Ketika wabah zombie mulai menyebar di sekolah, Violetta berusaha keras untuk menahan perasaannya. Luka hatinya akibat perselingkuhan Zean dan Flora masih segar, dan kini dia terjebak dalam situasi hidup dan mati yang mengharuskan dia untuk tetap fokus. Namun, perasaan sakit hati itu tetap menghantui, mengganggu konsentrasinya setiap kali dia melihat Zean atau Flora di dekatnya.
Di tengah situasi yang genting, Arshanan, cowok yang dikenal dingin dan tidak banyak bicara, justru menunjukkan perhatian yang mengejutkan. Meski jarang berbicara, ia selalu ada di sekitar Violetta, seolah memastikan gadis itu baik-baik saja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puja Andriani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 06
Hari sudah gelap dan hujan mulai turun saat mereka berhasil melarikan diri menggunakan SUV yang ditemukan Zean. Suara mobilnya terdengar kontans, berpadu dengan tetesan air hujan yang menghantam kaca depan mobil. Jalanan kota di depan mereka tampak berantakan, penuh dengan mobil-mobil yang di tinggalkan begitu saja. sebagian tersangkut di trotoar, beberapa lainnya terbalik. Benar-benar sebuah pemandangan kacau yang sulit di percaya.
Di kejauhan, asap hitam masih membumbung dari beberapa gedung tinggi yang rusak. Seperti monumen bisu dari kehancuran yang baru saja terjadi. Apalagi, lampu-lampu jalanan sudah padam dan hanya menyisahkan kegelapan yang hanya diterangi oleh kilatan petir yang muncul sesekali di langit kelabu.
Sementara itu di dalam mobil, keheningan terasa begitu mencengkam. Violetta yang duduk di kursi penumpang depan menatap kosong keluar jendela mobil. Matanya yang sembab menyiratkan kesedihan mendalam seolah-olah sedang menyaksikan akhir dunia yang perlahan mengambil alih kehidupannya. Sesekali tarikan napas panjang terdengar darinya, namun tak ada sepatah katapun yang keluar dari belah bibirnya.
Di kuris belakang, Flora duduk berdiam diri. Memeluk erat dirinya sendiri seakan hal itu bisa melindunginya dari rasa takut yang tidak pernah surut. Matanya memandang ngeri jalanan yang porak-poranda, " Ini semua kayak mimpi buruk, " Gumamnya begitu lirih, nyaris tidak terdengar.
Zean yang duduk di sebelah Flora pun sedari tadi hanya bergeming saja. Seraya memeluk tongkat baseball , ia terus mengarahkan tatapannya keluar jendela mobil, mengamati hujan yang mengguyur deras yang membias kaca jedela dan menyamarkan pemandangan kota yang hancur. Namun begitu, pikiran Zean melayang jauh, kusut dan penuh kebingungan. Ia bertanya-tanya kenapa dirinya harus berada di dalam situasi tidak masuk akal, dari zombi yang menyerang hingga dunia yang seolah runtuh dalam waktu singkat.
Sementara Arshanan yang masih menyetir mencoba mengendalikan mobil itu di tengah jalanan yang penuh dengan rintangan karena setiap belokan pasti hampir selalu ada kendaraan yang teronggok, membuatnya terkejut berkali-kali. Namun dengan usahanya lebih keras untuk menenangkan diri agar tetap tenang, Arshanan dengan mata tajamnya bergerak mengamati jalanan, mencoba mengantisipasi bahaya yang bisa muncul kapan saja.
"Kita mau kemana?" Arshanan melontarkan tanya setelah diam sedari tadi. Tangannya memutar setir ke jalanan lain setelah melihat ada banyak mobil melintang di jalan utama yang tidak memungkinkan mobil mereka bisa lewat.
"Anter gue pulang dulu, rumah gue kayaknya yang paling deket dari sini," Flora menyahut cepat. Ia rasanya sudah tidak sanggup lagi berada di jalanan terlalu lama dan ingin segera berada di dalam rumah bersama keluarganya.
Tidak ada yang memprotes permintaan Flora karena semua orang di dalam mobil memang ingin pulang ke rumah mereka masing-masing. Suara hujan deras yang menghantam kaca depan seolah menjadi irama mobil yang kini melaju melewati jalanan gelap.
"Rumah lo dimana?" Arshanan bertanya lagi. Ia agak mempercepat laju mobil ketika melihat bayangan-bayangan zombie yang bergerak mendekat.
"Masuk gang kedua di depan, terus lurus sampai ujung, " Flora menjawab cepat. Kedua matanya menampilkan sorot cemas ketika ia melihat daerah perumahanan dimana ia tinggal tampak mengerikan, sunyi namun memiliki hawa mengancam.
"Itu yang warna kuning," Flora menunjuk sebuah rumah bewarna kuning kepada Arshanan dan meminta cowok itu berhenti tepat di depan pagar yang terlalu mepet ke trotoar jalan itu. Rumah Flora dalah rumah minimalis yang memiliki halaman terlalu sempit.
Flora tidak langsung keluar dari dalam mobil melainkan ia diam sejenak sama seperti yang dilakukan yang lainnya, mengamati rumah di depan mereka dengan harap-harap cemas sebab rumah Flora terlihat begitu sunyi dan gelap.
"Kayaknya lo kosong " Kata Arshanan, "Lampu nya mati semua."
"nyokap bokap gue gak mungkin lah ninggalin gue," Meski perasaan takutnya berlipat ganda dan di sertai kecemasan, ia masih mencoba menyangkal perkataan Arshanan.
Zean menyentuh bahu Flora, "Aku temenin kamu ya," Zean inisiatif sekali menawarkan dirinya dan Flora tentu saja mengangguk setuju.
Sementara di kursi depan, Violetta mendengus dengan kesal. Dasar gak tau malu! Violetta berharap Zean, pacarnya. Eh, ralat! Mantan pacar nya dan Flora, mantan sahabat Violetta yang tidak punya otak karena berselingkuh dengan Zean, mati di terkam zombi di dalam sana. Eh? Violetta segera mengenyahkan harapannya itu. Takut terkena karma buruk .
"Tunggu dulu... " Arshanan yang tiba-tiba bersuara menghentikan pergerakan tangan Flora yang baru saja ingin membuka pintu mobil disisi nya, Melihat situasi sekitar yang gak memungkinkan, setelah kalian keluar dari mobil, gue gak akan langsung pergi. Gue bakal nunggu dulu disini selama beberapa menit, jadi kalau ada apa-apa disana kaian harus segera kembali kesini, okay?"
Flora mengangguk setuju sementara Zean hanya melirik saja sebeum segera menyusul langkah Flora keluar dari mobil.
Keduanya berlari terburu-buru masuk ke dalam teras depan rumah demi menghindari hujan yang masih mengguyur deras.
Violetta yang kini hanya berdua saja dengan Arshanan terdengar mendesah gusar, agaknya ia kurang setuju dengan tindakan Arshanan yang ingin menunggu dua orang itu selama beberapa menit. ia juga ingin segera pulang, muak sekali melihat dua orang tukang selingkuh itu berlama-lama berda di dekatnya.
Sementara itu, Flora yang memberanikan dirinya untuk melangkah lebih jauh ke perkarangan rumahnya tampak menelan ludah. Zean sendiri yang berjalan di belakang Flora terlihat begitu waspada seraya melirik kesekitar seraya menggegam erat tongkat baseball di tangannya. Hujan yang mulai reda meninggalkan udara dingin yang membuat kedua nya sesekali menggigil, namun hal itu tidak membuat kedua nya berhenti melangkah.
Rumah Flora maupun rumah-rumah di sekitarnya terlihat gelap. Tidak ada lampu yang menyala, tidak ada tanda-tanda kehidupan, hanya keheningan yang menggelegar di udara. Flora berhenti di depan pintu rumahnya. Tangannya yang bergetar bergerak mengetuk pintu dengan ragu-ragu.
"Mama? Papa?" Flora berseru dengan seara bergetar, ia sungguh merasa resah ketika seruannya tidak mendapat sahutan.
Ketika Flora mencoba mengetuk pintu lagi, gerakannya terhenti karena sebuah suara geraman dari samping rumahnya. Sura itu rendah, namun cukup membuat tubuh Flora menegang. Ia segera menoleh pada Zean di belakangnya yang terlihat sudah sigap mengangkat tongkat baseballnya.
Zean yang menatap ke sekitar dengan tatapan penuh kewaspadaan mengisyaratkan Flora untuk tetap tenang meski ia sendiri sudah berkeringat dingin.
Flora mencoba menahan isakannya karena takut. Ia menganggukkan kepalanya dan masih dengan tangan bergetar, Flora mencoba meraih gagang pintu dan mencoba membukanya. Ternyata, pintu itu tidak terkunci. Flora kembali menolep pada Zean dengan wajah penuh kecemasan. Zean mengangguk pelan, kemudian keduanya dengan hati-hati dan langkah tenang mencoba masuk ke dalam rumah Flora.
Karena keadaan yang gelap gulita, Flora dan Zean mengeluarkan ponsel mereka untuk menghidupkan lampu fals nya, namun kedua nya di kejutkan dengan sinyal ponsel mereka yang menghilang.
"Gak ada sinyal" gumam Zean, sementara Flora mencoba mengangkat ponsel nya tinggi-tinggi selah berharap ponselnya bisa menangkap sinyal.
Flora mendesah gusar, ia menatap Zean lagi.
"Ayo kita masuk," kata Zean.
kemudian keduanya melangkah memasuki rumah dengan mengandalkan pencahayaan dari ponsel mereka.
"Mama... Papa...." Flora memanggil lagi. Suara nya nyaris tidak terdengar. Kemudian langkahnya terhenti ketika ia melihat sesuatu di lantai, sebuah bingkai foto keluarganya yang jatuh dan pecah dengan kaca-kaca nya berserakan di lantai.
Flora berjongkok, dahunya bergetar menahan isakan seraya tangannya memunguti pecahan bingkai foto keluarganya yang hancur. Hati nya diliputi kecemasan mengenai keberadaan keluarga nya yang entah berada dimana. Sementara itu Zean yang berdiri disisi cewek itu mengusap bahu nya.
"Aku takut, Zean," kata Flora seraya mengadahkan kepala nya untuk menatap Zean, "Gimana kalau... Gimana kalau...." wajah Flora sudah bahas oleh air mata. Melihatnya, Zean segera meminta Flora kembali beranjak dan memeluk cewek itu.
"Kamu jangan mikir yang macam-macam ya, ada aku disini" kata Zean dengan lembut sekali.
Pelukan kedua nya segera merenggang begitu suara geraman dari arah dapur terdengar mengerikan. Kedua nya segera mengarahkan senter ponsel meraka dengan gerakan refleks dan cahaya ponsel mereka menyoroti pemandangan yang membuat darah di tubuh mereka serasa membeku. Dari arah dapur, terlihat lebih dari lima zombie dengan wajah yang hancur dan tubuh penuh luka bergerak tanpa arah sebelum akhirnya cahaya dari ponsel kedua nya membuat zombie-zombie itu menoleh dan dengan gerakan agresif bergerak mendekati mereka.
"Flora, ayo!" Zean langsung menarik tangan Flora untuk segera keluar dari dalam rumah Flora dan berharap bahwa Arshanan masih menunggu mereka.