Kesempatan kembali ke masa lalu membuat Reina ingin mengubah masa depannya yang menyedihkan.
Banyak hal baru yang berubah, hingga membuatnya merasakan hal tak terduga.
Mampukah Reina lari dari kematiannya lagi atau takdir menyedihkan itu tetap akan terjadi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Redwhite, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kejadian yang beralih
Reina menatap Elyana tak percaya, tapi mata gadis itu penuh dengan permohonan. Sedangkan Edwin pemuda itu justru mendesah, berharap Elyana tak mengatakan kalimat itu tentu saja.
Namun sebuah senyum tipis terukir di bibir tipis Reina. Kali ini dia akan mengabulkan keinginan gadis itu.
"Tentu saja. Anggaplah sebagai ucapan terima kasihku karena kamu udah bantu Edwin mencarikan gaun indah ini untukku," balas Reina ceria.
Mata keduanya membulat sempurna, mereka terkejut bukan main. Elyana tentu senang, ia tak peduli jika penilaian Reina padanya jelas salah besar.
Kemarin saat dia dan Edwin menghabiskan waktu di tempat karoke di sebuah Mall, Edwin tiba-tiba melihat sebuah butik yang memajang berbagai gaun indah.
Saat didekati, ternyata Edwin berkata ingin membelikan Reina gaun agar bisa menghadiri pesta ulang tahun ayahnya kali ini.
Biasanya Reina hanya mengenakan pakaian biasa. Meski mencoba yang terbaik, Edwin tahu bahkan pakaian Reina tak layak dikenakan untuk acara perayaan yang orang tuanya selenggarakan.
Terlebih lagi, ibunya biasanya meminta Reina membantu di belakang dari pada muncul di hadapan orang banyak.
Namun saat mendengar jika orang tuanya meminta Reina pada keluarganya. Jelas Edwin harus mulai mengenalkan Reina pada keluarga besar dan juga koleganya.
Elyana lantas mendekati Edwin setelah Reina berlalu dari hadapan mereka.
"Ka, makasih ya udah izinin aku ikut—"
"Sudahlah Elyana, semua itu karena persetujuan Reina. Aku harap kamu menjaga sikap kalau enggak, aku ngga mau lagi dekat dengan mu," ancam Edwin serius, tapi di tanggapi malas oleh Elyana.
Elyana hanya mengerucutkan bibirkan kesal, apalagi setelah kemarin dia pikir sudah bisa membuat Edwin sedikit membalas perasaanya, tapi pemuda itu tetap saja kaku seperti biasanya.
Reina muncul dengan menggunakan gaun yang Edwin berikan. Gaun berwarna biru dengan bawahan memayung memberi kesan manis ketika dikenakan oleh Reina.
Sial, aku pilih gaun yang kukira sangat norak, kenapa dipakai dia jadi bagus ya.
Edwin juga sepertinya setuju dengan pikiran Elyana. Pemuda itu menatap tanpa kedip pada kekasihnya.
Reina menoleh saat mendengar suara seseorang berdecih, ternyata itu ibu tiri serta sang ayah yang membawa sesuatu di tangan kanannya.
"Ini, berikan ini sama Om Darmono, sampaikan salam ayah juga," pinta Hendro sembari memberikan kotak itu pada Reina.
Reina menerima lalu mengangguk. Dia merasa tak perlu lagi meminta izin, sebab ayahnya jelas tahu ke mana ia akan pergi.
"Mih, pih, aku juga akan ikut mereka. Kak Reina ingin ditemani, boleh ya?"
Mata Reina memicing. Dia menatap Elyana dengan tajam.
Apa katanya? Meminya dia ikut? Dasar medusa, bukannya kamu yang tadi merengek? Menjijikan sekali drama yang kamu buat.
"Apa enggak merepotkan nak Edwin?" Hendro meminta persetujuan pemuda itu. Yang ia tahu keluarga pemuda itu hanya mengundang Reina, jika Elyana ikut, takutnya dirasa kurang sopan.
"Apa sih pih, kenapa papih ngomong kaya gitu. Mana ada anak kita yang cantik ini menyusahkan orang," puji Meike secara berlebihan pada putrinya.
Edwin terperangah tak percaya, ternyata Elyana memang seburuk ucapan Reina. Gadis itu senang sekali membalikan fakta.
Apalagi saat ibunya memuji secera berlebihan, terlihat sekali jika gadis itu merasa senang, benar-benar seperti seorang anak kecil.
Astaga kenapa bisa kemarin aku terpesona pada Elyana. Sikapnya sungguh mengerikan.
"Ayo ka!" ajak Elyana sembari menggandeng Edwin. Ia lupa jika Edwin adalah kekasih saudari tirinya.
Refleks Edwin melepaskan cekalan tangan Elyana dan memandang Reina dengan gugup.
Elyana juga mengikuti arah pandang lelaki itu, kesal karena genggamannya dilepaskan begitu saja, tapi juga senang karena tak sengaja bisa menyakiti hati Reina.
Reina sendiri tak peduli, dia memilih berlalu melewati keduanya.
Saat sampai di parkiran, Edwin bergegas meninggalkan Reina menuju mobilnya.
Ia membuka pintu mobil untuk kekasihnya, tapi yang menyebalkan Elyana langsung duduk di samping kemudi dengan tanpa perasaan bersalah.
"Hehehe ... Aku ikut mobil kalian aja ya?"
"Elyana tolong jaga sikapmu, atau aku membatalkan rencanamu untuk ikut dengan kami," ancam Edwin yang mulai frustasi dengan sikap provokasi Elyana yang terang-terangan.
"Tapi ka—"
"Kalau kamu mau ikut, silakan duduk di belakang, atau kamu bisa datang dengan mobilmu sendiri!" kecam Edwin lagi.
Reina tersenyum tipis, dalam hati sedikit puas karena Edwin sepertinya mampu menindak sikap kurang ajar Elyana.
Saat Elyana hendak menurunkan kakinya, dia segera mencegahnya.
"Biarkan dia duduk di depan, lagi pula kepalaku sedikit sakit, lebih baik aku di belakang," elak Reina.
Dia menikmati pertunjukan di mana Elyana di marahi oleh Edwin, tapi tentu bukan karena dirinya mau duduk di depan bersama pemuda itu.
Jika dulu, dirinya pasti sudah marah-marah dan membuat keributan hingga berakhir Edwin melihat sikapnya yang bar-bar pada Elyana.
Sekarang gadis itu memilih mengabaikan sikap kurang ajar Elyana dan membuat Edwin melihat topengnya yang licik.
Kejadian ini sama seperti mereka hendak berkencang dulu kala, tapi sekarang terjadi di kejadian mereka hendak ke acara keluarga Edwin.
Banyak kejadian berubah, tapi beberapa kejadian masuk ke kejadian lainnya, begitulah yang Reina tanggap.
Ingatannya kembali saat kejadian seperti ini, di mana dengan teganya Edwin memilih meninggalkannya dan mengajak Elyana dengan dalih menebus kesalahan yang ia perbuat.
Andai, dia berbuat barbar seperti dulu, apa kemungkinan Edwin batal mengajaknya dan memilih mengajak Elyana saja?
Senyum tipis terukir di bibir Reina. Sepertinya dia salah strategi, bukankah dia malas datang ke pesta, kenapa dia tak membuat keributan ya tadi.
Jika saja terjadi keributan dan Elyana yang datang, mungkinkah ibunda Edwin akan terpikat juga dengan Elyana dan beralih menginginkan gadis itu?
Ah, andai saja. Pikirnya. Jika begitu akhirnya, lalu dia akan bagaimana? Akankah dia mendapatkan biaya pendidikannya dari sang ayah? Reina meragu.
Jika sekarang dia melakukan pertengkaran dengan Elyana, belum terlambatkan?
.
.
.
Lanjut