempertahankan kewarasannya. Matanya yang basah menahan sakit sesak. Lumi mencoba tenang. Dia mulai menarik nafas perlahan.
Lumi yang malang sendiri dalam kesakitan dan mencoba menyembuhkan lukanya sendiri. 30 menit berlalu Lumi sudah lebih baik walaupun lemas masih Dia rasakan.
...Takdir ini seperti belenggu pada tangan ku. Aku ...
...terpenjara di dalamnya. Tak bisakah Kau melepaskan Ku. Tidak ada hangat yang menemaniku. ...
...Apakah ini hadiah yang Kau maksud? Hadiah ini seperti hukuman bagiku. ...
...Apakah Ayah dan Ibu mengharapkan anakmu seperti ini?...
... Bahkan hal itu tidak bisa kutanyakan ada kalian. ...