Bianca Adlova yang ingin hidup tenang tanpa ada kemunafikan.
Dia gadis cantik paripurna dengan harta yang berlimpah,namun hal itu tidak menjamin kebahagiaannya. Dia berpura-pura menjadi gadis cupu hanya ingin mendapatkan teman sejati. Tapi siapa sangka ternyata teman sejatinya itu adalah tunangannya sendiri yang dirinya tidak tau wajahnya.
Lalu bagaimana Bianca akan terus menyembunyikan identitas aslinya dari teman sekolahnya? Apakah dia akan kehilangan lagi seseorang yang berharga dalam hidupnya? ikuti kisahnya disini.
Selamat membaca🥰🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alkeysaizz 1234, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menolak Perjodohan
"Cuih..dasar sampah! apa elo udah bosen hidup Aluna!?" katanya begitu kasar penuh dengan tekanan.
"Jangan ikut campur lo! kita gak punya urusan sama elo!! " Jojo terkekeh lalu mengusap pipinya yang terasa perih.
"Tapi sekarang jadi urusan gue! karena elo berani ngebully si cupu teman sekelas gue!"
Aluna hanya menatap Jojo sejenak lalu pandangannya ia alihkan pada Bianca.
"Sekarang kalian pergi! jika enggak, gue laporin semua perbuatan kalian ke kepsek!" ancam Jojo tak main-main.
"Hhh.. emang elo punya bukti? " tantang Aluna dengan senyum meremehkan.
Jojo hanya bersikap santai lalu merogoh ponselnya yang berada di saku celana, lalu memutar sebuah Vidio.
"Ckk.. Sialan lo! " desis Aluna begitu kesal, Jojo memperlihatkan rekaman Aluna saat merundung Bianca tadi.
"Jadi...! "
"Iya! gue pergi!!" potong Aluna yang nyalinya menciut dengan ancaman Jojo.
" Urusan kita belum selesai, cupu!" teriak Aluna saat pergi menjauh bersama kedua temannya.
Jojo menghela nafasnya pelan lalu berbalik menghadap Bianca.
"Elo gak apa-apa kan, cupu?! " tanyanya penuh ke khawatiran. Bianca hanya mengangguk lalu menatap pipi Jojo yang merah.
"Apa rasanya sakit?! " tangan Bianca spontan mengayun hendak menyentuh pipi Jojo yang langsung pemuda itu tahan.
"Gue baik-baik aja, sekarang yang harus elo pikirin itu diri elo sendiri! Apa elo akan pulang dengan keadaan seperti ini?!"
Bianca lalu menundukkan kepalanya, menatap keadaan pakaiannya yang basah kuyup, lalu baju putihnya yang berwarna tak karuan membuat nafasnya berat.
"Dimana rumah lo? biar gue antar."
"Gak usah! gue bisa pulang sendiri ko'.. " tolak Bianca tegas.
"Kenapa? rumah lo jelek? atau elo takut di sangka yang enggak-enggak karena pulang sama cowok dengan keadaan elo yang seperti ini?! "
Bianca mengangguk cepat membuat Jojo kembali menatap.
"Gak bisa! gue gak mungkin biarin elo pulang sendirian! gue akan antar elo pulang!" paksanya sambil membuka jaket dan memakaikannya pada Bianca.
"Tapi... "
"Udah jangan membantah! cepat naik ke motor gue, biar nanti temen gue yang ambil motor lo dan membawanya ke bengkel! " katanya lagi bersikeras membuat Bianca bingung untuk mencari alasan.
Lima belas menit mereka berlalu mengitari jalanan membuat Jojo bertanya kembali.
"Dimana rumah lo?! " Bianca langsung tersentak dan seketika membuyarkan lamunannya saat ini.
"Ah,, oh,, belok kiri" jawab Bianca asal.
Gak mungkin juga kan dia menunjukan rumah aslinya yang megah dan mewah bagai istana.
Jojo menghentikan motornya lalu menatap sekeliling.
"Elo yakin sekitaran sini rumah lo?"
Bianca langsung mengedarkan matanya, menatap tempat yang tadi ia sebutkan. Tak ada apapun disana, hanya lahan kosong yang penuh dengan ilalang.
Bianca tersenyum hambar, otaknya mulai bekerja cepat mencari alasan yang lebih masuk akal.
"Rumah gue di sekitaran sini, cuman harus lewat jalan setapak dulu baru bisa sampai" bohongnya.
"Apa elo yakin? " Bianca kembali mengangguk, penuh keyakinan dan langsung turun dari motor milik Jojo.
"Sekarang elo pulang aja, Jo. Soal jaket besok gue balikin setelah gue cuci bersih, " ujar Bianca lagi kikuk.
"Tapi beneran kan kalau rumah lo di sekitaran sini?! " Tanya Jojo sekali lagi meyakinkan.
"Ya iya lah, Jo! udah lo cepat sana pulang?! " usir Bianca yang sudah kehabisan kata untuk berbohong.
Jojo pun akhirnya menjalankan motornya, meski sesekali menatap ke arah Bianca yang masih berdiri di sana sambil melambaikan tangan.
Setelah motor menjauh, Bianca segera menghembuskan nafasnya dengan lega, lalu segera merogoh ponselnya dan menelpon pak Wira agar menjemput dirinya di lokasi yang sudah ia share ke dalam ponsel miliknya.
"Repot juga kalau kejadiannya begini! bisa-bisa ketahuan gue. "
Akhirnya pak Wira sampai juga di lokasi, beliau langsung turun dari mobil dan membuka kan pintu. Dengan cepat Bianca langsung masuk dan mobil hitam pun berjalan meninggalkan tempat tersebut.
Sesampainya di rumah, Bianca langsung masuk ke dalam kamarnya dan segera mengunci pintu, seluruh pakaiannya ia buka dan langsung pergi ke kamar mandi.
"Sialan juga si Aluna! udah bikin baju kesukaan gue kotor!"
Desis Bianca terus menggerutu saat dirinya berada di bawah guyuran air shower. Terdengar samar-samar suara pintu kamarnya di ketuk di iringi panggilan seseorang.
"Bianca sayang!"
"Mamah..? " tanyanya heran, tak seperti biasanya mamah Bianca pulang lebih cepat.
Dengan segera ia pun menyelesaikan acara mandinya dan melilitkan handuk menutupi area dada dan juga kewanitaannya lalu membuka pintu.
"Ada apa mah? tumben mamah pulang cepat?! " tanyanya sambil duduk di kursi depan cermin, ia mulai mengeringkan rambutnya yang basah dengan pengering rambut.
"Mamah cuman kangen aja sama kamu, sayang. Apa gak boleh? " Bianca hanya tersenyum lalu membalikan badannya menghadap sang mamah yang bernama Laura.
"Boleh banget dong mah! bahkan Bianca pun merasakan hal yang sama" serunya dengar riang.
Laura langsung memeluk putrinya begitu erat dan mencium kening Bianca penuh rasa sayang.
"Maafin mamah ya, karena sering ninggalin kamu sendiri di rumah? " Bianca pun mengangguk mendongkak menatap sang mamah yang tersenyum ke arahnya.
"Mm, kamu ada acara gak malam ini?"
"Gak ada, cuman ada sedikit tugas sekolah yang harus aku kerjakan, emangnya kenapa, mah?" tanya Bianca penasaran.
"Mamah sama papah mau ngajakin kamu makan malam di luar, sudah lama sekali kita tidak melakukan itu"
"Beneran mah? ini serius kan?"
Laura hanya tertawa saat melihat reaksi kebahagiaan dari wajah Bianca. Putrinya kini sudah beranjak dewasa namun waktu mereka begitu sedikit untuknya.
"Ya udah, sekarang kamu selesaikan tugasnya sekarang, biar nanti malam kamu gak kepikiran tugas kamu terus saat makan malam, pokoknya dandan yang cantik. " ungkap Laura kembali membuat Bianca langsung mengacungi kedua jempolnya.
"Siap mamah ku sayang!!" tegasnya dengan riang.
Tak terasa waktu terus berlalu dan malam pun kian mendekat, Bianca sudah siap berdandan rapih, dengan pakaian terbaik yang ia punya. Sebuan dress kesukaannya yang berwarna putih bersih namun tak menghilangkan kesan elegant untuknya. Bianca begitu cantik malam ini membuat kedua orang tuanya terpukau saat menatap putri satu-satunya mulai menuruni tangga.
"Apa benar ini putri papah yang kemarin baru berusia lima tahun? " sambil mencubit gemas hidung putrinya yang mancung.
"Ih papah! sakit tau! " cicit Bianca sambil memegangi hidungnya yang tak sakit.
"Maaf ya sayang, Papah sama Mamah sering pulang malam sehingga gak ada waktu buat kamu"
Rafael mengusap rambut putrinya lembut membuat Bianca seakan memiliki keluarganya yang utuh kembali.
"Bianca ngerti ko' pah." ujar Bianca lembut membuat Ayahnya tersenyum lalu menggandeng tangan putrinya menuju mobil.
Mereka pun akhirnya pergi makan malam di restoran ternama, canda tawa memenuhi kebahagiaan hati Bianca saat ini, sungguh saat ini adalah hal yang paling ia tunggu tiap detiknya.
"Apa kami datang terlambat? " sapa seseorang membuat Bianca menghentikan tawanya. Tuan Rafael langsung bangkit dan menyambut orang tersebut dengan pelukan.
"Kau tak terlambat, Vian. Ayo bergabunglah?"
Bianca menatap semua orang tak mengerti, bukankah ini acara makan malam keluarga dia saja? lalu kenapa harus ada orang lain di dalamnya?
Bahkan sang Ayah begitu antusias menyambutnya? seperti semua ini sudah di rencanakan oleh keduanya tanpa Bianca menyadari hal itu sebelumnya.
"Apa dia putrimu itu, Rafael?" Ayah Bianca langsung mengangguk lalu mulai berbicara pada sang putri.
"Bianca, kenalkan dia om Vian mitra bisnis penting papah saat ini" Vian tersenyum lembut sambil mengulurkan tangannya ke arah Bianca yang langsung di sambut olehnya dengan rasa tak nyaman.
"Oh iya, dimana putramu? " Sambil celingukan Rafael bertanya ,karena sedari tadi Vian hanya datang sendiri.
"Itulah Rafael, putraku begitu sulit ku atur! kau tau bukan bagaimana dia? " Rafael hanya menganggukkan saja apa yang di katakan Vian, walau dalam hati dia begitu penasaran dengan sosok putra dari mitra bisnisnya tersebut.
"Mungkin jika ia mempunyai seorang istri, kebiasaan buruknya akan berubah, " lanjutnya lagi sambil menoleh ke arah Bianca.
"Kau benar,Vian. lalu apakah kamu sudah menjatuhkan pilihan?! " lanjut Rafael menyahuti.
"Sepertinya kali ini, aku punya satu orang yang cocok dengan putraku itu" Rafael semakin tersenyum lebar saat mendengar semua itu, jika pilihan Vian jatuh pada Bianca, otomatis semua bisnisnya akan langsung berkembang lebih pesat lagi dari sebelumnya, bahkan tak terkalahkan oleh perusahaan lain.
"Dia siapa sih, mah? kenapa terus disini?"tanya Bianca setengah berbisik tak suka dengan kehadiran Vian disana.
" Seperti yang sudah kamu dengar barusan, dia mitra bisnis pentingnya papah kamu. Jadi bersikaplah baik di hadapannya, oke? " Bianca kembali mendengkus kesal, firasat nya mengatakan jika ada sesuatu yang di sembunyikan oleh kedua orang tuanya dari dirinya.
Begitu lama Vian dan Rafael berdiskusi penting dan serius di ruangan lain, bahkan membuat Bianca mulai gelisah dan tak nyaman.
"Sebenarnya, papah lagi ngomongin apa sih sama orang itu? " gerutunya kesal.
Ia pun bangkit dari duduknya dan segera melangkah.
"Mau kemana kamu, sayang? " cegah Laura membuat Bianca terpaksa berbohong.
"Ke toilet mah, kebelet. "
"Ya udah, jangan lama-lama ya? "
Setelah mengangguk, Bianca pun pura-pura pergi ke arah pintu toilet agar Laura tak curiga, namun ketika fokus Laura teralihkan pada ponselnya, Bianca langsung lari begitu cepat keruangan sang Ayah yang tak jauh dari sana.
"Jadi bagaimana Rafael? apa kau setuju dengan usulku! " tanya Vian saat melihat raut wajah Rafael yang berubah.
"Kita buat mereka bertemu terlebih dahulu, setelah itu kita atur selanjutnya? "
"Maksud mereka apa? usul apa yang di maksud? kenapa papah harus ikut setuju? " Bianca semakin menempelkan daun telinganya di balik pintu, begitu penasaran dengan semua percakapan mereka.
"Aku ingin putraku bisa di jodohkan dengan putrimu! "
Jedarr..
Batin Bianca seperti terhantam sesuatu, begitu sesak dan sulit bernafas, kedua kelopak matanya mulai memanas, menggenangkan air mata yang sulit ia tahan.
Brak...
Gadis itu membuka pintu begitu keras dan langsung masuk dengan emosi yang seakan meledak.
"Tidak! Bianca gak mau di jodohkan, Pah!! " teriak gadis itu penuh kekecewaan. Serpihan kaca itu akhirnya pecah,mengalir deras melewati pipinya yang merona merah.
hapoy Reading semuanya 🥰🥰🤗