Di sebuah desa kecil yang dikelilingi hutan, hiduplah Kirana, gadis cantik, cerdas, dan mahir bela diri. Suatu hari, ia menemukan seorang pemuda terluka di tepi sungai dan membawanya ke rumah Kakek Sapto, sang guru silat.
Pemuda itu adalah Satria Nugroho, pewaris keluarga pengusaha ternama di Jakarta yang menjadi target kejahatan. Dalam perawatan Kirana, benih cinta mulai tumbuh di antara mereka. Namun, setelah sembuh, Satria kembali ke Jakarta, meninggalkan kenangan di hati Kirana.
Bertahun-tahun kemudian, Kirana merantau ke Jakarta dan tak disangka bertemu kembali dengan Satria yang kini sudah dijodohkan demi bisnis keluarganya. Akankah mereka bisa memperjuangkan cinta mereka, atau justru takdir berkata lain?
Sebuah kisah takdir, perjuangan, dan cinta yang diuji oleh waktu, hadir dalam novel ini! ❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon I Wayan Adi Sudiatmika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20: Misi Penyelamatan
Kirana dan Ririn mendekati gubuk itu dengan langkah hati-hati. Mata mereka waspada memindai setiap gerakan di sekitar mereka. Dina yang tahu dirinya tidak memiliki kemampuan bela diri, memilih untuk tetap berada agak jauh di belakang. Dia bersembunyi di balik pohon dengan jantung yang berdebar kencang seperti drum yang dipukul tidak beraturan. Tangannya memegang erat ponselnya… siap untuk memanggil bantuan jika diperlukan.
“Rin… kita harus cepat…,” bisik Kirana dengan suara tegas namun rendah. Matanya fokus pada gubuk yang terlihat semakin dekat. “Aku yakin ada yang salah di dalam sana.”
Ririn mengangguk dengan wajah serius. “Iya… sepertinya ada sesuatu yang nggak beres di sana. Tapi kita harus hati-hati. Mereka pasti nggak akan membiarkan kita masuk dengan mudah.” Tangannya mengepal dan siap untuk bertindak jika diperlukan.
Saat mereka semakin dekat, teman-teman Daniel mulai memperhatikan kedatangan mereka. Salah satu dari mereka yang memiliki postur tubuh tinggi dan rambut ikal melangkah maju. Wajahnya sinis dan senyumnya seperti pisau yang siap menusuk. “Ehh… kalian ngapain di sini? Ini bukan tempat buat kalian…,” ujarnya dengan penuh ancaman sambil melipat tangan di dadanya.
Kirana tidak gentar. Dia melangkah maju dan matanya menatap tajam seperti elang yang sedang mengincar mangsanya. “Kami dengar ada suara terikan dari dalam gubuk. Ada apa sebenarnya…?” tanyanya dengan suara tegas meskipun hatinya berdebar.
Laki-laki itu tertawa sinis. “Suara teriakan? Mungkin kalian salah dengar. Itu cuma suara angin atau binatang. Pergi sana… jangan cari masalah…!” sambil melangkah mendekat dan mencoba mengintimidasi.
Ririn yang memang tidak sabaran akhirnya ikut bersuara. Suaranya keras dan penuh dengan emosi yang tertahan. “Kami nggak mau cari masalah… tapi kalau kalian mau berbuat jahat… kami nggak bisa diam saja…!” Tangannya menunjuk ke arah gubuk dengan mata menyala dan kemarahan yang mulai memuncak.
Sebelum perdebatan itu berlanjut… tiba-tiba kembali terdengar suara teriakan minta tolong dari dalam gubuk. Suara itu jelas penuh dengan kepanikan dan ketakutan. Kirana dan Ririn saling pandang dan tanpa perlu berkata apa-apa… mereka langsung bergerak menuju gubuk.
Namun teman-teman Daniel segera menghalangi jalan mereka. “Hei… jangan macam-macam! Kalian tidak boleh masuk…! Ini bukan urusan kalian..!” teriak salah satu dari mereka sambil melangkah maju dengan sikap mengancam. Matanya menyipit seolah-olah mencoba mengintimidasi.
Kirana menatap mereka dengan dingin. “Kami nggak mau ribut… tapi kalian harus minggir. Ada orang yang butuh bantuan di dalam…,” ujarnya dengan suara tegas meskipun tidak dipungkiri hatinya berdebar. Kirana berusaha menahan emosinya tapi amarah mulai menguar di dalam dada.
Tapi teman-teman Daniel tidak bergeming. Malah mereka meremehkan Kirana dan Ririn. Seorang laki-laki berambut pendek dengan senyum sinis melirik mereka dari ujung kepala hingga ujung kaki. “Lihat nih… ada dua cewek cantik yang mau ikut campur. Apa kalian nggak takut?” ejeknya sambil tertawa kecil.
Yang lain ikut mengejek. “Kalau Daniel di dalam sana bisa menikmati Susi… kenapa kita nggak bisa menikmati mereka ini? Kita nggak perlu menunggu giliran khan…?” ujar salah satu dari mereka dengan suara penuh niat jahat.
Teman-teman Daniel tertawa meremehkan dan mulai mengelilingi Kirana dan Ririn mencoba mengepung mereka. Langkah mereka pelan tapi penuh ancaman seperti predator yang sedang bermain dengan mangsanya.
Mata Kirana menyala merah dan amarahnya mulai meluap. “Jangan macam-macam kalian…!” hardiknya sambil memasang kuda-kuda bersiap menghadapi mereka. Kirana dan Ririn sudah terbiasa berlatih bela diri dan ini bukan pertama kalinya mereka menghadapi situasi seperti ini. Tapi kali ini… taruhannya jauh lebih besar.
Salah satu dari teman Daniel mencoba menangkap Ririn. Tangannya terentang dan mencoba menggenggam lengan Ririn. Tapi dengan gerakan cepat Ririn menghindar. Ririn memutar tubuhnya dan menendang betis laki-laki itu dengan kekuatan penuh.
“Arrrrggggghhhh…. !!!!” teriak laki-laki itu dengan wajah mengernyit kesakitan. Laki-laki itu terjatuh dan memegang betisnya yang terasa sangat nyeri. Ririn berdiri tegak dengan mata penuh amarah. “Jangan meremehkan kami…!” ujar Ririn lalu melirik Kirana dan mereka saling mengangguk… sebuah isyarat bahwa mereka siap untuk bertarung.
Kirana melangkah maju dengan mata yang tidak pernah lepas dari teman-teman Daniel yang masih berdiri di sekeliling mereka. "Kalian punya dua pilihan," ujarnya dengan suara seperti pisau yang menusuk. “Minggir… atau kami yang akan membuat kalian minggir…”
Teman-teman Daniel saling pandang dan sejenak ragu. Namun seorang laki-laki berambut ikal melangkah maju dengan wajah penuh keangkuhan. “Kalian pikir bisa mengalahkan kami semua? Dua cewek kecil seperti kalian?... uhhh” ejeknya dengan suara penuh dengan keyakinan.
Kirana tidak menjawab. Dia hanya tersenyum tipis namun memperlihatkan keberanian. “Kita liat saja…,” ujarnya sebelum melangkah ke depan dan siap menghadapi apa pun yang akan datang.
Namun sebelum pertengkaran itu berlanjut… tiba-tiba pintu gubuk terbuka dengan suara keras. Daniel muncul dengan wajah merah marah karena merasa terganggu. Rambutnya acak-acakan dan pakaiannya terlihat berantakan. “Apa yang terjadi di sini? Kenapa kalian ribut?” teriaknya dengan suara seperti guntur yang menggelegar. Matanya melirik ke arah Kirana dan Ririn… dan dalam sekejap suasana menjadi semakin tegang.
Teman-teman Daniel langsung terdiam seperti anak kecil yang ketahuan berbuat nakal. Salah satu dari mereka… laki-laki yang berambut ikal tadi mengeluarkan suaranya dengan gugup. “Eh Daniel… dua cewek ini mau ikut campur…,” ujarnya dengan suara gemetar seolah-olah takut akan reaksi Daniel.
Daniel memandang Kirana dan Ririn dengan tatapan dingin. Matanya berbinar dengan campuran kemarahan dan kesombongan. Senyum tipis yang mengerikan muncul di bibirnya seolah dia menikmati ketegangan yang terjadi. “Kalau kalian mau ikut campur… harus antri dulu…,” ujarnya sambil tertawa dengan suara penuh ejekan. “Tunggu giliran aja ya? Atau mau dengan teman-temanku… ha… ha… ha…”
Teman-teman Daniel yang mendengar hal itu hanya bisa menelan ludah. Beberapa dari mereka masih merasakan sakit setelah terkena serangan tadi. Mereka tidak lagi menganggap kedua gadis itu sebagai lawan yang mudah.
Tawa Daniel menggema di udara… tapi bagi Kirana dan Ririn itu seperti pemicu amarah. Kirana mengepalkan tangannya dan matanya menyala dengan api kemarahan. “Kamu pikir ini lucu Daniel? Kamu pikir akan diam saja melihat kelakuan bajinganmu…?” hardik Kirana dengan penuh ancaman. Dia tidak memanggil Daniel dengan sebutan “kakak” lagi. Rasa segannya kepada Daniel sudah hilang dan digantikan oleh kemarahan dan kekecewaan.
Ririn yang berdiri di samping Kirana juga tidak kalah marah. “Kami nggak akan biarkan kamu menyakiti orang lain…” ujarnya dengan suara tegas. Tangannya mengepal dan siap untuk bertindak jika diperlukan.
Daniel hanya mengangkat bahunya dengan sikap masih santai seolah tidak menganggap Kirana dan Ririn sebagai ancaman serius. “Yah… kalau kalian mau main kasar… kita juga bisa main kasar…,” ujarnya sambil melirik teman-temannya. Matanya penuh tantangan… seolah-olah mencoba menguji batas keberanian Kirana dan Ririn.
Tapi Kirana dan Ririn tidak gentar. Mereka melangkah maju dan mata mereka tidak pernah lepas dari Daniel. “Kami nggak takut sama kamu Daniel… dan kami tidak akan mundur…,” ujarnya dengan suara dingin namun tajam. Dari dalam masih terdengar tangisan dan rintihan yang membuat hati mereka semakin panas.
Daniel tersenyum lagi tapi kali ini senyumnya tidak lagi penuh dengan kepercayaan diri. Ada sedikit keraguan di matanya. Sepertinya dia mulai menyadari bahwa Kirana dan Ririn bukanlah lawan yang bisa dianggap remeh. “Kita lihat saja…,” ujarnya dengan suara rendah tapi penuh dengan ancaman yang tersembunyi.
Perkelahian pun tidak terhindarkan. Teman-teman Daniel kembali mencoba menyerang dan menangkap Kirana dan Ririn. Tapi kali ini mereka lebih hati-hati karena menyadari bahwa kedua gadis itu bukan lawan yang bisa diremehkan.
Namun Kirana dan Ririn sudah siap. Mereka mampu menghindari serangan teman-teman Daniel dan bahkan mampu membalas dengan pukulan dan tendangan yang tepat. Kirana melayangkan tendangan ke arah perut salah satu lawan dan membuatnya terjatuh sambil memegangi perutnya. “Arrrggghhh….!!” teriak salah satu laki-lagi itu mengerang kesakitan.
“Jangan pernah meremehkan kemi…!” hardik Kirana dengan suara seperti petir yang memecah kesunyian.
Ririn tidak kalah gesit… dia menghindari serangan lawannya dengan gerakan memutar yang elegan dan membalas dengan pukulan keras ke dagu lawannya. Lawannya terhuyung ke belakang dengan mata berkunang-kunang.
Daniel yang melihat teman-temannya jatuh satu per satu akhirnya ikut turun tangan. Wajahnya merah padam dengan mata penuh dengan kemarahan yang tidak terbendung. Dia mencoba menyerang Kirana tapi Kirana sudah siap. Dengan gerakan gesit dan cepat dia menghindari serangan Daniel… dan membalas dengan pukulan keras ke wajahnya.
“Arrggghh… Aduuuhhh…!!” teriak Daniel dengan tubuh terhuyung ke belakang dan darah mengalir dari hidungnya.
“Kamu… kamu berani…!!!” teriaknya lagi tapi dengan suara yang tidak sepercaya diri sebelumnya. Ada ketakutan di matanya seperti dia baru saja menyadari bahwa Kirana bukanlah lawan yang bisa dianggap remeh.
Ririn tidak memberikan kesempatan. Dia melompat dan menendang dada Daniel dengan kekuatan penuh. Daniel terjatuh ke tanah… tubuhnya terpelanting seperti boneka yang dilempar. Dia mengerang kesakitan dengan wajah penuh dengan rasa malu dan kekalahan.
Kirana dan Ririn akhirnya berhasil mengalahkan mereka. Daniel dan teman-temannya terkapar di tanah sambil mengerang kesakitan. Kirana menatap mereka dengan tatapan dingin. “Kalau kalian masih berani macam-macam lagi… kami nggak akan segan-segan buat lapor polisi. Ngerti??” ujarnya dengan suara tegas dan penuh ancaman.
Daniel hanya mengangguk pelan dengan wajah penuh rasa malu dan kesakitan. Dia tidak menyangka bahwa kedua gadis ini bisa sekuat itu. Teman-teman Daniel juga tidak berani berkata apa-apa… hanya memandang Kirana dan Ririn dengan tatapan takut.
“Pergi kalian dari sini… !!!” perintah Kirana sembari mengancam akan menendang mereka lagi. Daniel dan teman-temannya berusaha bangkit walaupun dengan susah payah. Mereka berjalan terseok-seok ke arah motor mereka dengan tubuh terasa sakit dan lemas.
Daniel melirik ke arah Kirana dan Ririn sekali lagi… matanya penuh dengan campuran kemarahan dan ketakutan. Tapi dia tidak bisa berkata-kata. Dia hanya menaiki motornya dengan gerakan yang kaku lalu pergi dari tempat itu bersama teman-temannya. Suara mesin motor mereka semakin menjauh dan meninggalkan Kirana dan Ririn di depan gubuk itu.
-----
Bagaimana keadaan Susi? Kita ikuti bab selanjutnya…